KSBSI.ORG, Garut - Carlos Rajagukguk Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Federasi Serikat Buruh Niaga, Informatika, Keuangan, Perbankan dan aneka Industri (DPP FSB NIKEUBA) mengatakan gelombang kedua Covid-19 yang terjadi tahun ini berdampak ke semua sektor. Termasuk di dunia ketenagakerjaan. Ia berharap, pandemi yang sedang terjadi bisa disikapi dengan kepala dingin.
Baca juga: Kebijakan Program Vaksinasi Berbayar ‘Gotong Royong’ Dinilai Tidak Tepat , Sekjen KSBSI: Buruh Harus Siap Hadapi Transisi Revolusi Industri 4.0,
“Dampak Covid-19 sangat berdampak
pada buruh. Karena menyebabkan kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), buruh
dirumahkan serta terjadi pengurangan jam kerja sehingga upah berkurang. Bahkan
anggota kami pada tahun lalu, banyak juga terkena dampaknya,” ucapnya saat
diwawancarai melalui seluler, Selasa (20/7/21).
Sarannya, ditengah pemerintah
menjalankan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat untuk
menghentikan penyebaran virus Corona, pengusaha tidak langsung melakukan PHK. Kalau
perusahaan membuat kebijakan pengurangan jumlah pekerja, karena alasan krisis
keuangan, sebaiknya upayakan dulu berdialog dengan perwakilan serikat buruh
untuk mencari solusi.
“Saya berharap buruh tidak langsung
di PHK. Tapi ada baiknya perusahaan membuat kebijakan pengurangan jam kerja
kepada buruh, walau langkah pahitnya upahnya berkurang. Karena ditengah masa sulit
pandemi ini, mereka memang tak ingin
kehilangan pekerjaan,” terangnya.
Kepada pemerintah, Carlos berharap
supaya intens mengajak perwakilan serikat buruh/pekerja melakukan dialog.
Pasalnya, tahun lalu lebih dari 3 juta buruh kehilangan pekerjaan dampak dari Covid-19.
Dan sampai sekarang belum ada solusi kongkrit dari pemerintah agar buruh
mendapatkan lapangan pekerjaan.
“Saya khawatir gelombang kedua
Covid-19 ini bisa terjadi lagi PHK besar-besaran dan semoga tidak terjadi.
Cukup tahun lalu saja,” ungkapnya.
Semua memang dalam kesulitan. Karena
itulah, dia berhararap perwakilan pemerintah, pengusaha dan serikat buruh menjalankan
dialog sosial. Semua harus bisa duduk bersama dan menyelesaikan dengan kepala
yang dingin. Tidak perlu lagi berdebat panjang kalau ujung-ujungnya tak ada
solusi dan buruh semakin banyak ter-PHK.
“Sejauh ini Kementerian
Ketenagakerjaan sudah ada upaya mengatasi ledakan kasus PHK, tapi saya nilai
belum terlalu optimal,” terangnya.
Selain itu perlindungan kesehatan dan
jaminan sosial kepada buruh ditengah Covid-19 harus ada kepastian. Sebab, pemerintah
dinilainya lemah mengawasi penyebaran virus berbahaya ini dilingkungan
pekerjaan. Ada beberapa sektor pekerjaan, yang berpotensi penyebaran Covid-19.
Tapi buruhnya masih leluasa bekerja di
pabrik, tanpa ada pengawasan ketat dari pemerintah.
“Kalau alasan pemerintah kekurangan tim
pengawasan, saya nilai ini sangat berbahaya. Penyebaran virus ini sulit
dihentikan dan semakin banyak yang terpapar, termasuk keluarga dan teman-teman
dilingkungannya. Bahkan, ada buruh terpaksa bekerja dalam keadaan sakit demi menafkahi
keluarganya serta takut kena PHK,” ungkap Carlos.
Carlos menegaskan saling bersinergi
itu sangat penting menghadapi pandemi yang belum tahu kapan segera berakhir. Misalnya
kalau serikat buruh tahu ada anggotanya terpapar Covid-19 di perusahaan dan
melaporkannya, pihak pengawas ketenagakerjaan pemerintah harus bergerak cepat
bertindak. Jadi, yang dibutuhkan saat ini memang harus ada komitmen bersama mengatasi
Covid-19.
“Salah satunya terus bersama-sama melakukan
kampanye protokol kesehatan (Prokes) ketat dilingkungan kerja. Kalau ada
perusahaan tidak menjalankan Prokes secara disiplin harus ada sanksi tegas,” lugasnya.
Terakhir, dia menyarankan win-win
solution (jalan tengah) melalui dialog sosial merupakan langkah bijak yang
harus dijalankan pemerintah, pengusaha dan serikat buruh. Sebab, dampak
Covid-19 membuat semuanya terpuruk. “Jadi tidak perlu lagi saling menyalahkan.
Solusi tidak merugikan sepihak yang kita butuhkan dimasa sulit ini,” tandasnya.
(A1)