KSBSI.ORG, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan segera berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan terkait tarif angkutan barang. Hal tersebut sebagai tindak lanjut Kemnaker setelah menggelar pertemuan dengan sejumlah kurir/driver e-commerce.
Baca juga: Komitmen Sosial Dialog SP SB, APINDO dan KEMENAKER di masa Covid 19,
Ida Fauziyah Menteri
Ketenagakerjaan (Menaker) menyatakan bahwa pola kemitraan akan dievaluasi dan
dikaji lebih mendalam agar posisi tawar driver terhadap aplikator maupun
perusahaan jasa pengantar barang dapat lebih setara.
"Hubungan kemitraan jangan
sampai membatasi hak dan keselamatan kerja para driver," ucapnya, Kamis kemarin
(12/8/2021) di Jakarta.
Menurutnya, jam kerja yang
panjang dapat menyebabkan driver rentan kecelakaan, dan tarif antar yang minim
membuat mereka sering bekerja di luar kapasitas normal sebagai manusia.
"Perlindungan terhadap
mereka sama pentingnya dengan perlindungan terhadap para konsumen
e-commerce," ucapnya.
Sebelumnya, Kemnaker menggelar
pertemuan dengan sejumlah kurir/driver e-commerce pada Kamis (12/8/2021) secara
virtual. Pertemuan ini merupakan respons Kemnaker atas petisi di change.org
yang berjudul "Menaker Ida, Tolong Lindungi Kurir e-commerce, Mereka Belum
Aman dan Sejahtera". Hingga hari ini petisi itu didukung oleh 6563 orang.
Dalam dialog yang berlangsung
sekitar selama 2,5 jam itu, para kurir didampingi sejumlah organisasi dan
akademisi. Di antaranya adalah Emancipate.id, Asosiasi Driver Online, TURC,
Lalamok, Serikat Pekerja 4.0 serta sejumlah akademisi dari Universitas Gadjah
Mada.
Dari pihak Kemnaker hadir dalam
pertemuan tersebut di antaranya Sekretaris Jenderal Kemnaker, Anwar Sanusi;
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan, Indah Putri Anggoro; Direktur Bina Pemeriksaan Norma
Ketenagakerjaan, Yuli Adiratna; dan Staf khusus Menaker, Dita Indah Sari.
Pada pertemuan tersebut, sejumlah
keluhan para driver mengalir dan ditanggapi oleh Kemnaker. Keluhan itu mulai
dari persoalan minimnya tarif per km yang mereka terima, jam kerja yang panjang
(10-12 jam), perlakuan konsumen yang tidak bersahabat, pola kemitraan yang
tidak sehat, ketiadaan regulasi yang melindungi mereka, hingga perjanjian kerja
yang hanya berbentuk lisan dan banyak lagi. (A1)