KSBSI.org, JAKARTA-Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) hari ini melakukan unjuk rasa di Mahkamah Konsititusi Republik Indonesia (MKRI). Demo itu mendesak Hakim MKRI mencabut Klaster Ketenagakerjaan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Cipta Kerja. Saat hendak menuju lokasi demo, buruh KSBSI dihadang aparat kepolisian di Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Jakarta Pusat, dan akhirnya memutuskan melakukan orasi di lokasi tersebut.
Baca juga: Aktivis Serikat Buruh Kabupaten Serang Tetap Desak UMK 2022 Sebesar 10 Persen , Terkait Tuntutan Upah 2022, 30 Ribu Buruh Dari ASPSB Kabupaten Serang Bakal Turun ke Jalan ,
KSBSI sebelumnya mengajukan uji materi atau Judicial
Review (JR) UU Cipta Kerja secara formil dan materiil dengan nomor Perkara 103/PUU-XVIII/2020. Akhirnya,
kabar keputusan yang ditunggu pun dibacakan oleh Hakim MKRI dan memutuskan menolak sebagian gugatan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja yang diajukan oleh perwakilan serikat buruh/pekerja.
Selanjutnya, Anwar Usman Ketua Majelis Hakim mengatakan
bahwa undang-undang tersebut harus diperbaiki sampai 2 tahun kedepan. Serta mengadili
dalam provisi, satu, menyatakan permohonan provisi Pemohon I dan Pemohon II
tidak dapat diterima.
“Menolak permohonan provisi Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon
V, dan Pemohon VI," ucap Anwar Usman saat membacakan amar putusan di
Gedung MKRI, Jakart Pusat, Kamis (25/11).
Lanjutnya, dia menyampaikan bahwa dalam pokok permohonan,
satu, menyatakan permohonan Pemohon I dan Pemohon II tidak dapat diterima. Dua,
mengabulkan permohonan pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, dan pemohon VI untuk
sebagian.
Selain itu, majelis
hakim juga menyatakan pembentukan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara
bersyarat sepanjang tidak dimaknai.
Anwar Usman menjelaskan undang-undang ini masih tetap
berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang
waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini. “Apabila dalam
tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja menjadi
inkonstitusional secar permanen,” tegasnya.
Bagi KSBSI, keputusan yang disampaikan Hakim MKRI sangat
abu-abu atau tisak tegas dan semakin menghancurkan kesejahteraan buruh. Oleh
sebab itulah, KSBSI bakal melanjutkan perlawanan dari tingkat pusat sampai
daerah. Termasuk akan menyiapkan langkah hukum untuk mendesak pemerintah, DPR
RI segera mencabut UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan.
Alson Naibahao dalam orasinya menegaskan keputusan Hakim
MKRI dalam gugatan formil UU Cipta Kerja mengatakan sangat tidak memihak buruh.
Dia meminta kepada buruh jangan terkecoh dengan keputusan majelis hakim yang
merekomendasikan UU Cipta Kerja harus diperbaiki selama 2 tahun.
“Keputusan Hakim MK hari ini kami anggap sangat penuh nuansa
politik, sepertinya ada tekanan penguasa politik dan pengusaha. Sehingga
akhirnya tidak independen dalam menegakkan hukum yang seadil-adilnya untuk
buruh,” tegasnya.
Menurutnya, rekomendasi 2 tahun perbaikan UU Cipta Kerja
yang direkomendasikan oleh Hakim MK itu nantinya sengaja membuat buruh menjadi
lupa dan terlena. Sebab, kalau undang-undang ini memang sudah terbukti cacat
formil, seharusnya dibatalkan.
“Jadi tidak ada lagi keputusan yang dibuat abu-abu, karena
ada sebagian keputusan yang dikabulkan dan sebagian tidak dikabulkan,”
tegasnya.
Artinya, kedepannya kesejahteraan buruh di Indonesia semakin
suram, karena upah akan mengacu pada PP Nomor. 36 Tahun 2021 Tentang
Pengupahan. Buruh selama 2 tahun kedepan
hanya mendapatkan penderitaan, sementara penguasa politik dan pengusaha semakin
meraup keuntungan dari bisnisnya.
“Buruh harus tetap melakukan perlawanan, kita akan lakukan
lagi konsolidasi kekuatan sampai akar rumput untuk melawan ketidakadilan ini,”
tegasnya. (A1)