Presiden KSBSI: Buruh Hanya Menolak UU Cipta Kerja, Tak Ada Mendesak Jokowi Mundur

Presiden KSBSI: Buruh Hanya Menolak UU Cipta Kerja, Tak Ada Mendesak Jokowi  Mundur

KSBSI.ORG: Elly Rosita Silban Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban mengatakan perlawanan hukum melalui judicial review dalam melawan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan langkah yang terbaik. Jadi, sikap penolakan terhdapa undang-undang ini tak hanya sebatas aksi demo buruh saja.

Baca juga:  KSBSI Resmi Bentuk Tim Kajian dan Hukum Uji Materi UU Cipta Kerja,

Menurutnya, walau pun dalam tuntutan aksi buruh, mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera mengeluarkan Perppu, sebagai pengganti UU Cipta Kerja, namun kebijakan ini sulit dikeluarkan. “KSBSI sudah siapkan materi judicial review ke MK. Langkah hukum ini kami lakukan karena banyak kepentingan kami tidak diakomodir dalam UU Cipta Kerja,” ujar Elly dalam diskusi yang digelar Indonesian Public Institute (IPI) bertajuk Pro Kontra Omnibus Law, Kepentingan Siapa? Pada Jumat (16/10).

 

Elly menambahkan, dalam aksi demo buruh tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, kemungkinan ada yang mencuri panggung. Oknum ini ingin cari nama. Mereka tidak benar-benar membawa aspirasi serikat pekerja dan mengawal nasib buruh agar diperhatikan.

 

“Demonstrasi kami para buruh, tidak sampai mendesak Pak Jokowi mundur. Saya menjamin demo para buruh tidak sampai melakukan pengrusakan, penjarahan, dan pembakaran. Kami garansi, tak ada bagian dari kami melakukan itu. Bahkan, kami pun tak pernah menyampaikan statement yang provokatif,” tandas Elly.

 

Tiga Kelompok Massa

 

Sementara itu, pengamat sosial politik, intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta menyayangkan aksi unjuk rasa buruh dan mahasiswa yang sejatinya dijamin UU justru diwarnai kekerasan ataupun serangan terhadap aparat keamanan dan perusakan fasilitas umum.

Stanislaus menduga, kekerasan dan serangan terhadap aparat keamanan dan perusakan fasilitas umum sudah direncanakan. Ini terlihat dari temuan adanya orang yang menyusup dalam kelompok buruh dan mahasiswa dengan membawa peralatan seperti besi panjang, batu, bahkan bom molotov.

“Mereka sengaja menciptakan kondisi kacau dan rusuh, dan mengarah kepada delegitimasi pemerintah,” nilainya.

 

Dia menilai, ada tiga kelompok dalam unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja yang terjadi di sejumlah kota di Indonesia. Pertama adalah mahasiswa dan buruh yang tujuan utamanya murni mengkritisi UU Cipta Kerja. Kedua adalah para pengikut, pengejar eksistensi, korban propaganda hoaks di media sosial yang didominasi oleh remaja-remaja, yang nyaris sebagian besar tidak paham konten UU Cipta Kerja. Kelompok kedua ini mudah diprovokasi untuk menyerang aparat.

 

Kelompok ketiga adalah penumpang gelap isu penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja untuk kepentingannya sendiri atau kelompok mereka. Aksi mereka mengarah kekerasan dan perusakan. Sedangkan narasi yang disampaikan melenceng dari UU Cipta Kerja. Seperti melengserkan presiden atau sentimen terhadap etnis tertentu.

 

“Bukti dari adanya kelompok ketiga ini adalah adanya penangkapan oleh Polri terhadap para pelaku, yang bukan berasal dari komponen buruh dan mahasiswa,” tandas Stanislaus. (sumber: inisiatifnews.com) 

Komentar