KSBSI.org, JAKARTA- Ida Fauziyah Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) berharap kepada aktivis pekerja/buruh perempuan di serikat buruh untuk terlibat membela kesejahteraan buruh. Termasuk memperjuangkan hak kesetaraan gender di perusahaan. Sehingga tak ada lagi praktik kekerasan seksual dan diskriminasi di lingkungan kerja. Hal ini disampaikannya dalam agenda “Dialog Menteri Ketenagakerjaan dengan Pimpinan Perempuan Serikat Pekerja’ di Kota Bandung Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
Baca juga: Pemerintah Ajak Pekerja Informal Menjadi Peserta BPJS Ketenagakerjaan, Apa Alasannya? ,
Ada beberapa poin pembahasan dalam dialog tersebut.
Diantaranya, membahas isu perkembangan Rancangan Undang-Undang Pencegahan
Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang sedang dibahas DPR di Gedung Parlemen Senayan.
Sebagai, perwakilan pemerintah, Menaker mendukung RUU ini untuk disahkan. Karena
melindungi perempuan pekerja formal dan informal dari kekekerasan seksual di
dunia kerja.
Dian Yudianingsih Ketua Komisi Kesetaraan Perempuan
Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Jawa Barat yang hadir dalam
dipertemuan menyambut baik agenda dialog yang digelar itu. Dimana, salah
satunya aktivis buruh perempuan memang sudah lama mendesak RUU PKS agar segera disahkan.
“Kami juga berharap pemerintah segera meratifikasi konvensi
ILO No. 190 Tentang Penghapusan Kekerasan di Dunia Kerja,” ucapnya saat
diwawancarai melalui seluler.
Menurutnya, jika RUU PKS disahkan oleh DPR dan pemerintah
sangat bermanfaat bagi masyarakat luas. Termasuk kepada buruh perempuan
pun semakin terlindungi. Karena sudah memiliki legalitas hukum kuat untuk
menindak pelaku kekerasan seksual di dunia kerja.
Dalam dialog tersebut, Dian Yudianingsih mengatakan Menaker
Ida Fauziyah sangat berharap kepada berharap
aktivis buruh perempuan untuk intens melakukan advokasi dan kampanye untuk
menolak segala bentuk praktik pelecehan dan kekerasan berbasis gender. Dan
harus rutin berdialog dengan perusahaan dalam mewujudkan kenyamanan pekerja
perempuan di dunia kerja.
Dian Yudianingsih juga menjelaskan bahwa peran aktivis buruh
perempuan sangat berat. Karena selain dia bekerja, mengurus rumah tangga tapi
juga memiliki tanggung jawab membela dan mendidik anggotanya. Karena
itulah, dia menyampaikan aktivis buruh perempuan harus sering mengajak dialog
suaminya, supaya bisa berbagi peran dan tidak terjadi kesalahpahaman
komunikasi.
Artinya, membangun kesadaran akan pentingnya pekerja
perempuan terlindungi dari bahaya kekerasan dan pelecehan seksual tak hanya
tanggung jawab pemerintah pusat saja. Melainkan semua pihak harus terlibat
melakukan penyadaran, melalui edukasi dan kampanye.
“Maraknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual di dunia
kerja selama ini karena kepala daerah, seperti gubernur, bupati dan walikota
masih minim memiliki kesadaran agar masalah ini segera diselesaikan,”
ungkapnya.
Dan intinya, lintas serikat buruh/pekerja lainnya harus
kompak mendukung RUU PKS untuk segera disahkan. Karena tujuannya baik untuk
memutus rantai kekerasan berbasis gender di dunia kerja dan masyarakat. (A1)