KSBSI.ORG: Sudah jatuh tertimpa tangga. Pepatah itu mungkin tepat yang dialami Suprat Yono dan Zainudin Leo Sinaga. Mereka berdua adalah buruh anggota Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) yang bekerja menjaga kantor di Yayasan Apindo Sumatera Utara (YASU) di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara.
Baca juga: Urusan Membela Buruh, LMPI Bogor Siap Mendukung FSB NIKEUBA , Presiden KSBSI : Lobi Juga Alat Memenangkan RUU Cipta Kerja Untuk Kepentingan Buruh, LBH KSBSI: Status Tersangka 2 Buruh Korban Penganiayaan Oleh Polisi Lemah Hukum,
Kronologis
singkatnya, pada 1 Juni 2020 lalu kedua korban sedang melakukan rutintas tugas
lapangan. Namun tanpa disangka, bertemu dengan sekelompok orang yang jumlahnya kurang
lebih 50 orang dengan mengatasnamakan kelompok tani Gapoktan Naga dibawah
komando Bambang Suondo.
Kepada awak
media, Suprat mengatakan dia bersama Zainudin mengaku langsung dikeroyok sampai
babak belur. Ketika dikeroyok, kedua korban pun mengaku tidak mengetahui latar
belakang persoalan yang terjadi.
“Setelah
pengeroyokan usai, akhirnya kami didampingi pihak perusahaan melaporkan
penganiayaan ini ke Polsek Polsek Pantai Cermin Serdang Bedagai dengan Nomor
Laporan: SP.Lidik/183/VI/2020/Reskrim, tanggal 1 Juni 2020,” ujarnya, Jakarta,
Rabu 29 Juli 2020.
Setelah
membuat laporan, Suprat juga mengatakan pihak kepolisian menyarankan segera
membuat visum, untuk memperkuat bukti korban penganiayaan. Selain visum, kedua
korban pun segera dilarikan ke rumah sakit Royal Prima. Berdasarkan hasil
pemeriksaan medis, Suprat mengalami pergeseran tulang belakang serta retak pada
kaki.
Sehingga dia
terpaksa harus di opname di salah satu rumah sakit selama 9 hari. Begitu juga
dengan Zainudin, akibat penganiayaan tersebut
dia mengalami luka memar bagian muka dan leher. Anehnya, ketika kedua
korban menjalani perawatan medis, justru pihak yang melakukan pengeroyokan,
melaporkan kejadian yang sama di Polres Serdang Bedagai. Seolah-olah mengalami
penganiayaan yang dilakukan oleh kedua korban dengan Nomor Laporan Polisi No.
LP/188/VI/2020/SU/RES-SERGEI, tanggal 1 Juni 2020.
Berdasarkan
tembusan surat dari Kasat Reskrim Polres Serdang Bedagai Nomor: B/109/VII/2020/Reskrim,
pada 8 Juli 2020, Suprat dan Zainudin justru diperiksa, dengan dugaan melakukan
tindak pidana penganiayaan sebagaimana dimaksud pasal 351 ayat (1) KUHP.
Mirisnya, 10
hari kemudian, 18 Juli 2020 pihak Polres Serdang Bedagai lewat Nomor
Sp.gl/263/VII/Reskrim dan Nomor Sp.gl/264/VII/2020/Reskrim, memanggil Suprat
dan Zainudin tiba-tiba ditetapkan tersangka atas kejadian yang terjadi. Tentu
saja, penetapan sebagai tersangka itu membuat kedua korban keberatan, karena
keadilannya telah dirampas.
Akhirnya,
Suprat daan Zainudin bersama pengurus KSBSI Sumatera Utara pun memutuskan ke
Jakarta untuk melaporkan masalah tersebut ke Mabes Polri. Pengaduan itu
langsung didampingi oleh tim Lembaga Bantuan Hukum KSBSI yang diberikan ke Biro
Warsidik Mabes Polri, Jakarta Selatan. Selain itu juga memberikan laporan ke
Pelayanan Pengaduan Divisi Propam terkait adanya dugaan kriminalisasi hukum
yang menimpa korban.
Kedua korban
yang ditetapkan tersangka ini berharap Mabes Polri bisa memberikan keadilan
yang seutuhnya. Sebab, mereka hanya buruh satpam yang menjalankan tugas untuk menafkahi keluarga. Suprat menyampaikan
kalau pun pihak pengeroyokan ada masalah dengan perusahaan, seharusnya mereka
berhubungan langsung dengan pihak pimpinan untuk menyelesaikannya.
Bukan
berhadapan dengan bawahan yang langsung dikeroyok tanpa ada diajak dialog
dulu.“Perlu kami pertegas, saat kelompok Bambang Suondo melakukan penganiayaan,
kami ada saksi yang membuat videonya melalui hand phone (HP). Jadi bukti sudah
kuat, mereka yang memulai penganiayaan. Tapi anehnya kok justru kami yang
sekarang ditetapkan tersangka oleh Polres Serdang Bedagai,” lugasnya.
Sementara
Zainudin mendesak agar kepolisian harus bersikap adil. Penetapan sebagai
tersangka terhadap dirinya juga dinilai penuh sandiwara. Soalnya, awal terjadi
pengeroyokan bukan dilakukan dirinya bersama Suprat.
“Melainkan
kelompok Bambang Suondo yang pertama kali mendorong lalu memukuli. Sangat tidak
masuk akal, ketika kami dikeroyok 50 orang lebih, kok sekarang ditetapkan
tersangka. Sementara pelaku pengeroyokan proses pemeriksaannya lamban dan
sampai sekarang belum tersentuh hukum. Saya berharap Mabes Polri segera
mencabut status tersangka kami, supaya penegakan hukum harus bersikap adil,
bukan abal-abal,” tegasnya.
Sementara
Suryadi penanggung jawab yayasan yang memperkerjakan kedua korban di perusahaan
mengatakan bahwa penetapan Suprat Yono dan Zainudin Leo Sinaga kebijakan tidak
adil yang diberikan Polres Serdang Bedagai. Pasalnya, saat terjadinya peristiwa
pengeroyokan, kelompok Bambang Suondo justru memasuki wilayah perusahaan tanpa
izin.
“Ketika
mereka memasuki wilayah perusahaan tanpa izin saja sudah jelas salah, apalagi
melakukan pengeroyokan sambil membawa senjata. Kami punya fakta yang kuat dan
bisa dibuktikan, tapi herannya kok polisi justru menetapkan pihak kami yang
menjadi korban jadi tersangka. ini sangat aneh,” tegasnya.
Intinya,
Suryadi juga mempertanyakan Polres Serdang Bedagai yang terkesan diskriminasi.
Pasalnya, pada saat proses pemeriksaan kasus, kepolisian terkesan lebih cepat menanggapi
laporan dari pihak penganiaya. Sementara proses pemeriksaan terhadap kedua
korban lamban.
“Makanya
kami datang ke Jakarta meminta bantuan KSBSI untuk mendampingi secara hukum
kepada Suprat Yono dan Zainudin Leo Sinaga agar mendapatkan keadilan yang
benar-benar berpihak. Kami mendesak agar Mabes Polri sesegera mungkin
menindaklanjuti laporan. Kalau direspon lampan, kami kuatir kedua korban
kemungkinan bisa ditangkap,” tandasnya. (A1)