KSBSI.ORG: Jakarta-Bertempat di Hotel Balairung, Matraman Jakarta Timur, aktivis serikat buruh/pekerja yang tergabung dalam Aliansi Pekerja Buruh Garmen Alas Kaki dan Tekstil Indonesia (APBGATI) menggelar rapat kerja dengan tema ‘Membangun Sosial Dialog Melalui Joint APBGATI Bersama Asosiasi Pengusaha’. Agenda ini dilaksanakan dua hari, 11 sampai 12 November 2020, membahas isu dan penguatan konsolidasi buruh.
Baca juga: Respon KSBSI Jawa Tengah, Terkait Kenaikan UMP 2021 , Hari Ini Massa Buruh KSBSI Turun ke Jalan, Menolak UU Cipta Kerja , KSBSI Berkomitmen, Judical Review UU Cipta Kerja di MK Akan Berkualitas,
Sekadar tahu, APBGATI merupakan aliansi serikat pekerja/buruh
di sektor industri garmen, alas kaki dan tekstil. Tujuan didirikan aliansi ini
sebagai wadah pendidikan, advokasi serta peningkatan kualitas sosial dialog.
Serta menyikapi isu diseputar industri padat karya dan nasional yang berkaitan
dunia perburuhan.
Ary Joko Sulistyo Ketua Umum Federasi Serikat Buruh Garmen,
Kerajinan, Tekstil, Kulit dan Sentra Industri-Konfederasi Serikat Buruh Seluruh
Indonesia (FSB GARTEKS-KSBSI) mengatakan dengan terbangunnya APBGATI, diharapkan
semakin menambah solidaritas dan kekuatan menyikapi isu nasional dan global
tentang isu perburuhan.
Dalam agenda rapat kerja itu juga diantaranya hadir Elly Rosita
Silaban Presiden KSBSI, Ristadi Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional
(KSPN), Danang Girindrawardana Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Rizal
Rakhman Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). Oleh pihak panitia, mereka
juga diminta memberikan pemaparan diskusi mengenai dampak Covid-19 terhadap
industri garmen alas kaki dan tekstil.
Hasil agenda diskusi
itu pun akhirnya merekomendasikan tentang penyusunan agenda yang harus
dikerjakan dalam waktu dekat ini. Diantaranya:
1.
Sikap
APBGATI terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
2. Sikap APBGATI Terkait Surat Edaran
(SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/ 1 1/HK. A4/X/2020 tentang Penetapan Upah
Minimum Tahun 2021 dimasa pandemi Covid-19.
3.
Sikap
APBGATI terkait relokasi tgsl diwilayah wilayah industri baru
4.
Agenda
joint komitmen dengan membangun sosial dialog bersama APINDO, APRISINDO dan API
5.
Membangun
perwakilan APBGATI di tiap daerah
6.
Membahas
kelanjutan logo APBGATI
7.
Membahas
dan membuat rekening Bank atas nama APBGATI
8.
Penyusunan
statuta.
9.
Pembuatan
website APBGATI.
Hasil rekomendasi itu akhirnya juga dibentuk tim kecil untuk
membahas kelanjutan agenda yang telah disepakati. Adapun tim kecil ini direkomendasikan
dari perwakilan APBGATI diantaranya: Dion Untung Wijaya (TSK SPSI) Helmy Salim
(TSK KSPSI) Suhendi (SBSI 92) Benny Rusli (KSPN) Abdullah Affas (Sarbumusi) Ary Joko Sulistyo (FSB GARTEKS
KSBSI). Dan agenda pertemuan untuk pembahasan kelanjutannya disepakati pada 18
November 2020.
Helmy Salim perwakilan Tekstil Sandang Kulit Konfederasi Serikat
Pekerja Seluruh Indonesia (TSK KSPSI) mengatakan terbentuknya APBGATI merupakan
langkah yang baik menyatukan kekuatan buruh. Dia berharap agar setiap
perwakilan serikat pekerja/buruh yang telah membentuk wadah APBGATI, lebih
membela kepentingan buruh.
“Saya berharap APBGATI bisa membangun jaringan dari tingkat
nasional sampai internasional,” ujarnya saat diwawancarai.
Dia tak membantah ketika Indonesia terdampak pandemi
Covid-19, banyak buruh di sektor garmen, alas kaki dan tekstil menjadi korban
pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan. Tentunya menyelesaikan masalah
ini sulit kalau hanya ditangani aktivis buruh ditengah ancaman resesi
ekonomi.
“APBGATI harus bisa berinisiatif menciptakan sosial dialog.
Dengan mengajak duduk bersama perwakilan pemerintah, pengusaha seperti APINDO, API dan ASPRINDO mencari solusinya.
Sebab yang paling mengetahui masalah ini buruh dan pengusaha. Jadi mari kita
berdialog secara transparan,” ucapnya
Helmy juga menyampaikan APINDO beserta organsisasi pengusaha
lainnya harus komitmen dalam sosial dialog. Karena, banyak pengusaha
mengabaikan hak terhadap buruh yang terkena PHK dan dirumahkan ditengah
pandemi. Ada juga perusahaan tidak terdampak Covid-19, sengaja mengurangi
pekerjanya dengan memanfaatkan situasi. Sementara, pemerintah terkesan tidak
bersikap tegas.
Sementara Astrid perwakilan dari CNV International
mengapresiasi terbentuknya APBGATI ditengah kekuatan buruh yang kian melemah.
Karena minat pekerja untuk berserikat semakin menurun. Ditambah lagi, Covid-19
sangat berdampak pada industri garmen, alas kaki dan tekstil.
Untuk itu, sangat dibutuhkan pemecahan masalah ini secara
tepat, melalui dialog dan lobi dengan pemerintah, APINDO beserta organisasi
pengusaha lainnya. Dengan terbentuknya APBGATI, dia berharap posisi tawar
serikat pekerja/buruh menjadi wadah penyadaran buruh masuk organisasi buruh.
Sejauh ini, CNV International melihat perkembangan sosial
dialog mengalami kemajuan. Aktivis buruh tidak alergi lagi menyelesaikan
masalah perselisihan hubungan industrial
dengan pengusaha melalui non litigasi. Termasuk, pengusaha semakin membuka
pintu dan menganggap sosial dialog solusi yang efektif, tidak membuang waktu
dan tenaga.
“Terbentuknya APBGATI merupakan terobosan dan sejarah baru
yang sejalan dengan visi misi CNV International. Tentunya kami tetap mendukung
langkah APBGATI dalam memperjuangkan hak buruh,” ucapnya. (red)