Pada Kamis (25/11/2021) Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) telah membacakan amar putusan uji materi formil Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Dimana, hasil keputusannya adalah memerintahkan pemerintah dan DPR segera merevisi undang-undang ini selama 2 tahun. Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.
Baca juga: Miris, UMK 2022 Untuk 3 Kabupaten di Banten Tidak Naik , Buruh KSBSI Demo di Kantor Gubernur Banten, Tolak Upah Murah 2022 ,
Tak lama kemudian, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun
menyampaikan pidato resminya terkait putusan uji materi UU Cipta Kerja di MKRI.
Dia menyatakan pemerintah menghormati serta berkomitmen untuk melaksanakan
Putusan Uji Formil Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) atas UU Nomor
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Sebagai negara demokrasi berlandaskan hukum,
pemerintah menghormati dan segera melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
Nomor 91/PUU-XVIII/2020,” ujar Jokowi, di Istana Merdeka, Senin (29/11/2021)
pagi.
Dia juga menyampaikan putusan MK telah menyatakan UU
Cipta Kerja masih tetap berlaku secara konstitusional sampai dengan dilakukan
perbaikan pembentukannya, sesuai dengan tenggang waktu yang ditetapkan oleh MK.
“Yaitu harus dilakukan perbaikan paling lama dua tahun
sejak putusan dibacakan. Saya telah memerintahkan kepada para menko dan para
menteri terkait segera menindaklanjuti putusan MK itu secepat-cepatnya,”
jelasnya.
Dengan masih berlakunya UU Cipta Kerja oleh MK, maka
seluruh peraturan pelaksanaan UU ini yang ada saat ini juga masih tetap
berlaku. Presiden pun memberi kepastian kepada para pelaku usaha dan para
investor dari dalam dan luar negeri bahwa investasi yang telah dilakukan. Serta
investasi yang sedang dan akan berproses tetap aman dan terjamin.
Sementara Elly Rosita Silaban Presiden Konfederasi
Serikat Buruh Seluruh Indonesia mengatakan putusan uji formil dalam UU Cipta
Kerja yang memerintahkan harus merevisi UU Cipta Kerja terkesan politis. Sebab dia
menilai 2 tahun itu terbilang relatif, bisa dikatakan waktu singkat atau juga
panjang.
“Tapi harus diingat, pada 2024 nanti adalah tahun
politik. Negara ini akan disibukkan Pemilu dan Pilpres. Dan bisa jadi, agenda
revisi UU Cipta Kerja nantinya dibuat skenario untuk dilupakan karena elit-elit
politik sibuk pertarungan merebut
kekuasaan,” terangnya dalam keterangan pers beberapa waktu lalu.
Sebelumya, KSBSI salah satu konfederasi serikat buruh
yang mengajukan uji materi UU Cipta Kerja yakin menang. Karena selama proses
persidangan telah banyak mengumpulkan bukti. Bahwa pemerintah banyak melakukan
kesalahan dari proses perancangan sampai disahkannya UU Cipta Kerja. Namun KSBSI
akhirnya tetap menghormati putusan, walau Majelis Hakim MKRI menyatakan undang-undang
ini inkonstitusional bersyarat.
“Seharusnya kalau sudah dinyatakan inkonstitusional,
UU Cipta Kerja itu sebaiknya dibatalkan dan kembali pada Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Lanjutnya, apalagi UU Cipta Kerja juga dinyatakan bertentangan
dengan UUD 1945. Tapi faktanya justru tidak dibekukan dan dibiarkan berjalan
sampai proses revisi bisa dirampungkan. Menurutnya, keputusan itu menjadi
preseden buruk bagi negara ini. Karena nantinya bisa saja diikuti oleh
kasus-kasus hukum lainnya.
“Karena sudah dinyatakan melanggar, tapi kok masih
bisa dijalankan,” ucapnya.
KSBSI tidak menyambut gembira dengan keputusan dari
Majelis Hakim MKRI. Sebab, rekomendasi untuk merevisi UU Cipta Kerja selama 2
tahun dan ditambah lagi dengan terbitnya 4 turunan Peraturan Pemerintah (PP)
dari undang-undang ini membuat nasib buruh kian terpuruk.
“Contohnya, dengan adanya PP Nomor 36 Tahun 2021
Tentang Pengupahan membuat kebijakan upah minimum, baik di tingkat provinsi,
kabupaten/kota justru membuat buruh menderita,” tegasnya.
Walau keadilan sedang tidak memihak, Elly Rosita
memastikan KSBSI tetap berada digaris perjuangan buruh. Serikat buruhnya akan membuat
strategi baru untuk memperjuangkan undang-undang ketenagakerjaan yang memihak
pada kesejahteraan buruh.
“Kami meminta pemerintah segera menghentikan
praktik-praktik yang mendegradasi hak-hak buruh di dunia kerja,” ucapnya. (A1)