Ini Sikap Aktivis Buruh DKI Jakarta, Terkait Polemik UMP DKI 2022 Yang Diputuskan Anies Baswedan

Ini Sikap Aktivis Buruh DKI Jakarta, Terkait Polemik UMP DKI 2022 Yang Diputuskan Anies Baswedan

Alson Naibaho Ketua DPC FSB KMIPARHO DKI Jakarta

KSBSI.org, JAKARTA - Pasca Anies Baswedan Gubernur DKI Jakarta membuat kebijakan merevisi putusan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2021, rupanya menuai penolakan keras dari pengusaha. Bahkan, pemerintah sendiri menganggapnya sebagai kepala daerah yang tidak mematuhi kebijakan pemerintah dalam penetapan upah minimum yang mengacu PP Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan.

Baca juga:  Polemik Revisi UMP DKI Jakarta Berlanjut, Anies Baswedan Bersikukuh, Pengusaha Masih Protes ,

Walau dikritik, Anies Baswedan sendiri tetap berkeyakinan pada pada keputusannya. Kepada awak media, dia menyampaikan kebijakan ini adalah untuk mementingkan keadilan dimasa pandemi Covid-19. Bahkan, dia memberi ancaman, apabila ada pengusaha yang tidak mengikuti keputusannya, maka Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan memberikan sanksi tegas.        

Alson Naibaho Ketua DPC FSB KMIPARHO DKI Jakarta menilain bahwa persoalan polemik UMP DKI tahun 2022 harus disikapi dengan bijak. Kalau pihak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI dan perwakilan pengusaha saling mengedepankan sikap ego, pasti tidak akan ada solusinya. Sebelumnya, dia sendiri sudah berkomunikasi dengan perwakilan pengusaha dari APINDO DKI Jakarta.

“Saat saya berdialog dengan pengusaha, mereka sangat keberatan dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta yang merevisi UMP DKI Jakarta, sehingga naik menjadi 5,1 persen,” ucap Alson, saat diwawancarai melalui seluler, Senin (10/1/2021).

Artinya, keputusan yang tidak relevan tersebut akan membawa dampak tidak baik bagi pelaku usaha pada 2022 ini. Sebab, saat rapat revisi keputusan UMP DKI yang dilakukan Dewan Pengupahan Provinsi DKI Jakarta tidak berjalan baik, karena deadlock. Sehingga, keputusan pun diambil oleh sepihak dan akhirnya membuat pengusaha keberatan.

Alson menilai sangat wajar jika pelaku usaha kecewa karena UMP DKI Jakarta tahun dianggap lebih menguntungkan buruh. Namun, dia menyarankan sebaiknya pengusaha bisa berlapang dada. Sebab, keputusan yang dibuat tersebut adalah kewenangan seorang kepala daerah.

“Saya pikir, ketika Anies Baswedang melakukan revisi upah minimum ini pasti ada pertimbangan yang matang,” jelasnya.  

Walau disastu sisi, dia menilai keputusan yang dibuat Gubernur DKI Jakarta memang kurang dasar hukumnya, karena tidak mengacu PP Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan. Dan kenaikan UMP DKI tahun ini sebesar 5,1 persen lebih mengikuti aturan PP Nomor 78 Tahun 2015 dan sudah tidak berlaku lagi.

“Saat beliau membuat merevisi UMP ini, dia memang menegaskan karena berdasarkan keadilan untuk meningkatkan daya beli ditengah masyarakat,” terangnya.

 Terkait rencana APINDO DKI Jakarta yang berencana melakukan gugatan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena menolak keputusan Anies Baswedan, Alson mengatakan sikap tersebut hal yang wajar. Sebab, dalam masalah ini, kebijakan yang dibuat memang membuat masalah baru lagi. Karena, idealnya dalam memutuskan upah minimum itu tidak menimbulkan perselihan baru.

“Tapi harus saling menguntungkan pihak-pihak terkait,” ungkapnya.

Memang, dalam membuat keputusan tersebut dia menilai Gubernur DKI Jakarta ada kesan kurang hati-hati. Dia menjelaskan, seandainya Anies Baswedan merevisi UMP DKI Jakarta Tahun 2022 sebesar 2,5 sampai 3 persen mungkin tidak terjadi polemik. Menurutnya kenaikan tersebut bisa menjadi solusi jalan tengah. Artinya pengusaha dan buruh sama-sama tidak dirugikan.

“Namun, karena keputusan diambil sepihak tanpa mendengarkan aspirasi dari perwakilan pengusaha akhirnya menjadi perdebatan yang berkepanjangan,” kata Alson.

Begitu juga, pengusaha pun memprediksi jika kebijakan upah minimum di DKI Jakarta tahun ini naik tinggi, maka berdampak pada ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran. Kemudian, para pelaku UMKM pun juga bakal berpikir ulang untuk membangkitkan usahanya. Karena pandemi Covid-19 tahun ini pun belum ada yang bisa memastikan segera berakhir.

Menyikapi hal itu, Alson mengatakan prediksi tersebut belum tentu benar dan kemungkinan bisa saja terjadi. Tapi, dia mengingatkan kepada Anies Baswedan, kalau keputusan UMP yang dibuatnya salah kebijakan, maka bisa menjadi boomerang bagi kepemimpinannya.

“Saya memang senang dengan hasil revisi UMP DKI Jakarta, karena memihak buruh. Sehingga ada kemampuan pengusaha untuk memenuhinya. Tapi kalau keputusan secara sepihak dibuat ujung-ujungnya jadi menimbulkan kegaduhan,” pungkasnya.

Terakhir, dia menyarankan APINDO DKI Jakarta sebaiknya tidak perlu melakukan gugatan di PTUN. Ada baiknya pengusaha tetap menghormati keputusan seorang kepala daerah. Seandainya, putusan yang dibuat Anies Baswedan nantinya membawa dampak tidak baik, pasti ada risiko yang dibuatnya. (A1)    

Komentar