Pasca Putusan Uji Materi Formil dan Materiil UU Ciker, KSBSI Anggap 5 Hakim MK Gagal Menegakkan Hukum Sebagai Panglima

 Pasca Putusan Uji Materi Formil dan Materiil UU Ciker, KSBSI Anggap 5 Hakim MK Gagal Menegakkan Hukum Sebagai Panglima

LOGO KSBSI

KSBSI.org,Dewan Eksekutif Nasional Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DEN KSBSI) mengeluarkan pernyataan sikap resminya terkait pasca putusan amar uji materi formil dan materil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Cipta Kerja atau dikenal UU Ciker. Dimana, dalam hal ini KSBSI menegaskan bahwa Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 secara tegas menyatakan, Negara Indonesia adalah negara hukum.

Baca juga:  Tidak Puas Putusan Uji Materi Formil UU Cipta Kerja, KSBSI Kembali Siapkan Strategi Perlawanan ,

Artinya,  kekuasaan apapun  di  negeri  ini,  baik  kekuasaan eksekutif  maupun  kekuasaan legislatif adalah berada di bawah kekuasaan judikatif atau pengadilan, apalagi pengadilan bertaraf  Mahkamah Konstitusi yang berfungsi untuk menjaga supremasi konstitusi dan hak asasi manusia, serta menegakkan hukum dan keadilan.

Berlandaskan itu, adalah kegagalan5 (lima) hakim Mahkamah Konstitusi menegakkan hukum dan  konstitusi  sebagai panglima  dengan  menjatuhkan  putusan  terhadap  permohonan pengujian formil dan materiil UU Ciker terhadap UUD 1945 yang diajukan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) dalam perkara Nomor 103/PUU-XVlll/2020, dan 11 perkara/permohonan  lainnya, pada Kamis, 25 November 2021, dengan amar putusan:

1. …………;

2. …………;

3. Menyatakan   pembentukan   UU  Ciker  bertentangan   dengan   UUD  1945  dan   tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan";

4. Menyatakan   UU  Ciker  masih  tetap   berlaku  sampai  dengan  dilakukan   perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini;

5. Memerintahkan  kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalamjangka  waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggangwaktu   tersebut   tidak   dilakukan   perbaikan   maka   UU   Ciker   menjadi inkonstitusional secara permanen;

6. Menyatakan apabila dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan  UU Ciker maka undang-undang atau pasal-pasal atau  materi  muatan  undang-undang  yang  telah  dicabut  atau  diubah  oleh  UU Ciker dinyatakan berlaku kembali;

7. Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan  yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Ciker;

8. ………….;

9. ………….;

KSBSI menilai amar putusan tersebut mendua, abu-abu, tidak jelas. Hal ini memperlihatkan dan menegaskan keraguan 5 dari 9 Hakim Mahkamah Konstitusi untuk menegakkan adagium ‘fiat Justitia ruat coelum’, hukum harus ditegakkan terlepas dari konsekuensinya, sebagaimana yang dilakukan hakim Pegadilan Kings Bench, Inggris, tahun 1772, membebaskan James Somerset dari kasus perbudakan buruh Inggris.

Namun terlepas dari itu, dengan adanya perintah dan pernyataan dalam pertimbangan hukum dan amar putusan tersebut sebagai berikut:

1. Pernyataan UU Ciker mengandung cacat formil (konstitusi)

2. Perintah kepada Presiden dan DPR supaya melakukan perbaikan proses pembentukan dan subtansial (pasal-pasal/norma) UU Ciker;

3. Pernyataan UU Ciker masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan;

4. Pernyataan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijkan yang bersifat strategis dan berdampak luas;

5. Pernyataan yang tidak dibenarkan menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Ciker;

Maka berdasarkan hal-hal diatas, KSBSI bersama 10 federasi yang berafiliasi serta 2 badan saya KSBSI mengingatkan dan mendesak Presiden/Pemerintah termasuk Gubernur dan atau DPR untuk:

1. Melakukan perbaikan UU Ciker dengan transparan kepada publik, termasuk KSBSI sebagai stakeholder klaster ketenagakerjaan

2. Melibatkan KSBSI dan stakeholder lainnya dalam seluruh proses perbaikan UU Ciker dengan keterpenuhan 3 syarat. Pertama, didengarkan pendapat KSBSI, kedua, dipertimbangkan pendapat KSBSI; dan ketiga KSBSI mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan KSBSI. 

3. Perbaikan materi muatan (pasal-pasal/norma) UU Ciker harus lebih baik dari UU No. 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan.

4. Penanggungjawab (leading sector) perbaikan materi muatan (pasal-pasal/norma) klaster ketenagakerjaan UU Ciker adalah Kementerian Ketenagakerjaan.

5. Proses perbaikan UU Ciker klaster ketenagakerjaan dibawah pengawasan (supervisi) International Labour Organization (ILO) untuk memastikan pelaksanaan standar perburuhan sebagaimana dahulu dalam proses pembentukan UU No.13/2003 Tentang Ketenagakerjaan.

6. Pemerintah jangan membuat kebijkan yang bersifat strategis dan berdampak luas terhadap perlindungan dan kesejahteraan buruh berdasarkan UU Ciker dan peraturan turunannya.  

7. Pemerintah jangan menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Ciker 

8. Pemerintah dalam hal ini  Gubernur jangan menerbitkan peraturan/keputusan untuk menetapkan kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2022 berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan, melainkan harus berdasarkan PP No.78/2015 Tentang Pengupahan, sehingga terhindar dari gugatan PTUN;

9. Pemerintah, dalam hal ini Gubernur segera mencabut peraturan/penetapan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2022 yang didasarkan pada PP Nomor 36/2021, serta menghitung dan menetapkan ulang UMP tahun 2022 berdasarkan PP Nomor 78/2015.

10. Berdasarkan fatsun politik berbegara dan tata kelola pemerintah yang baik, serta untuk adanya kepastian hukum, meminta kepada Presiden untuk menerbitkan PERPPU menyatakan UU Ciker, setidaknya Bab IV Klaster Ketenagakerjaan, serta semua peraturan turunannya ditangguhkan pelaksanaannya sampai selesai perbaikan UU Ciker, dan menyatakan memberlakukan semua pasal-pasal yang dihapus dan diubah dalam UU.No.13 Tahun 2003.   

Pernyataan resmi ini disampaikan oleh Elly Rosita Silaban dan Dedi Hardianto, Presiden dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) KSBSI pada Senin 29 November 2021. (AH)

  


Komentar