Mengangkat Tema Sosial Dialog dan Kesejahteraan Buruh, Kongres ke VI FPE KSBSI Resmi Dibuka

 Mengangkat Tema Sosial Dialog dan Kesejahteraan Buruh, Kongres ke VI FPE KSBSI Resmi Dibuka

.

KSBSI.org, JAKARTA-Bertempat di Hotel Mercure Ancol Jakarta Utara, Federasi Pertambangan dan Energi afiliasi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (FPE KSBSI) menggelar Kongres ke VI dengan mengangkat tema ‘Membangun Sosial Dialog Sebagai Kerangka Meningkatkan Kesejahteraan Anggota’. Pembukaan acara dimulai pukul 15.00 WIB dan dihadiri delegasi Dewan Pengurus Cabang dari berbagai daerah.

Baca juga:  Aktivis KSBSI Kunjungi 3 BBPLK Kemnaker,

Agenda kongres ini juga dihadiri Elly Rosita Silaban Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), perwakilan ketua umum dan pengurus pusat federasi serikat buruh yang berafiliasi dengan KSBSI, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) serta Nikodemus Purba dari PT. Freeport Indonesia beserta jajarannya.

Dalam kata sambutannya, Nikasi Ginting sebagai ketua pantia kongres menyampaikan permohonan maaf, karena pelaksanaan kongres yang diadakan tahun ini sempat tertunda 2 kali akibat terjadi pandemi Covid-19. Namun puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, situasi wabah corona saat ini mulai reda, sehingga DPP FPE KSBSI bisa melaksanakan kongres bulan ini.

“Saya berharap selama menjalankan agenda kongres, semua peserta tetap mematuhi protokol kesehatan (Prokes),” ucapnya, Rabu (10/11/2021).

Sampai agenda kongres ini dilaksanakan DPP FPE KSBSI telah berusaha menyelesaikan beban tanggung jawabnya sebagai organisasi serikat buruh. Baik dalam penyelesaian masalah di tingkat cabang sampai pusat. Walau tak bisa dibantah, pihaknya juga masih banyak kekurangan dalam melayani anggota selama menjalankan untuk organisasi.

Ia menegaskan, bahwa sekarang ini adalah masa-masa tersulit yang sedang dihadapi oleh DPP FPE KSBSI. Karena harus menghadapi pandemi Covid-19. Dan disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang dianggap sangat kontroversial oleh buruh.


“Menghadapi tantangan berat ini, FPE KSBSI tidak boleh pesimis, tapi harus membangun optimis membela kepentingan buruh,” ungkapnya.

Nikasi menyampaikan, era revolusi industri 4.0 juga bagian dari tantang buruh sektor tambang dan energi. Oleh sebab itulah, setiap anggota FPE KSBSI harus mampu beradaptasi dan mengembangkan keahliannya di dunia kerja yang berbasiskan teknologi digitalisasi, otomatisasi dan robotisasi.

“Sehingga nantinya mampu bersaing di dunia kerja dengan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang masuk ke Indonesia di sektor pertambangan dan energi,” jelasnya.

Diujung kata sambutannya Nikasi mengatakan masa depan FPE KSBSI tak hanya dipikul oleh dewan pengurus pusat. Tapi semua pengurus dan anggota harus memikul. Karena itulah, dibutuhkan kedewasaan dan komitmen kuat untuk menjadikan organisasi semakin mandiri. Termasuk tidak mengutamakan kepentingan pribadi.

“Semoga kongres yang kita jalankan selama 3 hari ini berjalan baik dan menghasilkan gagasan yang semakin membuat FPE KSBSI semakin profesional,” ucapnya.

Sementara Riswan Lubis Ketua Umum DPP FPE KSBSI mengatakan merasa bersyukur karena tahun ini pesta demokrasi serikat buruh yang dipimpinny bisa dilaksanakan. Sebab sempat 2 kali tertunda akibat pandemi Covid-19. Ia menyampaikan terima kasih kepada seluruh pengurus dan anggot. Pasalnya, serikat buruhnya saat ini menjadi federasi afiliasi KSBSI yag cukup disegani.

“Karena FPE memiliki data base anggota terbaik dan penyumbang dana iuran yang terbesar untuk KSBSI. Tentunya prestasi ini bukan hanya dilakukan oleh dewan pengurus pusat, tapi semua pengurus cabang, anggota dan koordinator wilayah ikut berpartisipasi,” ungkapnya.

Riswan mengingatkan kepada peserta kongres bahwa tantangan buruh kedepannya semakin berat. Apalagi setelah disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja. Kemudian, masih banyak juga perusahaan tambang dan energi yang mengabaikan hak kesejahteraan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) selama bekerja.

“Jadi kita harus tetap bekerja keras untuk memperjuangkan hak buruh, terutama harus mengedepankan dialog sosial dahulu kepada perusahaan dan pemerintah,” tuturnya.

Selain memperjuangkan hak normatif buruh, Riswan mengatakan pihaknya berhasil memperjuangkan cuti melahirkan 14 minggu kepada buruh perempuan. Hal ini terbukti, ketika Pengurus Komisariat FPE KSBSI di PT. Freeport Indonesia sukses memperjuangkan dalam kesepakatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dengan manajemen perusahaan. 

Dia berharap, kedepannya FPE KSBSI harus bisa lebih profesional dalam menciptakan kesejahteraan anggota dengan cara yang elegan dan sopan. Setiap membangun mitra kerja dengan perusahaan dan pemerinta, semua pengurus harus mengedepankan sosial dialog.

“Zaman sudah berubah, serikat buruh tidak perlu lagi mengedepankan aksi frontal ketika terjadi perselisihan hubungan industrial. Saya yakin, kalau pengusaha diajak baik-baik berkomunikasi, pasti mereka bakal terbuka dan bisa menyepakati solusi yang tidak ada saling merugikan,” tutupnya. (A1)

    

 

Komentar