Peringati Hari Pekerjaan Layak, KSBSI kirim Petisi ke Kemnaker

Peringati Hari Pekerjaan Layak, KSBSI kirim Petisi ke Kemnaker

Presiden KSBSI; Ely Rosita Silaban, (foto dok ksbsi.org)

KSBSI.org, JAKARTA – Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menggelar peringatan hari Pekerjaan Layak Internasional atau ‘International World Days for Decent Work’ di Kantor Pusat KSBSI, Kamis (7/10/2021).

Baca juga:  Momen Peringatan Hari Pekerjaan Layak Sedunia, Aktivis Buruh Kirimkan Petisi Isu Perubahan Iklim ke Menaker , Perayaan HUT ke 24, F-LOMENIK KSBSI Fokus Penguatan SDM ,

KSBSI membuat petisi yang dibawa ke Kementerian Ketenagakerjaan. Ada 4 poin tuntutan KSBSI beserta 10 Federasi afiliasinya, yang ditujukan untuk Pemerintah, yakni:

1. Mendesak Pemerintah mencabut dan membatalkan UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan berlakukan kembali upah sektoral – Dukunglah buruh untuk mendesak presiden menerbitkan PERPPU yang menyatakan Bab IV (Klaster Ketenagakerjaan) UU Cipta Kerja tidak berlaku lagi, karena undang-undang ini secara jelas mendegradasi hak-hak buruh Indonesia, sebagaimana dalam poin2 berikut:

· Pekerja terancam tidak menerima atau menurun drastis pesangon
UU Ciptaker menghapus setidaknya 5 pasal mengenai pemberian pesangon, Imbasnya pekerja terancam tidak menerima pesangon ketika mengundurkan diri, mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), atau meninggal dunia.

· TKA lebih mudah masuk RI
UU Ciptaker mempermudah masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Indonesia. Hal ini dilakukan melalui Pasal 81 poin 4 hingga 11 UU Ciptaker yang mengubah dan menghapus sejumlah aturan tentang pekerja asing dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

· Batasan maksimum 3 tahun untuk karyawan kontrak dihapus
Pemerintah mengubah dan menghapus sejumlah pasal dalam terkait ketentuan Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT) melalui UU Ciptaker, dan menghilangkan batasan maksimal karyawan kontrak selama 3 tahun.

· Jam lembur tambah dan cuti Panjang hilang
Dalam UU Ciptaker tepatnya Pasal 81 poin 22 mengubah pasal UU 78 UU Ketenagakerjaan tentang waktu kerja lembur, Mulanya UU 78, UU Ketenagakerjaan menyebutkan jika waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam seminggu.

· Tak ada lagi UMK
UU Ciptaker menghapus upah berdasarkan provinsi atau kota/kabupaten (UMK) dan upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kota/kabupaten yang tertera dalam Pasal 89 UU Ketenagakerjaan. Sebagai gantinya, UU Ciptaker menyatakan jika Gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu yang tertera dalam pasal selipan 88 CUU Ciptaker.

2. Segera Ratifikasi Konvensi ILO 190 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja – Menaikkan martabat negara dan memperbaiki kondisi kerja dengan meratifikasi Konvensi ILO 190 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja, Pemerintah secara tegas telah mendukung terciptanya Konvensi ini, seharusnya juga mempertegas komitmen pelaksanaannya di tingkat negara dengan meratifikasinya segera sebagai bukti dan konsistensi memerangi kasus-kasus pelecehan dan kekerasan dari dunia kerja.

3. Bentuk Badan Tripartit (atau Tripartit Plus) untuk Perubahan Iklim dan Transisi Yang Adil – Perubahan iklim semakin mengancam kelangsungan bumi, sementara komitmen global untuk menekan kenaikan temperatur pada ambang batas 1,5°C sampai 2030 belum menunjukkan progres yang berarti.


Indonesia yang berada pada urutan penyumbang emisi terbesar ke-4 dunia (Carbon Brief, 2015) di nilai belum optimal menerapkan kebijakannya dan dinilai dalam kategori tidak memadai (highly insufficient). Sementara itu beberapa kebijakan di tingkat global yang diikuti kebijakan dan program tingkat nasional, seperti NDC atau LTS LCCR membawa dampak yang cukup signifikan bagi buruh.

