Dampak PPKM, Buruh di Jawa Tengah Banyak Mengalami Pengurangan Upah

Dampak PPKM, Buruh di Jawa Tengah Banyak Mengalami Pengurangan Upah

foto istimewa

KSBSI.org, Toto Susilo Sekretaris Wilayah Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Provinsi Jawa Tengah mengatakan imbas Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) tak hanya membawa imbas roda perekonomian yang semakin lesu. Tapi juga berdampak pada buruh yang terpaksa dirumahkan oleh perusahaan, sehingga mengalami pengurangan upah.

Baca juga:  Di PHK, Ini Klarifikasi Pembelaan Hasian Marbun Ketua PK F Hukatan KSBSI PT LPPPI Tanjab,

“Salah satu industri yang berdampak dari kebijakan PPKM di Jawa Tengah adalah buruh yang bekerja di sektor Tekstil, Garmen, Sepatu dan Alas Kaki (TGSL). Banyak buruh di sektor ini  terpaksa diliburkan dan mereka bekerja tidak penuh selama 1 bulan,” ucapnya di Cipinang Muara Jakarta Timur (6/9/2021).

Kata Toto Susilo, ada beberapa perusahaan sektor industri TGSL diwilayah Jawa Tengah menerapkan aturan pembatasan jumlah buruh yang bekerja dilingkungan perusahaan selama PPKM. Dimana tujuannya untuk mencegah penyebaran Covid-19. Jadi, buruh mau tidak mau terpaksa harus diliburkan sementara sampai menunggu wabah virus Corona mereda.

“Mirisnya, buruh yang diliburkan ini gaji mereka terpaksa dibayar tidak penuh sesuai aturan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), hanya diberikan setengah. Karena prinsip pengusaha itu kan ‘no work, no pay’ atau tidak bekerja, tidak ada upah,” ungkapnya.

Lanjutnya, salah satu contoh pengurangan jumlah buruh selama PPKM itu terdapat di Kabupaten Jepara. Didaerah ini, ada 3 perusahaan besar dan jumlah buruhnya diatas 10 ribu orang  yang meliburkan sebagian pekerjanya. Termasuk, gaji mereka hanya diterima separuh selama 1 bulan. Bahkan, sejak Indonesia terkena pandemi Covid-19 awal Maret 2020, banyak buruh kehilangan pekerjaan.

“Hasil survey kami beberapa waktu lalu, di Kabupaten Jepara ada 800 orang lebih berhenti bekerja dari perusahaan. Akibat kontrak kerjanya tidak diperpanjang dengan alasan PPKM. Belum lagi didaerah kabupaten/kota lainnya pasti kasusnya banyak yang sama,” terangnya.

Sejauh ini, pihaknya sedang mengupayakan berdialog dengan instansi terkait permasalahan yang terjadi. Seperti dengan Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) tingkat kabupaten/kota. Termasuk sudah mengirimkan surat resmi audiensi dengan Gubernur Jawa Tengah dan sedang diatur jadwal pertemuannya.

“Mudah-mudahan saja jadwal pertemuan bisa cepat dengan Gubernur Jawa Tengah. Supaya kami bisa menyampaikan persoalan buruh akibat dampak PPKM serta memberikan solusinya,” kata Toto Susilo.

Disatu sisi ia menilai penerapan PPKM di Jawa Tengah memang ada baiknya. Sebab, buruh banyak juga menjadi korban dan harus mendapat perawatan dari tenaga kesehatan (Nakes). Dan kerjasama antara perusahaan dengan buruh pun sangat efektif dalam menerapkan protokol kesehatan (Prokes) di lingkungan perusahaan.    

Terakhir dia menyampaikan agar pemerintah memperhatikan nasib buruh yang terdampak Covid-19 di Jawa Tengah. Contohnya, dalam program bantuan sosial (Bansos), masih banyak pekerja yang belum mendapat bantuan yang selayaknya. Atau tepatnya program bantuan tersebut terbilang belum tepat sasaran. (A1)

 

Komentar