KSBSI.org, Dalam memperingati bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau dikenal K3 Nasional, International Labor Organization (ILO) Perwakilan Jakarta, Kamis kemarin (13/1/2022) menggelar diskusi daring ‘Peliputan Media dan Literasi Berita Tentang K3 Dimasa Pendemi’, Jumat (14/1/2022). Dengan menghadirkan narasumber dari perwakilan serikat buruh/serikat pekerja, pemerintah dan jurnalis.
Baca juga: Kadin Bangun Dialog dengan Serikat Buruh - Serikat Pekerja untuk Membahas Kesejahteraan Buruh,
Sulistri
Afrileston Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Federasi Serikat Buruh
Makanan Minuman Pariwisata Hotel dan Tembakau (Sekjen DPP FSB KAMIPARHO)
mengatakan 2 tahun pandemi Covid-19 ada beberapa sektor usaha yang terpuruk.
Diantaranya bisnis pariwisata dan perhotelan.
Sehingga, banyak pelaku usaha terpaksa melakukan Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK), termasuk mengabaikan K3.
Dia
juga beberapa waktu lalu telah membuat riset tentang dampak pandemi Covid-19
terhadap buruh. dan jaminan buruh dalam K3 yang diberikan perusahaan selama
bekerja. Oleh sebab itulah, dia menyarankan bagi Pengurus Komisariat (PK) dan
anggota yang bekerja di sektor perhotelan diberbagai daerah, seperti di Manado,
Depok, untuk mengedepankan sosial dialog.
“Saat
sosial dialog dengan perwakilan manajemen perusahaan, kami mengedepankan sosial
dialog dimasa pandemi ini dalam memperjuangkan upah layak. Tentunya,
memperjuangkan K3, juga sangat penting selama mereka bekerja,” ucapnya, saat
memberikan materi agenda diskusi daring.
Sulistri
juga ikut mempertanyakan pemerintah karena belum melakukan ratifikasi Konvensi
ILO Nomor 155 Tahun 1981, yaitu setiap negara anggota ILO harus memiliki
kebijakan, konsep, dan rencana kerja untuk meningkatkan penerapan K3. Serta
Konvensi ILO No. 161/1985, dimana negara anggota ILO mesti memerintahkan
perusahaan menyediakan kesehatan kerja di tempat kerja masing-masing.
Sebab
tak bisa dibantah, bahwa masih banyak perusahaan yang belum menjalankan aturan
K3 sesuai aturan yang berlaku. Masih banyak perusahaan yang belum memberikan
Alat Pelindung Diri (APD) saat buruh bekerja. Seperti di sektor tambang,
perkebunan sawit dan beberapa sektor usaha lainnya. Atau kemungkinan, ada juga
pekerjanya yang memang belum memiliki kesadaran memakai APD, walau sudah
diberikan perusahaan.
Artinya,
dalam urusan ketenagakerjaan, ia menegaskan pemerintah jangan hanya fokus soal
upah saja. “Tapi juga harus komitmen dalam penerapan aturan K3. Kalau ada
perusahaan yang tidak mengabaikannya harus ada sanksi yang tegas,” jelasnya.
Dia
yakin semua serikat buruh/serikat pekerja sekarang ini sangat fokus dalam
melakukan kampanye dan advokasi K3 di perusahaan. Serta rutin melakukan
sosialisasi maupun pelatihan kepada anggotanya yang bekerja sama dengan pemerintah dan
perusahaan. Karena, bagi serikat buruh K3 ini sebenarnya adalah aset kesehatan
yang harus dijalankan.
Sebenarnya
pemerintah telah membentuk pengurus Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(D3KN) dalam urusan K3. Tapi kalau saya lihat fungsi dan pekerjaannya kurang
begitu efektif. Salah satu persoalannya karena kurang anggaran dalam
menjalankan program kerjanya.
“Jadi
kalau pemerintah memang memiliki komitmen kuat dalam urusan K3, kami meminta
harus ikut memperhatikan D3KN. Ada baiknya anggaran mereka ini diperhatikan dan
ditambah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,” tutupnya. (A1)