KSBSI.org, Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja meresmikan pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter) tembaga milik PT Freeport Indonesia di Kabupaten Gresik Jawa Timur, pada Selasa lalu (12/10/2021). Jokowi mengatakan smelter yang dibangun ini sejarah baru Indonesia. Selama proses pembangunan kontruksi pabrik dibutuhkan 40 ribu tenaga kerja. Dan nantinya menjadi smelter terbesar di dunia, karena mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga setiap tahunnya.
Baca juga: Beredar Wacana, Upah Buruh Sektor TGSL Sebaiknya Skala Nasional ,
Riswan Lubis Ketua Umum DPP Pusat Federasi
Pertambangan Energi (DPP FPE) afiliasi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh
Indonesia (KSBSI) ikut menyambut baik atas dibangunnya smelter Freeprot di
Kabupaten Gresik. Apalagi, dampak pandemi Covid-19, jutaan buruh telah
kehilangan pekerjaan.
“Jadi dengan adanya pembangunan smelter Pt.
Freeport di Gresik, saya pikir sangat membantu buruh bisa bekerja lagi, karena
bisa membuka lapangan kerja sebanyak 40 ribu orang,” ucap Riswan, saat
diwawancarai di Kantor KSBSI, Cipinang Muara, Jakarta Timur, Jumat (15/10/2021).
Tapi Riswan mengingatkan, kalau smelter PT.
Freeport di Gresik, ketika sedang
berjalan dan selesai, sebaiknya pekerja di perusahaan tersebut harus didominasi
pekerja Indonesia. Karena pemerintah sudah menguasai saham P. Freeport sebanyak
51 persen, melalui PT. Indonesia Asahan Alumunium (Inalum).
Pihaknya tak mau lagi mendengar kalau
pekerja di smelter Pt. Freeport di Gresik masih banyak Tenaga Kerja Asing
(TKA). Seperti gaya tipu-tipu yang selama ini banyak dilakukan perusahaan
tambang dari Cina yang ada di Indonesia. Karena nantinya akan menimbulkan
kecemburuan sosial yang tajam antara pekerja lokal dan TKA.
“Untuk saat ini dia yakin, pemerintah akan
mempriortitaskan tenaga kerja lokal untuk pembangunan smelter Pt. Freeport di
Gresik. Kalau pun dibutuhkanTKA, sebaiknya cukup tenaga ahli saja seperti di
PT. Freeport Timika Papua,” ujarnya.
Sejauh ini pekerja di PT. Freeport yang ada
di Papua, masalah upahnya sudah layak diberikan perusahaan. Termasuk
kesepakatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang dilakukan perwakilan Pengurus
Komisariat (PK) FPE dengan manajemen perusahaan terbilang menguntungkan kedua
belah pihak.
“Hubungan komunikasi sosial dialog kami
sampai tingkat pusat perusahaan yang di Jakarta juga terjalin baik. Contohnya,
pada saat membuat PKB tahun lalu, kami masih tetap dimintai pendapat. Seperti,
memberikan saran cuti melahirkan 14 minggu bagi pekerja perempuan dan pihak
perusahaan menyetujuinya,” ungkapnya.
Upah memang prioritas utama bagi buruh. Namun ia menegaskan bahwa buruh jangan
hanya memperjuangkan upah saja, tapi kesejahteraannya juga wajib diperjuangkan.
Pengurus FPE di PT. Freeport Papua sendiri telah berhasil memperjuangkan kerja
sama dengan perusahaan dalam program subsidi pembangunan rumah untuk
buruh.
“Kami juga sedang berencana memperjuangkan
program pendidikan bagi anak-anak buruh yang sedang sekolah atau kuliah,”
jelasnya.
FPE juga berkeinginan setelah smelter PT.
Freeport di Gresik selesai dibangun, telah menyiapkan rencana akan membuka
perwakilan serikat buruhnya. “Harapan kami kedepan memang bisa membuka
perwakilan FPE disana. Tujuannya untuk menciptakan sosial dialog dengan
perusahaan dan memperjuangkan hak kesejahteraan buruh,” tutupnya. (A1)