KSBSI.org, Jakarta- Setiap tanggal 7 Oktober diperingati ‘International World Days for Decent Work’ atau hari Kerja Layak Internasional. Pada momen penting ini, Christina Hajagos-Clausen dari IndustriALL mengupas tentang dampak pandemi Covid-19 pada pekerja garmen. Serta melakukan kampanye global untuk mencapai perlindungan sosial bagi para pekerja.
Baca juga: Momen Peringatan Hari Pekerjaan Layak Sedunia, Aktivis Buruh Kirimkan Petisi Isu Perubahan Iklim ke Menaker ,
IndustriALL
berhasil melakukan riset dan wawancara dengan beberapa pekerja dari Negara
Bangladesh, mengenai nasib mereka dimasa pandemi Covid-19. Diantaranya dengan
Pavi. Ia kehilangan pekerjaannya dua tahun lalu. Dan sebelumnya bekerja sebagai
operator di sebuah pabrik garmen di selama lebih dari satu dekade. Setelah
pengangguran, dia tak memiliki penghasilan tetap dan penghasilan serta berjuang
menghidupi ketiga anaknya.
“Saya
punya tiga anak yang sedang sekolah semua dan kondisi suami sedang sakit parah
(lumpuh). Saya terpaksa mencari sumber nafkah keluarga. Saya benar-benar sudah tidak
kuat menghadapi masalah ini, karena setiap hari harus banyak mengeluarkan biaya
uang untuk memenuhi kebutuhan hidup,” ujarnya.
Sekadar
tahu, negara-negara produksi garmen, salah satunya seperti di Bangladesh
memberikan pajak rendah dan regulasi longgar kepada merek-merek besar. Tapi
hanya sedikit merek yang memenuhi kewajiban mereka kepada para
pekerja pabrik.
Pandemi Covid-19 juga telah memperparah kondisi para pekerja di sektor garmen. Hal ini dialami oleh Shayan. Dia diminta meninggalkan pekerjaannya setelah sibuk merawat istrinya yang jatuh sakit, sehingga jarang masuk kerja. Ia bekerja diperusahaannya selama hampir lima tahun.
“Istri
saya terkena sakit kanker dan sedang menjalani perawatan di rumah sakit karena
dia tertular Covid. Ketika kembali bekerja di pabrik, pihak perusahaan
mengatakan mulai besok saya jangan masuk kerja lagi. Mereka juga saat bicara ke
saya dengan nada sangat kasar,” ungkapnya.
Tak
lama kemudian, istrinya meninggal. Dia pun harus membesarkan putranya yang
berusia 9 tahun dengan sendirian. Dan sekarang bekerja sebagai penarik rickshaw
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Waktu dia dipecat, pabrik belum membayar semua
hak-haknya. Namun berkat bantuan dari serikat buruhnya dan IndustriALL, ia
berhasil mendapatkan sebagian uang yang menjadi haknya, walau tidak semuanya.
“Sekarang
saya berusaha agar anak laki-laki saya bisa mendapatkan pendidikan yang baik
untuk kedepannya,” kata Shayan.
Selain
mereka yang terkena dampak langsung pandemi Covid-19, wabah virus ini juga
telah merampas ribuan dari pendapatan buruh mereka karena pabrik terpaksa tutup
atau kehilangan pesanan. Manabi menangis ketika dia memberi tahu, bahwa pabrik tempat dia bekerja
di finishing selama lima tahun terakhir ditutup sejak enam bulan lalu.
Kondisi ekonominya saat ini tidak dapat membayar
sewa rumah dan membeli makanan. Dia juga terpaksa berhutang untuk kebutuhan sehari-hari
serta menghadapi ancaman pengusiran dari pemilik rumah sewa.
“Saya terpaksa berhutang, tapi tak bisa melunasinya. Sekarang tidak ada lagi yang memberi kami uang. Jika anak saya meminta makan, saya tidak bisa memberikan apa-apa padanya,” ungkapnya. IndustriALL menilai, Industri pakaian jadi global memberikan kekecewaan pada para pekerja ini dengan banyak merek masih berpegang teguh pada inisiatif sukarela dan audit masing-masing pabrik. Jika ingin mencapai pekerjaan yang layak di sektor garmen komitmen supply chain (rantai pasokan) harus dapat ditegakkan secara hukum.
Gerakan sukarela tidak
dapat menghentikannya. Namun saat ini dibutuhkan perjanjian yang mengikat
antara merek, produsen, dan serikat pekerja yang menyediakan jaring pengaman yang layak bagi pekerja. Perjanjian
Internasional tentang Kesehatan dan Keselamatan di Industri Tekstil dan Garmen yang baru dirundingkan
memberikan model bagaimana
seharusnya hubungan industrial rantai pasokan modern terlihat.
Selain it, memperkuat power
(kekuatan) serikat pekerja di dalam sektor ini adalah kuncinya. Mengorganisir pekerja secara lokal akan menciptakan pengaruh yang lebih besar untuk
menempatkan jaring pengaman ini
pada tempatnya. Dengan bergabung secara internasional, dan berpartisipasi dalam
kampanye global
IndustriALL, serikat pekerja dapat membantu mengubah seluruh sektor menjadi lebih baik.
Untuk informasi lebih
lanjut tentang kampanye IndustriALL terkait perlindungan sosial di sektor garmen, hubungi chajagos-clausen@industriall-union.org. Dan nama-nama yang digunakan di atas telah diubah untuk melindungi
identitas pekerja, tetapi pekerja yang
diwawancara semuanya berasal dari Bangladesh
Apa itu perlindungan
sosial??
Perlindungan sosial adalah
seperangkat kebijakan dan program yang dirancang untuk mengurangi dan mencegah kemiskinan serta kerentanan di sepanjang siklus hidup.
Perlindungan sosial meliputi tunjangan bagi anak dan keluarga, maternitas, pengangguran, kecelakaan
kerja, sakit, hari tua, disabilitas,
penyintas, serta perlindungan kesehatan. Perlindungan sosial dapat diberikan oleh
negara, melalui skema iuran atau manfaat yang dibiayai pajak. Atau oleh pemangku kepentingan lain seperti pengusaha.
Industri Pakaian Jadi
Hampir 80
persen pekerjaan disektor pakaian pekerjanya adalah perempuan. Dimana, memiliki
upah rendah, jam kerja
panjang, terpapar risiko kesehatan dan keselamatan kerja serta kekerasan dan
pelecehan. Industri garmen padat karya, membutuhkan
investasi rendah, teknologi rendah dan nilai tambah rendah. Sehingga
manufaktur garmen terkonsentrasi di negara-negara miskin dan ekonomi
berkembang.
Dampak ekonomi dari Covid-19
menyebabkan data impor pemerintah untuk pasar Amerika Serikat dan Eropa
menunjukkan selisih USD 16 miliar dalam impor pakaian untuk tahun 2020.
Sebagian besar karena pesanan yang
dibatalkan. (Sumber: IndustriAll)