Tahun Ini, KSBSI Kembali Mengangkat Isu Dampak Perubahan Iklim di Dunia Kerja

Tahun Ini, KSBSI Kembali Mengangkat Isu Dampak Perubahan Iklim di Dunia Kerja

.

kSBSI.org, Markus Sidauruk Deputi Bidang Program Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) mengatakan tahun ini aktivis buruh juga akan fokus pada kampanye dan advokasi perubahan iklim, atau dikenal ‘Climate Change’. Dia beralasan, agenda ini bertujuan untuk mewujudkan transisi global yang adil.

Baca juga:  Pernyataan Sikap KSBSI: Cabut Permenaker Nomor 2 Tahun 2022, Jelang Peringatan Hari Pekerja Internasional, ITUC Ingatkan Pentingnya Kesehatan dan Keselamatan Kerja , Press Release, Aksi KSBSI untuk Buruh Kamboja serukan Pembebasan Aktivis yang Ditangkap!,

Langkah awal agenda yang bakal dilakukan KSBSI adalah melakukan riset terkait dengan perubahan iklim. Tapi riset ini akan lebih fokus menyoroti perubahan iklim dan keadilan iklim dan transisi yang adil,” ucapnya di Kantor KSBSI, Cipinang Muara Jakarta Timur, Selasa (15/2/2022). 

Kemudian, akan dilanjutkan kegiatan workshop dengan mengundang federasi afiliasi KSBSI serta lintas serikat pekerja/serikat buruh, perwakilan pemerintah dan akademisi. Tujuan workshop ini nantinya akan menyerap saran dan masukan dalam mengatasi  dampak perubahan iklim, khususnya di dunia kerja. 

“Saya nilai semua pihak, baik dari serikat buruh, pengusaha dan pemerintah harus satu persepsi menyikapi perubahan iklim. Sebab,masalah ini sudah menjadi persoalan global,” ungkapnya. 

Markus menjelaskan, salah satu penyebab perubahan iklim itu karena salah satunya energi batubara, gas serta fosil untuk kebutuhan energi seperti bahan bakar minyak. Karena itulah, mengingat situasi perubahan iklim semakin mengancam manusia, KSBSI bagian yang terpanggil melakukan edukasi  kepada buruh untuk menyelamatkan kerusakan alam. 

 “Buruh harus sadar, kalau dampak perubahan iklim tidak disikapi sejak dini, maka akan membawa dampak pada generasi muda selanjutnya,” ucapnya. 

Lanjutnya, kampanye perubahan iklim yang rutin digaungkan sekarang ini telah memiliki dampak positif. Sebab, dengan adanya desakan ini untuk membuat perusahaan multinasional melakukan transisi perubahan iklim yang ramah lingkungan. Dan sangat baik, jika kedepannya industri tambang seperti fosil dan batubara segera berakhir.

“Kemudian pemerintah dan pengusaha harus terlibat untuk pengalihan buruh tenaga kerja di pertambangan ini ke sektor industri yang ramah lingkungan,” pungkasnya. 

Tepatnya, Markus menegaskan dampak perubahan iklim tak hanya terjadi di satu negara saja, tapi semua negara. Dia juga menjelaskan hasil workshop ini nantinya akan dijadikan dokumen dan baghan rujukan. Termasuk akan diberikan kepada pemangku jabatan negara, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta NGO internasional yang fokus pada isu lingkungan dan ketenagakerjaan.

“Agenda perubahan iklim yang akan dilakukan satu tahun ini juga sebagai ajang sosialisasi. Agar pemerintah, pengusaha dan serikat serikat buruh memiliki satu pemahaman dalam menyikapi perubahan iklim,” ujarnya. 

Sebab, sampai hari ini masalah perubahan iklim di Indonesia belum mendapat perhatian penuh dari pemerintah dan pengusaha. Padahal ancamannya semakin terlihat nyata. Oleh sebab itulah, KSBSI menginginkan isu climate change menjadi salah satu isu nasional yang harus disikapi semua pihak.

“Sejauh ini serikat pekerja/serikat buruh di Indonesia memang belum tersosialisasi dengan baik untuk melakukan kampanye dan advokasi dampak perubahan iklim. Jadi ada baiknya melakukan hal-hal terkecil dulu,” ungkapnya. 

KSBSI sendiri sejak beberapa tahun ini mulai melakukan agenda penyelamatan bumi. Seperti membuat taman hijau KSBSI dan beberapa pengurus dan anggota di daerah telah melakukan program penanaman pohon, serta daur ulang sampah. (A1)      

Komentar