KSBSI.ORG: Jakarta-Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan baru saja memutuskan penerapan status Pembatasan Skala besar-Besaran (PSBB) akan kembali diperpanjang selama 14 hari. Kebijakan perpanjangan PSBB ini karena pemutusan rantai penyebaran wabah Corona ditengah masyarakat belum terbilang aman.
Baca juga: Aktivis Buruh Desak Evaluasi Pendidikan Online, Apa Sebabnya?,
Dia juga membeberkan,
telah melakukan koordinasi dengan sebelum memperpanjang status PSBB, sudah
melakukan koordinasi dengan pemerintah
pusat, khususnya dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi
dalam hal penanganan Covid-19.
“Berdasarkan data dan
perkembangan terakhir, kasus Covid-19 di DKI Jakarta telah mulai terkendali dan
mengalami penurunan. Tapi untuk daerah penyangga Bodetabek masih terbilang
rawan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis kemarin (24/9).
Setelah diterapkan PSBB
selama 12 hari, Anies mengatakan jumlah kasus Covid-19 memang masih ada.Tapi
secara perlahan, semakin berkurang menjadi 12 persen atau 1.453 kasus. Untuk
lebih menurunkan jumlah kasus wabah Corona, Pemvrov DKI pun akhirnya memutuskan
PSBB kembali diperpanjang sampai 2 minggu lagi.
Alson Naibaho Ketua
DPC Federasi Serikat Buruh KAMIPARHO Konfederasi Serikat Buruh Seluruh
Indonesia (FSB KAMIPARHO KSBSI) DKI Jakarta berpendapat kebijakan Anies
memperpanjang PSBB semakin menjadi polemic bagi buruh/pekerja yang bekerja di
sektor pariwisata seperti perhotelan, restoran dan hiburan.
Sebab, pada awal
penerapan PSBB di DKI Jakarta saja, banyak buruh menjadi korban pemutusan
hubungan kerja (PHK) dan yang dirumahkan. Sebenarnya setelah penerapan PSBB
pertama sudah selesai dan pemerintah
pusat menerapkan kebijakan ‘New Normal’, serta penerapan protokol kesehatan,
usaha bisnis di sektor pariwisata kembali menggeliat. Sebagian buruh yang
bekerja di sektor ini pun kembali dipekerjakan.
“Namun ketika Anies
Baswedan kembali menerapkan PSBB total jilid dua dan sekarang kembali
memperpanjang, saya mengkuatirkan bisnis di sektor usaha pariwisata kembali
ambruk dan akan menimbulkan kasus buruh ter-PHK dan dirumahkan,” ujarnya saat
diwawancarai lewat seluler, Jumat, 25 September 2020.
Contohnya, dia
menjelaskan, pada umumnya sektor usaha perhotelan di DKI Jakarta selama ini
sangat bergantung dengan lembaga/kementerian yang menggunakan ruangan dan kamar
untuk acara rapat/meeting. Memang, PSBB yang diterapkan hari ini ada sedikit
kelonggaran dan segala bentuk usaha pariwasata dibolehkan membuka usaha.
“Tapi kendalanya,
pemerintah sendiri sedang menerapkan kerja di rumah (WFH) buat seluruh ASN.
Jadi, otomatis, segala bentuk kegiatan pemerintah yang diadakan di hotel nyaris
tidak ada. Nah sudah pasti, pendapatan usaha hotel pasti ikut berkurang,”
jelasnya.
Tepatnya, Alson
menegaskan bahwa perpanjangan PSBB adalah kebijakan yang tidak populis. Sebab,
selama ini, langkah Pemprov DKI Jakarta hanya terlalu fokus mengatasi kasus
Covid-19. Sementara, penanganan buruh terkena PHK dan dirumahkan masih minim.
Termasuk program bantuan sosial untuk buruh yang ter-PHK dan dirumahkan dimasa
pandemi masih banyak yang belum tepat sasaran. Bahkan, dia melihat saat
penerapan PSBB, tingkat disiplinnya masih rendah, karena masih banyak terlihat
kerumunan masyarakat.
“Saran saya PSBB
sebaiknya tak usah diperpanjang. Jalankan saja penerapan new normal sambil
mematuhi protokol kesehatan. Supaya perekonomian kota Jakarta kembali bangkit
dan buruh bisa bekerja kembali,” lugasnya.
Sebelumnya,
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyampaikan bahwa kerugian
yang dialami mencapai Rp 85 triliun akibat dampak Covid-19. Sehingga, mau tidak
mau banyak pengusaha melakukan penghematan uang dan pengurangan tenaga kerja.
PHRI menilai
kebijakan efisiensi salah satu solusi kunci menyelamatkan 1,5 juta orang yang
bekerja di hotel dan restoran agar bisa selamat dari ancaman PHK dan
dirumahkan. Walau tak bisa dibantah, sebagian lainnya banyak yang terpaksa tidak
bekerja untuk sementara ini. (A1)