DPC FSB GARTEKS KSBSI Sukabumi Beberkan Dugaan Pelanggaran Ketenagakerjaan di PT. Busana Indah Global

DPC FSB GARTEKS KSBSI Sukabumi Beberkan Dugaan Pelanggaran Ketenagakerjaan di PT. Busana Indah Global

.

KSBSI.org, Dimasa pandemi Covid-19, buruh tak hanya menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat dampak krisis ekonomi global. Status kerja, masa depan maupun upah layak yang diterima juga semakin suram, sejak disahkannya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Tak hanya itu saja, perusahaan pun banyak melakukan pemberangusan serikat buruh (union busting) dan melanggar hak normatif buruh dalam UU Ketenagakerjaan.

Baca juga:  Waketum Kadin Setuju, Kesejahteraan Buruh ada di Struktur dan Skala Upah ,

Salah satunya ada di PT. Busana Indah Global (BIG) Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Pasalnya, di perusahaan ini diduga kuat melakukan PHK Sepihak union busting terhadap pengurus dan anggota serikat buruh. Padahal, kebebasan berserikat di perusahaan sudah dijamin dalam UU No. 21 tahun. 2001 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Abdul Aziz Pristiadi Ketua Dewan Pengurus Cabang Federasi Serikat Buruh Garmen, Kerajinan, Tekstil, Kulit dan Sentra Industri (DPC FSB GARTEKS) Kabupaten Sukabumi mengatakan Pengurus Komisariat  mereka atau PK FSB GARTEKS KSBSI PT. Busana Indah Global sedang menghadapi persoalan diperusahaan tersebut. Karena ada latar belakang dugaan PHK Sepihak dan union busting.    

Setelah dilakukan kajian, dia menyampaikan PT. BIG ada dugaan kuat melakukan pelanggaran pada Pasal 53 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, bahwa ‘Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha’

Aziz juga menyampaikan terdengar informasi setiap bulan buruh di perusahaan ini harus membayar materai Rp.10.000 untuk penandatanganan Perjanjian Kerja. Kalau PT. BIG dalam urusan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dilakukan sebulan sekali, dia mempertanyakan aturan hukum perusahaan garmen ini. Karena tidak sesuai pada aturan UU ketenagakerjan yang berlaku.

Kemudian, pihaknya juga mensinyalir PT. BIG melakukan pelanggaran terhadap Pasal 54 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Dimana dalam pasal ini menyatakan bahwa ‘Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sekurang kurangnya rangkap 2(dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja/buruh dan pengusaha masingmasing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja".

“Hasil investigasi yang kami dapat, pihak perusahaan tidak memberikan salinan kontraknya kepada buruh,” ungkapnya, di laman facebooknya beberapa waktu lalu.

Selanjutnya juga ada dugaan pelanggaran Pasal 4 ayat (2) PP 35 Tahun 2021 yang menjelaskan Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Nah, PT. BIG sendiri berdiri sejak tahun 2006 dan sampai saat ini masih bergerak dalam industri Garmen. Artinya, apakah perusahaan masih layak memberlakukan PKWT?

DPC FSB GARTEKS KSBSI Kabupaten Sukabumi juga menduga terjadi pelanggaran Pasal 14 ayat (1) dan (2) PP 35 Tahun 2021, yang menjelaskan mengenai pencatatan PKWT diatur paling lama 7 (tujuh) hari kerja harus dicatatkan kepada instansi yang berwenang dalam bidang Ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja. Tapi pihaknya menemukan PKWT (kontrak kerja) masih kosong, tapi justru sudah ada tandatangan dan stempel dari Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sukabumi.

“Kami akan segera meminta klarifikasi kepada pimpinan Disnakertrans Kabupaten Sukabumi terkait masalah tandatangan dan stempel tersebut. Kami akan minta pertanggungjawabannya, karena sama saja telah legitimasi PKWT seumur hidup. Hal ini berakibat 2000 lebih buruh di PT BIG menjadi korbannya,” tegasnya.

Lalu ada dugaan pelanggaran terhadap pasal 151 UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Pasal 151 UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Klaster ketenagakerjaan, dan Pasal 37 PP Nomor 35 Tahun 2021 Tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja Waktu Istirahat, dan PHK.

Kronologisnya, pada 31 Agustus 2020, 10 September 2020, dan 20 September 2020, Manajemen PT. BIG meliburkan/mengistirahatkan buruhnya. Kemudian, pada Senin, 07 September 2020 manajemen melakukan rapat dan menghasilkan berita acara. Dimana memberitahukan bagi buruh yang diliburkan/diistirahatkan yang kontrak kerjanya habis (dibulan September 2020 s/d Januari 2021), maka secara otomatis habis masa kontraknya.

“Dan kepesertaan BPJS ketenagakerjaan (Jamsostek) buruh ini juga otomatis dikeluarkan,” ungkapnya.

Artinya, kalau dikaitkan dengan poin 1, 2, 3, dan 4 tentu tidak relevan jika dikategorikan kontrak kerja. Termasuk, apakah dibenarkan PHK/Kontrak diputus begitu saja tanpa adanya pemberitahuan, kesepakatan, perundingan dengan pekerja/buruh atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan tanpa penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PHI)?

Selanjutnya, PT. BIG diduga melakukan pelanggaran terhadap Pasal 2 ayat (1) dan (2) Permenaker No. 6 Tahun 2016 Tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan yang menyatakan bahwa :

(1) Pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus-menerus atau lebih.

