KSBSI.ORG, Jakarta-Pemerintah melalui Menteri Perhubungan (Menhub) telah mengeluarkan keputusan resmi melarang masyarakat tidak mudik tahun ini, merayakan Hari Raya idul Fitri. Alasannya, situasi Indonesia masih terbilang darurat pandemi Covid-19. Namun, Sandiaga Uno Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) menyampaikan akan membuka objek wisata saat lebaran nanti dengan menerapkan protokol kesehatan (Prokes)
Baca juga: Sejarah Baru, Negara Qatar Terapkan Regulasi Upah Non Diskriminasi,
Tentu saja, 2 keputusan ini mendapat pertanyaan kritis
bagi masyarakat. Pasalnya, kalau tempat wisata dibuka, bisa berisiko besar,
karena mempercepat penyebaran virus corona akibat kerumunan yang ditimbulkan.
Sandia Uno juga menjelaskan bahwa larangan mudik dan pembukaan destinasi wisata
tidak bertolak belakang. Sebab sudah saling berkoordinasi dengan kedua
kementerian tersebut.
Trisnur Priyanto Sekjen DPP Federasi Serikat Buruh
Garmen, Kerajinan, Tekstil, Kulit dan Sentra Industri yang berafiliasi
Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (FSB GARTEKS-KSBSI) mengatakan
sikap pemerintah mengeluarkan keputusan larangan mudik tidak tepat. Namun
disatu sisi, Menteri Sandiaga justru tetap hiburan pariwisata pada perayaan
Idul Fitri nanti.
Dimasa pandemi Covid-19 pemerintah memang ketat
menerapkan Prokes untuk mencegah penyebaran virus Corona. “Namun saat
masyarakat memasuki lingkungan pariwisata kan tidak ada jaminan bisa di awasi
secara ketat oleh petugasnya untuk menjaga jarak. Dan bisa jadi menimbulkan
klaster baru Corona baru di lingkungan wisata,” ujarnya.
Artinya, kebijakan pemerintah dinilainya bertolak
belakang dan tidak ada sikap tegas. Sebab mereka yang mudik itu, hanya
berkerumunan di jalan saja waktu menuju
ke kampung halamannya. Namun kalau masyarakat yang melakukan kunjungan
wisata, pasti selalu berkerumun, seperti di lokasi pantai.
“Mudik itu bukan sekadar tradisi budaya lagi, tapi
sudah menjadi kebutuhan masyarakat yang merantau. Terutama menjalankan
kewajiban silaturahim kepada orang tua dan saudara lainnya,” kata Trisnur.
Nah, kalau buruh yang selama ini merantau bekerja dan
pulang muduk saat merayakan Idul Fitri, tentunya bisa menaikan roda ekonomi
saat tiba di kampung halamannya. Tapi kalau buruh dilarang mudik, dia
mengungkapkan daya beli masyarakat tidak ada peningkatan untuk masyarakat
desa.
“Secara psikologis buruh dirugikan lagi, kalau
pemerintah melarang masyarakatnya mudik. Sudah 2 tahun ini buruh kehilangan
kesempatan untuk bersilaturahim kepada keluarganya,” ungkapnya.
Intinya, Trisnur mengatakan keberatan jika pemerintah melarang mudik tahun ini, namun membuat membuka tempat wisata. “Kalau mau tegas, pemerintah sebaiknya melarang mudik dan menutup lingkungan wisata. Biar penyebaran Covid-19 bisa dihentikan semaksimal mungkin,” tandasnya. (AH)