Pasal Kontroversial RUU Cipta Kerja Memang Terkesan Liberal

Pasal Kontroversial RUU Cipta Kerja Memang Terkesan Liberal

KSBSI.ORG: Jakarta - Markus Sidauruk Presiden Deputi Pendidikan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) mengatakan Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja sangat berdampak pada dunia ketenagakerjaan kalau tidak disikapi secara kritis. Menurutnya, dalam masalah upah, RUU ini buruh bisa mengalami penurunan upah secara drastis bagi buruh/pekerja yang sudah bekerja.

Baca juga:  ILO Berkomitmen Agenda Climate Change dan SGDs 2030 Harus Terealisasi ,

Bahkan, kalau tidak di evaluasi, standar upah minimum provinsi (UMP) diberlakukan selama ini, upah secara keseluruhan bisa turun mencapai rata-rata 15,7 persen. Belum lagi kalau sistem upah padat karya diberlakukan, upah yang diterima buruh pun ikut tergerus lebih jauh.

 

Contohnya UMK yang ada di Kabupaten Karawang Jawa Barat sekarang ini mencapai Rp 4,5 juta. Kalau nantinya standar upah mengacu pada UMP, maka buruh didaerah itu bisa mengalami penurunan upah yang sangat drastis.

 

“Jadi, jika keseluruhan upah hanya diberlakukan dengan mekanisme UMP berdasarkan kriteria RUU Cipta Kerja, maka buruh di Indonesia maka taraf hidup dan kesejahteraannya bisa berkurang jauh,” ujarnya, saat diwawancarai, Jakarta, 13 September 2020.

 

Dia menilai omnibus law RUU Cipta Kerja terindikasi dibuat untuk kepentingan investor. Sebab memang terdapat pasal-pasal dalam RUU tersebut, seperti masalah hubungan kerja, upah, jaminan sosial, pemutusan hubungan kerja (PHK), pesangon memang tak berpihak pada kepentingan buruh.

 

“Pasal-pasal yang kontroversial dalam RUU Cipta Kerja juga kami nilai memang sangat liberal, menyampingkan hak normative buruh,” tegasnya.

 

Selain itu, kata Markus ada pasal dalam RUU ini sengaja membuat peraturan dengan memudahkan pihak perusahaan merekrut calon pekerja. Tapi anehnya, mudah juga melakukan PHK dan hilangnya jaminan kontrak masa kerja buruh. Sehingga, kalau RUU Cipta Kerja dipaksa untuk disahkan oleh  DPR, maka secara otomatis peran serikat buruh/pekerja (SB/SP) ikut berkurang.

 

“Jadi kekuatan yang hilang ini tak sekedar mendampingi buruh waktu terkena PHK saja. Dalam peran membantu proses perjanjian kerja bersama (PKB) antara serikat buruh dengan perwakilan perusahaan pun bakal tak ada lagi,” jelasnya.

 

Padahal yang harus perlu diketahui, peran SB/SP merupakan indikator maju atau tidaknya demokrasi serta bisnis perdagangan internasional. Nah, kalau peran SB/SP akan diamputasi melalui pasal-pasal di RUU Cipta Kerja, sudah pasti demokrasi mengalami kemunduran.

 

“Termasuk jika kesepakatan perundingan kerja bersama (PKB) dengan perusahaan ikut dihapuskan dalam RUU Cipta Kerja, akan berpengaruh pada perjanjian perdagangan internasional,” ungkapnya.

 

Disampaikannya, sebenarnya potensi investor yang masuk ke Indonesia untuk kedepannya lebih orientasi ekspor. Sementara investor bidang ekspor ini sebenarnya sudah banyak mengedepankan hubungan yang harmonis dengan SB/SP.

 

Intinya, dalam proses perundingan Tripartit yang membahas RUU Cipta Kerja, Markus menyampaikan di kekuatan serikat buruh sektor formal memang masih kecil dalam pertemuan forum resmi. Tapi jangan sekali-kali meremehkan. Karena peran dan strategisnya sangat kuat, seperti dalam memajukan demokrasi. Serta menciptakan hubungan yang harmonis dalam agenda PKB di perusahaan.

 

Dijelaskannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang punya semangat memperbaiki kesejahteraan dan upah buruh menyambut bonus demografi 2030. Tapi sangat baik, RUU Cipta kerja yang sedang ditolak, pemerintah harus bisa menampung segala bentuk saran dan kritik buruh.

 

“Agar nantinya ketika disahkan tidak ada yang saling dirugikan dari semua kepentingan. Dan pada dasarnya KSBSI juga tidak pernah anti dengan investor tapi menganggap selama ini sebagai mitra,” jelasnya.

 

Berhubung dari awal  pembuatan RUU Cipta Kerja, SB/SP kecolongan dan tidak ada dilibatkan pemerintah, dia setuju pembahasan RUU tersebut harus dilakukan evaluasi ini. “Pemerintah harus bisa menjadi wasit yang adil, jangan tidak transparan. Supaya buruh kedepannya tidak melakukan aksi demo turun ke jalan, namun lebih mengedepankan agenda sosial dialog,” imbuhnya.

 

Terakhir, saat ini DPR sudah melanjutkan agenda pembahasan RUU Cipta Kerja, dia mendesak DPR  juga harus memihak kepentingan buruh dan tidak hanya memihak kepentingan pengusaha. KSBSI siap memberikan pemaparan ilmiah dari perspektif ketenagakerjaan jika dipanggil DPR.

 

“Sebab, beberapa pasal RUU Cipta Kerja yang ditolak buruh,  memang sangat fatal jika disahkan. Berdampak besar merugikan kesejahteraan buruh,” tandasnya. (A1)

Komentar