KSBSI.ORG, Tangerang-Erwinanto Wakil Ketua Bidang Konsolidasi Dewan Pengurus Cabang Federasi Serikat Buruh Garmen Kerajinan Tekstil Kulit dan Sentra Industri Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DPC FSB GARTEKS KSBSI) Kabupaten Tangerang Raya Banten, menilai kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat membawa dilema. Pasalnya, bisa dimanfaatkan ‘pengusaha nakal‘, mengurangi jumlah buruh bekerja dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Baca juga: Tertarik Program 1 Juta Sarjana, Daftar Segera Disini,
Seminggu setelah penerapan PPKM Darurat,
pihaknya sudah mendapatkan pengaduan dari anggota yang bekerja di dua perusahaan.
Laporan pertama, mereka mengatakan perusahaan telah membuat kebijakan dengan
membatasi jumlah buruh bekerja di perusahaan atau tepatnya dirumahkan.
“Alasan buruh dirumahkan karena pihak
manajemen mengikuti aturan PPKM Darurat. Tapi yang jadi persoalan, pembatasan jumlah
bekerja ini berdampak pengurangan upah pada buruh tiap bulan,” ucapnya, saat
diwawancarai melalui seluler, Rabu (14/7/21).
Laporan kedua, pihak perusahaan telah
melayangkan surat pemberitahuan kepada buruh. Bahwa selama pemberlakuan PPKM
Darurat ini, gaji mereka hanya mendapatkan 90 persen saja. Artinya, kebijakan
nasional ini menjadi beban berat pengusaha. Serta bayangan ancaman buruh
masalah kasus PHK besar-besaran.
Sebelumnya, Ida Fauziyah Menteri
Ketenagakerjaan (Menaker) telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Surat Edaran
(SE) Nomor M/9/HK.04/VII/2021 terkait pemberlakuan PPKM Darurat mulai 3-20 Juli 2021 di Pulau Jawa dan Bali.
Dalam surat itu, ia menghimbau ke pengusaha agar tidak ada lagi kasus PHK.
Ia juga meminta kepada para gubernur agar setiap
pelaku usaha diwilayahnya menjalankan penerapan protokol kesehatan (Prokes)
ditempat kerja. Serta mematuhi aturan PPKM Darurat. Artinya, semua harus
mematuhi aturan yang dibuat tidak dimanfaatkan dan menambah masalah
ketenagakerjaan.
Ida Fauziyah memahami kondisi pandemi
Covid-19, sedang tidak menguntungkan bagi buruh/pekerja dan pengusaha. Karena
itulah, solusi yang terbaik adalah tetap mengedepankan dialog bipartit antara
pengusaha dengan buruh untuk mencari jalan tengah.
Menyikapi itu, Erwinanto menganggap
kebijakan SE ini kemungkinan bisa dilanggar banyak perusahaan. Pengusaha saja
bisa beralasan, kebijakan PPKM Darurat telah mengurangi banyak produksi bekerja
buruh, karena adanya pembatasan aktivitas. Sehingga memengaruhi keuntungan
perusahaan.
“Kami memprediksi paska pemberlakuan PPKM
Darurat di Pulau Jawa dan Bali ini, kemungkinan terjadi lagi kasus PHK
besar-besaran. Walau tujuan PPKM Darurat sangat baik menghentikan penyebaran
Covid-19 dan menyelamatkan nyawa manusia” jelasnya.
Pihaknya juga mengingatkan kepada
pemerintah agar program bantuan sosial (Bansos) selama penerapan PPKM Darurat tepat
sasaran. Sebab, saat terjadi gelombang
pertama pandemi Covid-19, bantuan tersebut justru banyak tidak diterima bagi
yang berhak mendapatkannya.
“Tahun kemarin, banyak masyarakat miskin
dan buruh yang kehilangan tidak terdata sebagai peserta Bansos. Malah, fakta
yang kami lihat dilapangan, banyak penyimpangan anggaran Bansos,” tegasnya.
Terakhir, dia menyampaikan gelombang kedua
pandemi Covid-19 diluar dugaan masyarakat Indonesia, bahkan ancamannya lebih
mengerikan dari sebelumnya. Apalagi pada awal 2021 ini, Presiden Joko Widodo
(Jokowi) telah mencanangkan tahun ini kebangkitan pemulihan ekonomi.
“Tapi apa daya, gelombang kedua wabah
Corona terjadi lagi, hingga perekonomian negara kemungkinan sulit bangkit.
Sementara lapangan kerja masih sedikit terbuka dan jutaan buruh ter-PHK dampak
pandemi masih banyak belum teratasi pemerintah,” ujarnya.
Ia berharap, sebaiknya semua saling berdoa
agar pandemi Covid-19 segera berakhir. Tidak lagi saling menyalahkan. Dan ada
baiknya pemerintah harus intens melibatkan perwakilan serikat buruh/pekerja
untuk duduk berdialog mencari solusi ketenagakerjaan.
“Kami juga meminta dimasa pandemi ini
jangan membuat lagi kebijakan atau regulasi yang semakin menyengsarakan buruh,”
lugasnya. [A1]