KSBSI.org, JAKARTA - Perseteruan antara aktivis serikat buruh/serikat pekerja di Banten dengan Wahidin Alim Gubernur Banten akhirnya mulai reda. Hal ini terlihat, kabar di media sosial, kedua belah pihak melakukan penandatanganan Kesepakatan Perdamaian Laporan Polisi No: LP/B/496/XII/2021/SPKT III. DITRESKRIMUM/POLDA BANTEN tanggal 24 Desember 2021.
Baca juga: Terjadi Kesepakatan Damai, Buruh dan Mahasiswa di Banten Pastikan Tetap Aksi Demo di Kantor Gubernur Banten,
Bambang SY Ketua Konsolidasi Dewan Pengurus Pusat
Federasi Serikat Buruh Niaga, Informatika, Keuangan, Perbankan dan Aneka
Industri (DPP FSB NIKEUBA) menyambut baik kesepakatan perdamaian tersebut. Tapi
dia menegaskan bukan berarti urusan langsung selesai, karena persoalan utama
Gubernur Banten dengan buruh adalah soal tuntutan upah layak.
Ia menjelaskan persoalan buruh dengan Wahidin Alim itu
ada 2 masalah. Pertama, dia melaporkan aktivis buruh ke Polda Banten karena dia
marah akibat buruh sempat melakukan pendudukan ruangan kerjanya saat aksi
demo. Dalam masalah ini, Bambang
menegaskan seharusnya Wahidin Alim
bersikap bijak untuk mempelajari
kedudukan persoalannya.
“Alasan mereka menduduki ruangan kerja dia itu kan
karena sudah marah. Nah, selama ini Wahidin Alim dinilai sangat alergi untuk
berdialog dengan buruh terkait tuntutan upah layak. Padahal, dia menjadi orang
nomor satu di Banten itu sebagian besar didukung buruh,” ucapnya saat
diwawancarai melalui seluler, Rabu (4/1/2021).
Lanjutnya, dalam poin kedua Bambang menegaskan
persoalan utama buruh dengan Gubernur Banten adalah soal penetapan Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2022. Pasalnya, keputusan upah ini terbilang murah
dan tidak realistis dengan kebutuhan ekonomi buruh di Banten. Sebab harga
sembako, pendidikan dan lainnya awal 2022 ini hampir semuanya sudah naik.
“Kalau dia membuat keputusan UMK Tahun 2022 tidak
sesuai harapan buruh tentu dampaknya sangat luas,” ungkapnya.
Karena itu, Bambang mendukung aktivis buruh di Banten yang
mendesak untuk merevisi Surat Keputusan (SK) UMK tahun 2022. Menurutnya,
seorang gubernur tidak perlu takut intervensi dari pemerintah pusat untuk
merevisi penetapan UMK yang dibuatnya. Karena kepala daerah juga punya
kewenangan otonomi daerah.
“Supaya konflik ini tidak berkepanjangan, ada baiknya
Wahidin Alim mengajak perwakilan pengusaha, serikat buruh/serikat pekerja untuk
duduk bersama sambil berdialog. Saya nilai, buruh akan memahami dan sepakat
kalau tuntutan upah ini diambil solusi jalan tengahnya,” kata Bambang.
Nah, kalau Gubernur Banten tidak mau mendengarkan
tuntutan, dia mendukung langkah aktivis buruh melakukan gugatan di Pengadilan
Tata Usaha Negara (PTUN). Sebab, sikap penolakan upah murah ini tak hanya
melalui aksi demo saja. Tapi gerakan buruh juga bisa berjuang lewat jalur
hukum.
Terakhir, Bambang menyampaikan dimasa pandemi Covid-19,
seorang pemimpin itu harus bijak mendengarkan suara rakyat kecil. Dan
sebenarnya buruh itu sangat memahami kondisi perekonomian hari ini yang masih
terpuruk. “Tuntutan buruh itu sederhana saja, hanya ingin mendapat upah layak
untuk menafkahi keluarganya,” tutup Bambang. (A1)