(2) THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada pekerja/buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan PKWTT atau PKWT.

Nah dampak dari poin nomor 5, karena dianggap habis kontrak dan terhitung baru lagi masa kerja buruh yang diliburkan, akibatnya sebagian buruh dalam pembayaran THR nya dihitung secara proporsional. Dan penerimaan THR nya tidak dibayar keseluruhan selama full 1 bulan upah. Dalam hal ini, Aziz menilai, bagaimana bisa dihitung proporsional orang PHK/Kontrak, dimana dalam poin 5 diputusnya saja sudah cacat hukum.

Masih terkait dugaan pelanggaran terhadap pasal 151 UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Pasal 151 UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Klaster ketenagakerjaan, dan Pasal 37 PP Nomor 35 Tahun 2021 Tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja Waktu Istirahat, dan PHK.

yang kemudian pada tanggal 31 Agustus 2021, 01 Agustus 2021, 20 September 2021, 30 September 2021, dan 10 Oktober 2021 Manajemen PT Busana Indah Global melakukan PHK Sepihak terhadap 18 Anggota Garteks, 2 (dua) orang diantaranya adalah pekerja hamil yang seharusnya mendapatkan cuti hamil sesuai yang diamanatkan pada Pasal 82 yang menyatakan bahwa :

(1) Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelumsaatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurutperhitungan dokter kandungan atau bidan.

(2) Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat satu setengah bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.

“Padahal Karyawan yang bersangkutan sudah mengisi permohonan cuti,” ungkapnya.

Pasal 153 ayat (1) huruf e juga lebih mempertegas bahwa pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.

Ditambah lagi ada sanksinya yang dijelaskan dalam Pasal 185 ayat (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2),Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143, dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4(empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan palingbanyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

Pasal 185 ayat (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan. Pasal 189 Sanksi pidana penjara, kurungan, dan/atau denda tidak menghilangkan kewajiban pengusahamembayar hak-hak dan/atau ganti kerugian kepada tenaga kerja atau pekerja/buruh.

8. Dugaan pelanggaran Pasal 28 dan pasal 43 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang menyatakan bahwa ‘Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara:

A. Melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi;

B. Tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;

C. Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;

D. Melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.

Kemudian Pasal 43 ayat (1) menjelaskan bahwa ‘Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 500 juta.

Mengenai Poin 8 ini begini ceritanya :

A. Pada 30 Nopember 2021, Erni Nurlaeli Ketua PK FSB GARTEKS KSBSI PT. Busana Indah Global dinyatakan habis kontrak oleh perusahaan. Padahal kondisi dirinya sedang dalam keadaan hamil dan juga sudah mengisi permohonan cuti hamil dan serta melahirkan.

“Namun apa yang didapat? Bukannya mendapat hak cuti malah dinyatakan habis kontrak,” ungkapnya.

Kalau dilihat dari poin masalah sebelumnya, kontraknya juga sudah terindikasi cacat hukum. Namun perusahaan masih beralasan habis kontrak. Dia menilai, kebijaka perusahaan ini hanya akal-akalan saja  supaya tidak terbebani biaya memberikan hak cuti hamil.

B. Pada 09 Desember 2021, Rudi Saprudin selaku Ketua Bidang Konsolidasi PK FSB GARTEKS KSBSI PT Busana Indah Global memohon cuti istirahat. Karena akan menikahkan saudaranya yang tinggal serumah. Permohonan cuti ini disetujui pihak perusahaan, tapi tak lama kemudian dia dipanggil HRD perusahaan dan dinyatakan putus kontrak.

C. Pada 10 Desember 2021 Manajemen PT. BIG menyatakan habis kontrak terhadap Katriono Wakil Ketua Bidang Advokasi, Marleni Wakil Sekretaris PK FSB GARTEKS KSBSI PT. Busana Indah Global dan Pian Aprianto anggota FSB GARTEKS KSBSI PT. Busana Indah Global.. berdasarkan informasi yang beredar bahwa manajemen akan menghabiskan kontrak seluruh pengurus dan anggota FSB GARTEKS KSBSI di PT. Busana Indah Global.. Woow ngeriiiii2 Sedap ya kawan2.. ????

Atas dasar poin-poin diatas, DPC FSB GARTEKS KSBSI Sukabumi akan melakukan Aksi Mogok Kerja pada 15, 16, dan 17 Desember 2021 dengan tuntutan:

1. Hapus Sistem PKWT bagi seluruh Karyawan di PT. BIG dan berubah menjadi PKWTT (Pengangkatan Karyawan Tetap);

2. Bayar Sisa THR Keagamaan yang tidak dibayarkan secara penuh oleh perusahaan terhadap karyawan;

3. Pekerjakan kembali Pengurus dan anggota PK FSB GARTEKS KSBSI PT. Busana Indah Global dan berikan hak cuti hamil/melahirkan sesuai peraturan perundang-undangan;

Tuntutan ini sangat relevan dengan persoalan yang dibahas. Belum lagi masalah-masalah lain, seperti kenaikan upah, struktur dan skala upah, kekerasan berbasis gender, skorsing dan lainnya. “Mudah-mudahan Allah SWT Meridhoi segala sesuatu yang kami perjuangkan. Tidak lain dan tidak bukan, yaitu  : lawan!,” tutupnya. (A1)

Komentar