KSBSI.ORG, Jakarta - Perubahan iklim semakin mengancam kelangsungan bumi, sementara komitmen global untuk menekan kenaikan temperatur pada ambang batas 1,5?C sampai 2030 belum menunjukkan progres yang berarti. Indonesia yang berada pada urutan penyumbang emisi terbesar ke-4 dunia (Carbon Brief, 2015) di nilai belum optimal menerapkan kebijakannya dan dinilai dalam kategori tidak memadai (highly insufficient).
Baca juga: Eksploitasi Pekerja Anak Secara Global Masih Tinggi ,
Di
sisi lain dari sorotan kebijakan tersebut, pemerintah Indonesia dianggap masih
mengabaikan kepentingan publik, selain lingkungan, akibat pengaruh banyak
faktor yang saling terkait, antara lain politik, ekonomi, oligarki dan
kurangnya kesadaran ekologis humanis. Kondisi ini tergambar lewat banyaknya
bencana alam yang terjadi di Indonesia pada periode tahun 2021 saja, dimana
ribuan rumah dan fasilitas umum rusak, 184 orang meninggal dan lebih 1 juta
orang mengungsi (BNPB 2021). Sebagian
besar mereka adalah buruh/pekerja yang tidak hanya kehilangan tempat tinggal
sekaligus tempat kerjanya dan sekaligus ancaman kehilangan masa depan anak
cucunya secara tragis.
Berkenaan
dengan peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh pada Sabtu, 5 Juni
2021, aliansi SP/SB Indonesia yang tergabung dalam 7 Konfederasi dan 17 federasi, meleburkan diri dalam sikap perduli
lingkungan sekaligus memberi tekanan pada beberapa elemen penting terkait aspek
ketenagakerjaan yang tidak terpisah dari hal itu dan meminta pemerintah Indonesia
melalui Kementerian Tenaga Kerja, untuk melakukan beberapa usulan konkrit
sebagai berikut:
1.
Segera
membentuk Komite Perubahan Iklim dan
Transisi Berkeadilan (Climate Change and Just Transition committee) secara
tripartit dengan komposisi 1:1:1. Komite ini diperlukan untuk menyikapi setiap
kebijakan perubahan iklim dan iklim usaha yang ada agar tidak merugikan bagi
ketenagakerjaan dan memastikan pekerjaan layak sebagai aspek prioritas di
dalamnya.
2.
Untuk
menyikapi rencana phase coal out (pengurangan fosil dengan pengakhiran tambang
batu bara pada tahun 2050), Kementerian Tenaga Kerja harus segera melakukan
pendataan akurat secara komprehensif atas jumlah dan lokasi perusahaan
batubara, jumlah buruh yang terimbas dan upaya-upaya untuk meminimalisir dampak
besar yang akan ditimbulkannya, terutama skenario transisi berkeadilan atas
bisnis dan pekerjaan yang akan hilang/berpindah akibat kebijakan tersebut.
Upaya tersebut harus melibatkan buruh/serikat buruh dan pengusaha sejak dini
untuk berdialok meminimalisir dampak negatif yang akan timbul di kemudian hari.
3.
Kementerian
Tenaga Kerja harus bersikap lebih jelas dan terlibat secara langsung atas
kebijakan NDC (Nationally Determined Contribution) periode 2021-2025 dan LTS LCCR (Long Term
Strategy Low Carbon Climate Resilience 2050). Dalam hal ini SP/SB menilai
ketidakseriusan pemerintah mengakomodir elemen Just Transition yang telah
dikomitmen-kan dalam preamble Paris Agreement dan Silesia Just Transition
Declaration 2018, dinilai dari minimnya pembahasaan Just Transition dalam kedua
dokumen penting negara tersebut dan tidak mencerminkan komitmen yang serius
mempersiapkan antisipasi atas dampak negatif yang ditimbulkan dalam detail
skenario pengurangan emisi karbon di 5 sektor prioritas. Upaya meminimalisir
dampak negative harus memuat prinsip-prinsip dasar Just Transition:
- akses
terhadap informasi bagi pelaku usaha dan buruh yang perusahaannya terimbas
kebijakan mitigasi, agar mengetahui sejak dini
- perlindungan
sosial bagi buruh yang kehilangan pekerjaan, di strukturisasi, dirumahkan
ataupun berkurang pendapatan akibat pekerjaannya yang terdampak
- skema
dan akses terhadap usaha kecil menengah, terutama informal bagi buruh yang
kehilangan pekerjaan dan tidak memungkinkan kembali bekerja
- dialok
sosial sebagai upaya mendapatkan solusi terbaik dengan pendekatan win win
solution apabila perusahaan tempat bekerja terimbas kebijakan mitigasi
-
fasilitas
training dan update skill bagi buruh yang berpotensi beralih pekerjaan.
4.
Kementeraian
Tenaga Kerja perlu menyusun program dan penganggaran, serta pembentukan divisi
yang membidangi issu ini untuk lebih kuat mengintervensi kebijakan yang ada
sekaligus menunjukkan komitmen yang jelas atas issu perubahan iklim dan
transisi yang adil, demi Indonesia yang lebih aman dengan jaminan pekerjaan
yang ramah lingkungan, sehingga setiap kebijakan yang ada dapat bersinergi
dengan prinsip tersebut.
5. Perlu
menindaklanjuti dokumen awal yang telah dirumuskan secara tripartit di Bogor
Desember 2019 (Bogor Declaration) agar memiliki panduan teknis pelaksanaan yang
lebih praktis dan implementataif.
Demikian
pernyataan sikap ini kami sampaikan sebagai bentuk keperdulian buruh atas
lingkungan yang lebih aman dan hijau, sekaligus bentuk dukungan penuh kepada
pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja yang menjadi payung perlindungan
buruh dalam mengiringi kebijakan global dan nasional terkait perubahan iklim.
Jakarta,
5 Juni 2021
1.
KSBSI
2.
KSPI
3.
KSPSI
(AGN)
4.
KSPSI
(Yorrys Raweyai)
5.
SARBUMUSI
6.
KSPN
7.
KSP
BUMN
8.
GSBI
9.
KAHUT
10.
SP KEP
KSPI
11.
SP KEP
KSPSI
12.
SPN
13.
SP PAR
14.
FARKES
15.
HUKATAN
16.
FPE KSBSI
17.
FSB LOMENIK
KSBSI
18.
FSB GARTEKS
KSBSI