KSBSI Keberatan Dengan Wacana Skema JKP

KSBSI Keberatan Dengan Wacana Skema JKP

KSBSI.ORG: Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) merasa keberatan dengan wacana pemerintah dan DPR yang memasukan skema Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja. Sebab, potongan iuran upah untuk iuran asuransi JKP setiap bulan dinilai bisa menambah beban.

Baca juga:  Urusan Membela Buruh, LMPI Bogor Siap Mendukung FSB NIKEUBA , MA Berjanji Mencabut Pemblokiran Rekening KSBSI yang Dilakukan PN Jakarta Pusat, KSBSI Desak Pemerintah Jangan Memprioritaskan TKA Asal China Ditengah Pandemi,

Menurut Elly Rosita Silaban Presiden KSBSI, menyarankan ada baiknya pemerintah tidak lagi membuat kebijakan pemotongan upah buruh sesuai skema JKP. “Tapi saya berharap iuran ini dibayarkan APBN atau dibayarkan pengusaha tanpa memotong lagi dari tenaga kerja,” ujarnya, Senin, Jakarta (28/9).

 

Disatu sisi dia memahami, pengusaha memang akan keberatan ketika pemotongan iuran JKP 100 persen dibebankan ke mereka. Namun, karena wacana ini dimasukan ke RUU Cipta Kerja tanpa ada saling kominikasi, tentu akan menjadi masalah.  

 

“Kami meminta pemerintah bisa menerangkan implementasi dari JKP. Karena kita semua belum tahu, apakah JKP tersebut nantinya disalurkan tunai tiap bulan atau ada mekanisme lainnya,” ujarnya.

 

Termasuk dia juga mempertanyakan bagaimana kriteria orang yang akan menerimanya, lalu bekerja sama dengan siapa soal apakah mereka-mereka ini memang benar-benar korban PHK atau tidak kan seperti kemarin bantuan subsidi upah ini hanya dari BPJS.

 

Sebelumnya, Elen Setiadi staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan, selain transfer dana kas atau dana tunai perbulan. Jadi dengan adanya KJP dalam RUU Cipta Kerja mengharuskan pemerintah menyiapkan pendidikan untuk meningkatkan skill dan kapasitas pekerja.

 

"Peraturannya dan syarat-syaratnya tidak mudah, tidak seperti yang kita bayangkan semudah mendeskripsikan tulisan dan menjadi undang-undang nanti sanksinya seperti apa, fraudnya pasti ada, misalnya, lalu akan banyak kendala-kendala dan masalah-masalah yang akan kita terima terutama dari buruh yang tidak bisa mengakses atau mendapatkan asuransi ini," ungkapnya. (sumber:republika.co.id)

Komentar