KSBSI.ORG: Jakarta - Dedi Hardianto Sekrestaris Jenderal Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (Sekjen KSBSI) menyampaikan pemerintah telah memutuskan pembahasan omnibus law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciker) ditunda sementara. Alasan penundaan, karena presiden memutuskan akan fokus menangani krisis ekonomi ditengah pandemi Covid-19
Baca juga: Hari Ini Massa Buruh KSBSI Turun ke Jalan, Menolak UU Cipta Kerja , Dunia Mengalami Krisis Global, ITUC Desak Perbaikan Kontrak Sosial,
Selain itu, omnibus law RUU Ciker sejak awal mendapat
penolakan besar buruh/pekerja di Indonesia. Sebab RUU ini sarat hanya
kepentingan investor dan kalau disahkan DPR, akan bisa menghancurkan masa depan
buruh. Karena menghilangkan hak-hak normativ buruh. Serta mengancam kebebasan
berserikat.
Sarannya, supaya RUU Ciker tidak mendapat penolakan buruh,
sebaiknya tidak usah dibawah kendali Airlangga Hartarto sebagai Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian. Karena kebijakan hubungan industrial idealnya
Kementerian Ketenagakerjaan yang menangani.
“Sebenarnya buruh tidak menolak agenda keseluruhan omnibus
law selama produk undang-undang yang dihasilkan berpihak pada rakyat. Kalau RUU
Ciker tujuannya untuk kepentingan investor dan merugikan buruh, pasti kami
melawan,” tegasnya, Jakarta 6 Mei 2020.
Dia juga menjelaskan, sejak awal KSBSI sudah meminta Presiden
Jokowi supaya memberhentikan Airlangga Hartarto. Sikap ini bukan tanpa alasan.
Karena awal pembuatan draft RUU Ciker, unsur buruh/pekerja tak ada dilibatkan
merumuskan konsep hubungan industrial yang baik.
“RUU Ciker ini kan dibuat diam-diam, makanya kami marah.
Seolah-olah buruh dianggap bodoh, tidak punya konsep ketenagakerjaan. Airlangga
juga berbohong kepada presiden. Dia mengklaim telah melibatkan serikat
buruh/pekerja pada awal pembuatan draft RUU Ciker, padahal sama sekali tidak
ada,” jelasnya.
Akibatnya, hubungan buruh dengan Presiden Jokowi sempat
memanas, akibat komunikasi yang sengaja ditutup oleh orang-orang disekitarnya.
Padahal awal merumuskan RUU Ciker, Jokowi sudah mengintruksikan agar perwakilan
buruh/pekerja dilibatkan.
Nah, setelah Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) bertemu
dengan Jokowi di Istana Presiden beberapa waktu lalu dan menceritakan persoalan
yang terjadi, ternyata beliau terkejut. Sebab, permintaan Jokowi agar melibatkan
buruh dalam pembuatan draft RUU Ciker tidak dijalankan semestinya.
“Sehingga terjadi miss komunikasi. Lalu terjadi pergolakan
demo,menganggap Jokowi tak memihak pada buruh,” ungkapnya.
Agar hubungan buruh dengan Jokowi tak terjadi miss
komunikasi, Dedi menyarankan presiden sebaiknya mengevaluasi Airlangga
Hartarto. Ditengah pandemi Covid-19, ia pun meminta agar buruh bisa
berkomunikasi langsung dengan Jokowi, supaya tidak lagi sifat kecurigaan.
Selain itu buruh sudah lama berkomunikasi dengan Kementerian
Tenaga Kerja (Kemnaker) dalam urusan RUU Ciker dan menerima konsep hubungan
industrial. “Jadi sangat tepat kalau pembahasan RUU langsung ditangani Menteri
Tenaga Kerja, bukan Airlangga Hartarto. Dia memang tak paham dunia
ketenagakerjaan. Karena bicara hubungan industrial landasannya Tripartit,”
lugasnya.
Terakhir, kalau nantinya presiden melanjutkan pembahasan RUU
Ciker, Dedi menerangkan MPBI sudah meminta pembahasan ini di ulang kembali dari
awal. Pemerintah harus memfasilitasi semua unsur untuk merumuskan RUU Ciker
yang memihak semua kepentingan.
“Atau lebih baik keluarkan saja kluster RUU Ciker dari
pembahasan di DPR, supaya tak menimbulkan kegaduhan,” tandasnya. (A1)