Pemprov DKI Jakarta Terbitkan STRP Dimasa PPKM Darurat, Aktivis KSBSI: Belum Memihak Buruh

Pemprov DKI Jakarta Terbitkan STRP Dimasa PPKM Darurat, Aktivis KSBSI: Belum Memihak Buruh

KSBSI.ORG,Jakarta - Pemerintah sedang menjalankan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Pulau Jawa dan Bali. Untuk memutus penyebaran kasus Covid-19, dari 3 Juli-20 Juli 2021. Bagi buruh sebagian yang bekerja dimasa pandemi, keputusan ini dianggap tidak menguntungkan, seperti di Ibukota Jakarta. Karena akses jalan utama banyak ditutup sehingga menyulitkan mereka bekerja.

Baca juga:  Dilema Covid-19, PPKM Darurat Khusus, Presiden KSBSI: Buruh Kembali Terancam ,

Selain itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sudah membuat kebijakan baru Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP). Keputusan tersebut dibuat untuk pekerja yang akan keluar-masuk Kota Jakarta  selama pemberlakuan PPKM Darurat Khusus. Bagi pemohon yang ingin mengetahui informasi STRP bisa mengakses https://jakevo.jakarta.go.id

Bambang SY Ketua Bidang Konsolidasi Dewan Pengurus Pusat Federasi Serikat Buruh Niaga, Informatika, Keuangan, Perbankan dan Aneka Industri Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DPP FSB NIKEUBA KSBSI) mengatakan kebijakan STRP dinilainya belum memihak pada buruh. Disatu sisi, dia setuju kebijakan ini, kalau tujuannya memang menghentikan penyebaran Covid-19 di Ibukota Jakarta.

“Isi penjelasan STRP sudah saya baca. Tapi ada yang membuat saya keberatan karena ada dijelaskan pekerja yang boleh masuk ke Jakarta hanya pekerja sektor esensial dan kritikal. Atau tepatnya dalam keadaan penting dibutuhkan kantor,” ucapnya, saat diwawancarai melalui seluler, Jakarta, Senin (5/7/21).

Bambang menjelaskan, bahwa semua buruh yang domisilinya diluar Jakarta sangat penting masuk ke Jakarta kalau statusnya memang bekerja di Ibukota. Sebab, selama ini mereka banyak yang bekerja di sektor informal dan jasa seperti kuli bangunan serta buruh pabrik.

“Saya setuju saja kebijakan PPKM Darurat dan STRP di Jakarta kalau tujuannya memerangi wabah Corona. Namun kami sedih, saat ini banyak buruh tidak bisa bekerja akibat dipaksa tidak boleh masuk ke Jakarta. Sementara perusahaan meminta mereka wajb bekerja. Tentu saja ini sangat dilema,” jelasnya.

Dia juga berharap, kepada petugas Satgas Pencegahan Covid-19 agar bersikap bijak. Agar buruh yang domisilinya di Depok, Tangerang, Bekasi, Bogor yang memiliki keterangan bekerja dari perusahaan dimasa PPKM, sebaiknya dibolehkan masuk Jakarta. Menurutnya, kalau tidak diizinkan, bisa merugikan buruh, terutama urusan menafkahi keluarganya.

Bambang SJ khawatir, pasca penerapan PPKM Darurat bisa menambah beban baru bagi pemerintah, kalau segala aktivitas pekerja dibatasi dengan ketat. Karena, waktu terjadi gelombang pertama Covid-19 pada 2020, jutaan buruh korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dirumahkan dan pemotongan upah. Tapi ia berharap semoga tidak ada lagi kasus ledakan pengangguran ditengah meningkatnya korban Corona.

“Hari ini saja saya sudah menerima telepon dari anggota kami yang bekerja dibeberapa perusaahan. Mereka menyampaikan sangat kesulitan masuk ke Jakarta untuk bekerja,” pungkasnya.

Dia meminta pemerintah dalam memutuskan soal pandemi Covid-19 sebaiknya melibatkan semua unsur untuk berdialog bersama. Contohnya, soal Pemprov DKI Jakarta menerbitkan STRP dianggapnya tidak ada melibatkan aktivis perwakilan serikat buruh.

“Apa susahnya sih Gubernur DKI Jakarta mengajak pengusaha dan aktivis buruh duduk bersama untuk berdialog dalam upaya mencari solusi. Kami tidak mau trauma lagi seperti kejadian tahun kemarin. Ratusan ribu buruh kehilangan pekerjaan dan serikat buruh kehilangan anggota,” ucap Bambang.

Artinya, Bambang menilai sejak Indonesia ditetapkan status pandemi Covid-19, pemerintah pusat dan daerah masih minim melibatkan serikat buruh. Justru banyak kebijakan sepihak yang dikeluarkan namun ujung-ujungnya buruh menjadi korban.

“Kami tak mau lagi mendengar, seandainya pasca pemberlakuan PPKM ada terjadi imbas PHK besar-besaran dan semua pihak saling menyalahkan. Pengusaha tidak mau disalahkan, pemerintah pun terkesan lepas tangan dan buruh akhirnya hanya menjadi tumbal kebijakan,” tandasnya. (A1)

            

Komentar