Presiden KSBSI Sampaikan Beberapa Isu Ketenagakerjaan Menjelang Pertemuan G20

 Presiden KSBSI Sampaikan Beberapa Isu Ketenagakerjaan Menjelang Pertemuan G20

Elly Rosita Silaban - Presiden KSBSI

KSBSI.org, Jakarta-Elly Rosita Silaban Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menyampaikan serikat buruh dipimpinnya semakin intens melakukan diskusi rutin menyambut agenda G20 di Bali pada 2022 nanti. Pasalnya, dalam pertemuan internasional negara-negara maju ini, pemerintah Indonesia telah menunjuk KSBSI sebagai tuan rumah Labor20 atau dikenal L20 ditempat yang sama.

Baca juga:  PT. UNIVERSAL LUGGAGE INDONESIA ABAIKAN HAK BURUH BRAND HARUS BERTANGGUNG JAWAB.,

Sekadar tahu, L20 adalah gabungan serikat buruh/pekerja dari lintas negara industri maju. Dimana, selama ini sangat berperan penting menyuarakan isu perburuhan di setiap pertemuan internasional para pemimpin negara maju. Pada pertemuan L20 nanti, KSBSI ikut dilibatkan untuk membahas isu ketenagakerjaan yang bakal disampaikan dalam pertemuan G20 nanti.

“Sekarang ini tim dari KSBSI bersama perwakilan pemerintah, seperti dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) semakin intens melakukan pertemuan dan diskusi untuk persiapan agenda G20,” ucapnya saat diwawancarai, Senin kemarin, di Cipinang Muara Jakarta Timur, (18/10/2021).

Ada beberapa isu ketenagakerjaan yang mulai dirangkumkan dengan perwakilan pemerintah pada pertemuan G20. Diantaranya tentang hak disabiltas kerja dalam dunia kerja, dampak perubahan kerja di era teknologi baru dan jaminan perlindungan sosial kepada pekerja/buruh. Dia berharap, isu tersebut nantinya bisa disambut baik oleh peserta forum 20 dan L20.   

“KSBSI juga sedang melakukan riset tentang jaminan sosial bagi pekerja dunia digital,” ujarnya.

Dalam mensukseskan pertemuan G20 dan L20, KSBSI tetap mengikuti arahan dari Konfederasi Serikat Internasional atau (ITUC) sebagai afiliasinya. Kemungkinan juga nantinya, ITUC merekomendasikan isu pembahasan pemulihan pandemi Covid-19. Dan agenda pembangunan berkelanjutan SDGs 2030 dalam mengentaskan kemiskinan serta jaminan perlindungan sosial terhadap buruh/pekerja.

Pemerintah juga mendukung dengan ide dan saran KSBSI yang akan disampaikan pada pertemuan G20 dan L20. Bahkan, pemerintah meminta KSBSI bisa aktif menyuarakan isu hak disabilitas di dunia kerja. Sebab tak bisa dibantah, jika sampai saat ini serikat buruh/pekerja di Indonesia masih minim mengadvokasi dan menyuarakan keterwakilan hak disabilitas di dunia kerja.

“Jadi sudah waktunya KSBSI harus mulai menyuarakan dan memperjuangkan hak keterwakilan disabilitas di dunia kerja,” ungkapnya.

Elly menegaskan KSBSI sebenarnya sudah melangkah lebih kedepan dalam menyikapi diluar isu hak normativ dan kebebasan berserikat. Contohnya, KSBSI telah memiliki komite kesetaraan gender. Dan sekarang ini juga sedang fokus membahas dampak perubahan iklim (climate change) dunia serta melakukan kampanye menolak kekerasan dan pelecehan seksual di dunia kerja sesuai semangat Konvensi ILO No. 190.

Mengingat agenda G20 dan L20 waktunya sudah dekat, Elly mengatakan KSBSI semakin rutin melakukan pertemuan dan diskusi dengan beberapa kementerian. Kalau untuk di internal, dia mengatakan sedang mempersiapkan tim teknis untuk mematangkan agenda persidangan L20. Lalu tim yang dipercaya harus  mengasah kemampuan berkomunikasi bahasa internasional.

“Karena bisa dipastikan menjelang agenda pertemuan internasional nanti, jadwal kami akan sangat padat melakukan diskusi melalui zoom meeting dengan para pimpinan L20 untuk membahas isu perburuhan,” imbuhnya.

Terakhir, Presiden KSBSI berharap jika pemerintah ingin memulihkan perekonomian negara, maka masyarakat jangan ditambah beban lagi dimasa pandemi. Misalnya, di Negara Rusia, bagi masyarakatnya yang telah mengikuti vaksinasi, pemerintahnya tidak memberlakukan PCR dan Antigen Swab Test apabila hendak naik pesawat.

“Sementara di Indonesia, masyarakatnya sudah ikut vaksinasi, tapi masih dibebani PCR kalau waktu naik pesawat  ke luar kota,” ungkapnya.

Dia menilai, PCR dan Antigen Swab Test terbilang membebani kondisi ekonomi masyarakat yang sedang terpuruk dimasa pandemi. Bahkan, dia sering mendengar pengaduan dan sempat menjadi korban modus penipuan PCR yang dilakukan para oknum tertentu untuk sengaja mencari keuntungan pribadi dan kelompok.

Contohnya, beberapa waktu lalu sebelum harga PCR diturunkan dari Rp. 1 juta bisa berlaku selama 48 jam. Nah, setelah ada protes masyarakat karena harga PCR sangat mahal, akhirnya pemerintah menurunkannya sebesar Rp. 450 ribu. Tapi yang jadi pertanyaan, setelah harga diturunkan, justru masa berlaku hasil PCR juga berkurang menjadi 48 jam.

“Saran saya, sebaiknya peraturan pemerintah yang membebani ekonomi masyarakat dihapus sajalah dimasa pandemi ini. Sebab, kalau masyarakat sudah mendapatkan vaksinasi, kan imunitas mereka sudah terbilang kebal menghadapi Covid-19,” tutupnya. (A1)

Komentar