Sangat disayangkan Kementerian Tenaga Kerja belum memiliki perhatian yang layak atas issu ini, untuk itu kami meminta segera bentuk Komite Perubahan Iklim dan Transisi Berkeadilan (Climate Change and Just Transition committee) secara Tripartit menyikapi setiap kebijakan perubahan iklim dan iklim usaha yang ada agar tidak merugikan bagi ketenagakerjaan dan memastikan pekerjaan layak sebagai aspek prioritas di dalamnya.

4. Stop Union Busting atau pemberangusan serikat buruh oleh perusahaan multinasional dan rantai pasok – Menghentikan PHK kepada para pekerja, khususnya di perusahaan Multinasional dan dirantai pasok dan menghentikan intimidasi kepada para pekerja, khususnya yang tergabung di dalam Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) yang menolak tawaran pensiun dini.

1.  Perlu adanya keterlibatan negara :
(a). Melalui UU No 21 Tahun 2000 tentang SB/SP. UU ini sengaja dilabeli secara berbeda: serikat pekerja/serikat buruh. Tujuannya adalah untuk mengkotak-kotakan antara pekerja dan buruh. Kemudahan untuk membentuk sp/sb dengan jumlah minimal 10 orang menyebabkan kemudahan untuk membuat serikat tandingan;
(b). Melalui UU No 2 Tahun 2000 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI), dalam UU ini terdapat klausul khusus tentang perselisihan antar serikat, sehingga membuka peluang bagi pengusaha untuk membuat serikat tandingan yang akhirnya membuat serikat ini diadu domba sehingga sp/sb akan kehilangan fokusnya dalam perjuangan organisasi.

2.  Menghalang-halangi buruh untuk bergabung di dalam serikat;

3.  Mengintimidasi;

4.  Memutasi pengurus.dan atau anggota serikat;

5.  Surat peringatan;

6.  Skorsing;

7.  Memutus hubungan kerja;

8.  Membentuk pengurus tandingan dalam serikat yang sama;

9.  Menolak diajak berunding PKB;

10. Tidak mengakui adanya PKB;

11. Membuat peraturan perusahaan secara sepihak;

12. Tidak memberikan pekerjaan;

13. Mengurangi hak/kesempatan. 

 

Dalam kesempatan itu, Presiden KSBSI, Elly Rosita Silaban mengatakan, petisi dibuat karena masih banyak sekali ketidaklayakan yang didapatkan oleh buruh.

“Karena kita tidak hanya menyoroti soal upah, tapi juga soal hidup layak, pekerjaan yang layak dan mendapatkan upah yang layak.” terang Elly saat ditemui Kantor Berita Buruh usai acara peringatan Hari Pekerjaan Layak Sedunia, Kamis (7/10/2021).

“Kalau ditanya pekerjaan layak itu seperti apa? Berarti kita juga harus memikirkan soal perubahan iklim, kita juga harus memikirkan perubahan pekerjaan di informal ekonomi karena mereka tidak mendapat pekerjaan di formal, tapi mereka ini tidak terlindungi, terutama perempuan-perempuan, domistik workes, imigran workes, sama pekerja seperti ojek online dan segala macam karena mereka tidak mendapat perlindungan jaminan sosial. Nah ini yang sedang kita perjuangkan,” kata Elly.

Dalam giat hari ini, KSBSI merilis petisi dihadiri oleh 10 Federasi dan Komite-komite yang tergabung didalamnya. Juga ada Korwil KSBSI DKI Jakarta dan perwakilan dari DPC terdekat serta Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO).

“Hari ini, jam 1 kita membawa petisi ke Kemnaker. Masing-masing federasi membawakan isu yang relevan saat ini,” kata Elly.

Selain isu-isu di atas, KSBSI masih melakukan gugatan Judicial Review uji formil dan materiil UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Walau perjuangan cukup berat dan penuh pengkhianatan, tapi kami optimis Hakim MK bisa memenangkan gugatan KSBSI untuk membatalkan beberapa pasal-pasal UU Cipta Kerja yang merugikan masa depan buruh,” tandasnya. [*/REDKBB]

Komentar