Aktivis Buruh: PPKM Darurat Perlu Dikaji Ulang

 Aktivis Buruh: PPKM Darurat Perlu Dikaji Ulang

Trisnur Priyanto S.H : Sekretaris Jenderal DPP FSB GARTEKS KSBSI

KSBSI.ORG, Jakarta - Pemerintah kembali melanjutkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4, 3, dan 2 dari tanggal 10 sampai 16 Agustus 2021 diwilayah Pulau Jawa dan Bali. Keputusan ini diambil untuk mencegah penyebaran Covid-19 yang saat ini masih mengancam kesehatan dan nyawa manusia.

Baca juga:  Tak Mau Menyerah, Kader F Lomenik KSBSI Pasuruan Buka Usaha Batik Dimasa Pandemi ,

Luhut Binsar Pandjaitan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi mengatakan perpanjangan PPKM Darurat sudah sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia menjelaskan bahwa kebijakan tersebut dilakukan karena Indonesia kembali mengalami lonjakan kasus Covid-19 varian Delta.

“Waktu meningkatnya kasus Covid-19 varian Delta tidak disertai perbaikan fasilitas kesehatan. Sehingga tingkat kematian virus Corona tinggi. Angka kematian masih tinggi sejak ditetapkannya PPKM Darurat sampai sekarang. Dalam 25 hari terakhir jumlah pasien Covid-19 yang meninggal dalam sehari bertambah lebih dari 1.000 orang,” ucapnya, Senin (9/8/2021).

Trisnur Priyanto S.H Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat DPP Federasi Serikat Buruh Garmen, Kerajinan, Tekstil, Kulit dan Sentra Industri-Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DPP FSB GARTEKS KSBSI) mengatakan perpanjangan PPKM Darurat yang terbaru ini dinilainya pemerintah mulai memberi kelonggaran bagi masyarakat. Karena aktivitas roda bisnis perlahan mulai bergerak lagi.

Namun Trisnur mengatakan kebijakan ini membawa dampak tidak baik pada sektor bisnis dan pekerja. Karena aka nada lagi kasus buruh terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan dirumahkan. Bahkan, Badan Pusat Statistik (BPS) juga belum ada memberi keterangan resmi, tentang jumlah buruh yang kehilangan pekerjaan saat penerapan PPKM Darurat.

“Kebijakan PPKM Darurat tujuannya baik dalam mengurangi penyebaran Covid-19. Tapi disisi lain tidak memberikan solusi persoalan ekonomi. Banyak pelaku bisnis menjerit dan buruh ter-PHK, makanya perlu dikaji ulang,” ucapnya, di Cipinang Muara Jakarta Timur, Selasa (10/8/21).

Covid-19 yang melanda dunia belum tahu kapan berakhir. Sementara, pandemi ini banyak negara mengalami krisis ekonomi, termasuk Indonesia. Ditengah ketidakpastian itu, ia mengusulkan pemerintah segera menghidupkan sektor lahan pertanian dan manufaktur. Menurutnya, 2 sektor ini dibutuhkan untuk menghidupkan perekonomian rakyat.

“Pandemi Covid-19 tak hanya menghancurkan dunia usaha. Tapi juga mengancam krisis pangan. Sebaiknya pemerintah harus sudah fokus membuka lahan pertanian desa, sehingga penyerapan tenaga kerja kembali terbuka bagi buruh yang sudah ter-PHK,” ungkapnya.

Dialog

Lanjutnya, dimasa pandemi ini pemerintah lebih banyak membuat aturan, tapi minim solusi. Sebab PPKM Darurat berimbas daya beli masyarakat menurun. Kalau pun pemerintah mau membuat aturan tegas mengatasi Covid-19 idealnya harus dilakukan lockdown. Artinya, segala aktivitas masyarakat berhenti total sampai batas waktu yang ditentukan.

Selain itu, kalau kebijakan lockdown sesuai Undang-Undang Karantina dijalankan resikonya memang berat. Segala kebutuhan logistik masyarakat dan hewan ternaknya harus ditanggung pemerintah. Namun berhubung pemerintah setengah hati, akhirnya penanggulangan Covid-19, sebagian dibebankan pada pemerintah daerah (Pemda), sehingga kurang efektif dijalankan.

“Program bantuan sosial (Bansos) yang diberikan dimasa pandemi ini kepada masyarakat sering tidak tepat sasaran serta banyak syarat yang harus dipenuhi. Sehingga bagi rakyat kecil yang tak mendapatkannya mengeluh. Dan menganggap kebijakan PPKM Darurat tak bermanfaat, karena menghalangi mereka mencari nafkah,” jelasnya.

Selain itu, saat penerapan PPKM Darurat, dia melihat masih banyak buruh yang bekerja di pabrik. Pengusahanya banyak tidak menaati aturan untuk mengurangi jumlah buruh bekerja dalam menghentikan penyebaran Covid-19. Tegasnya, peraturan yang dibuat tidak sesuai fakta dilapangan. Sehingga, buruh di pabrik saat ini berpotensi menjadi kluster korban tertinggi kasus Covid-19.

“Saya memahami posisi Jokowi serba dilematis mengatasi pandemi ini. Apalagi virus Covid-19 yang kembali meledak pada Juli kemarin membuat kondisi ekonomi terpuruk lagi. Jadi, dia memang hati-hati mengambil kebijakan. Kalau salah keputusan risikonya berat, beliau akan dihantam lawan politiknya dan bisa terjadi kerusuhan nasional,” jelasnya.

Trisnur berharap dimasa sulit ini, ada baiknya Presiden Jokowi lebih banyak mengajak dialog semua lintas masyarakat untuk mendengarkan langsung keluhan yang terjadi. Program Bansos boleh saja berjalan. Tapi masyarakat terdampak pandemi harus diberikan modal dan pembinaan buka usaha kecil serta laporannya harus transparan.

Intinya, ledakan Covid-19 varian Delta yang terjadi lagi tahun ini memupuskan harapan pemerintah untuk target pemulihan ekonomi. Kemungkinan besar jumlah pengangguran bakal meningkat dan daya beli masyarakat menurun. Karena itu, pemerintah harus fokus pada perekonomian rakyat dengan menghidupkan kembali sektor pertanian dan manufaktur.     

Terakhir, dia menyampaikan dalam mengatasi pandemi Covid-19, Presiden Jokowi harus bisa membuat aturan satu pintu. Jadi setiap kementerian yang ditunjuk satuan tugas (Satgas) Covid-19 tidak saling tumpang tindih.

“Kalau saya lihat sampai hari ini setiap lembaga negara belum ada satu koordinasi yang rapi dalam penanganan Covid-19. Semua kementerian masih terkesan jalan masing-masing. Bahkan ada satu kementerian justru lebih mendominasi,” tandasnya. (A1) 

Komentar