KSBSI.org, Aktivis buruh migran yang mengatasnamakan Koalisi Advokasi Pembebasan Biaya Penempatan (KAPBP) menyampaikan sikap kritis kepada Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) yang dipimpin Benny Ramdhani. Mereka menolak Peraturan Kepala BP2MI No.214/2021 tentang Petunjuk Teknis Pembebasan Biaya Penempatan Melalui Skema Kredit Usaha Rakyat dan Kredit Tanpa Agunan sebagai solusi Pembebasan Penempatan PMI.
Baca juga: LKS Tripartit Nasional Dukung Pemerintah Atasi Pandemi Covid-19, Komitmen Sosial Dialog SP SB, APINDO dan KEMENAKER di masa Covid 19,
Yatini
Sulistyowati Departemen Buruh Migran Konfederasi Serikat Buruh Seluruh
Indonesia (KSBSI) mengatakan peraturan yang baru terbit ini bertentangan dengan
Undang-Undang No.18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia
(UUPPMI).
“Dalam
Pasal 30 di undang-undang tersebut sudah jelas ditegaskan bahwa ‘Pekerja Migran
Indonesia (PMI) tidak dapat dibebani biaya penempatan,” ucapnya mewakili KAPBP,
di Cipinang Muara, Jakarta Timur, Kamis (26/8/2021).
Lanjutnya,
dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang No.15
Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Dimana berbunyi ‘ Kekuatan hukum
peraturan perundang-undangan sesuai hierarki perundang-undangan (1).
Kemudian,
pada bagian penjelasan pasal 7 ayat (2) juga dijelaskan, bahwa ‘Dalam ketentuan
ini yang dimaksud dengan hierarki adalah perjenjangan setiap jenis peraturan
peundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan
yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
“Atas
dasar tersebut KAPBP bersama serikat pekerja dan Civil Society (CSO) yang ada
didalam dan luar negeri menyatakan menolak Keputusan BP2MI Nomor 214/2021,”
tegasnya.
Yatini
juga memaparkan bahwa kebijakan yang diterbitkan Benny Ramdhani juga
bertentangan dengan peraturan BP2MI No. 09/2020 tentang Pembebasan Biaya
Penempatan PMI. Dimana membebaskan 10 jenis pekerjaan. Yaitu pekerja rumah
tangga (PRT) pengasuh bayi, pengasuh lanjut usia, juru masak, supir keluarga,
perawat taman, pengasuh anak, petugas kebersihan, pekerja ladang/perkebunan dan
awak kapal perikanan migran yang dipekerjakan diperairan internasional.
Selanjutnya,
terdapat muatan materi yang kontradiksi antara pernyataan resmi (diktum) satu
dengan lainnya, yang menghilangkan tanggung jawab pemerintah pusat. Serta
daerah dalam pembiayaan penempatan PMI, sebagaimana disebutkan:
-
Diktum kedua yang mengecualikan pembebasan biaya PMI dengan jenis pekerjaan
petugas kebersihan, pekerja ladang dan awak kapal perikanan.
-
Diktum keempat yang berbunyi ‘Komponen biaya penempatan ditanggung oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah (biaya pelatihan) atau pemberi kerja
(a.tiket keberangkatan, b. tiket kepulangan, c. visa kerja, d. legalisasi
perjanjian kerja, f. sertifikasi kerja, g. jasa perusahaan, h. pergantian
paspor, i. surat keterangan catatan kepolisian, j. jaminan sosial PMI, k.
pemeriksaan kesehatan dan tambahan m. akomodasi.
-
Diktum kedelapan yang berbunyi ‘Komponen dan besaran pembiayaan penempatan PMI
difasilitasi melalui pinjaman Kredit Tanpa Agunan (KTA) atau Kredit Usaha
Rakyat (KUR) dari Bank BUMN atau Bank Pembangunan Daerah, tanpa menjelaskan
komponen biaya yang difasilitasi dari utang.
-
Diktum kesembilan, mendalihkan pacemi Covid-19 sebagai alasan pemerintah pusat
dan daerah tidak dapat melaksanakan, menganggarkan biaya pelatihan untuk calon PMI, bukanlah alasan yang tepat. Karena
biaya pelatihan bersumber dari anggaran pendidikan.
-
Diktum kesebelas, pemberi kerja wajib mengganti biaya yang sudah dikeluarkan
oleh PMI dengan mekanisme reimbursement, menyalahi kebiasaan internasional yang
sudah berlangsung. Yaitu kebiasaan pemberi kerja membayar biaya perekrutan
terlebih dahulu.
-
Membuka peluang terjadinya kredit macet karena relasi kuasa yang timpang antara
pemberi kerja dengan PMI tempat kerja.
-
Aturan yang berlaku di Indonesia tidak mengintervensi aturan di luar negeri,
sehingga tidak dapat dilaksanakan di luar negeri.
-
Terdapat perbedaan biaya akomodasi di Balai Latihan Kerja (BLK) sebesar Rp.
75.000 dan masa tunggu sebesar Rp. 150.000.
-
Terdapat kenaikan biasa jasa perusahaan penempatan PMI sebesar 8,334,000.
Padahal menurut UU PMI, perusahaan tidak lagi dibebani kegiatan
perekrutran.
Menyikapi masalah ini, KAPBP mendesakmagar pemerintah pusat dan
daerah segera melakukan beberapa hal:
1.
Segera mencabut dan menarik keputusan Kepala BP2MI Nomor 214/2021 Tentang
Petunjuk Pembebasan Biaya Penempatan Pekerja Migran Indonesia dan Intruksi
Kepala BP2MI Nomor 02/2021 tentang Penerbitan Surat Rekomendasi Pengajuan
Kredit Tanpa Agunan Pekerja Migran Indonesia oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis
Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia .
2.
Kepala BP2MI harus melihat kembali 2 kebijakan tersebut dengan melibatkan
organisasi buruh migran dan CSO.
3.
Komisi IX DPR RI harus segera memanggil Kepala BP2MI untuk melakukan evaluasi atas kebijakan yang bertentangan
dengan mandat UU Nomor 18/2017 tentang Pelindungan PMI. Termasuk mendesak
penjelasan atas janji pembebasan biaya penempatan PMI.
4.
Komisi IX DPR RI juga harus segera menentukan dan memastikan alokasi anggaran
pelatihan untuk calon PMI, yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan
daerah.
Adapun
aliansi yang tergabung dari KAPBP adalah Serikat Buruh Migran, KSBSI, Jaringan
Buruh Migran, Ikatan Persaudaraan Pekerja Migran Indonesia, IP2MI Singapura,
Persatuan Pekerja Rumah Tangga Indonesia Migran, PERTIMIG Malaysia. (A1)