Refleksi 30 Tahun Perjalanan Organisasi, Rekson Silaban: KSBSI Harus Mengingat Sejarah

 Refleksi 30 Tahun Perjalanan Organisasi, Rekson Silaban: KSBSI Harus Mengingat Sejarah

Rekson Silaban ; Ketua MPO KSBSI

Rekson Silaban Majelis Penasihat Organisasi Konfederasi Serikat Buruh Se (MPO KSBSI) mengatakan pada 25 April tahun ini, usia KSBSI genap memasuki ke 30 tahun, merupakan perjalanan kedewasaan dalam organisasi. Ada pepatah lama internasional yang pernah mengatakan ‘Mereka yang melupakan sejarah akan dipaksa mengulangi kesalahan yang sama’.

Baca juga:  Perkuat Komunikasi, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Silaturahim Bersama SB/SP di Bulan Ramadan ,

“Refleksi yang saya sampaikan 30 tahun usia KSBSI, kita harus tetap mengingat perjalanan sejarah organisasi ini. Dari hal yang positif sampai negatif yang sudah kita lewati. Sehingga menjadi pembelajaran bersama,” ucapnya beberapa waktu lalu di Sentul City Kabupaten Bogor Jawa Barat.

Artinya, kalau ada hal positif dan menjadi prestasi KSBSI harus tetap dipertahankan. Kalau yang negatif dan membuat citra KSBSI buruk maka sudah waktunya ditinggalkan. Dengan demikian, sejarah ini nantinya berguna sebagai bahan refleksi bersama.

“Supaya kita semakin kuat mampu bertahan dan bisa membaca tantangan zaman. Karena tidak semua organisasi pergerakan bisa bertahan lama. Termasuk KSBSI juga bisa tenggelam kalau tidak belajar dari pengalaman sejarah,” ungkap Rekson.

Rekson menegaskan KSBSI lahir dan memiliki karakter serikat buruh yang nasionalis. Dan telah membuat sejarah perubahan hak kebebasan berserikat di Indonesia untuk memperjuangkan kesejahteraanya. Sebab di dunia ini hanya ada 2 lembaga atau institusi yang bisa memperbaiki nasib buruh.

“Pertama legislasi dan yang kedua tetap serikat buruh, kalau pun ada media pers, LSM, pengacara, lembaga agama membantu kita, tapi yang konsisten memperjuangkan kepentingan buruh adalah 2 lembaga tersebut,” jelasnya.

Begitu juga, 30 tahun perjalanan usia KSBSI karakter gerakannya ini sudah berubah. Tidak lagi lebih mengutamakan aksi ekstrim demonstrasi seperti dimasa pemerintahan diktator Presiden Soeharto. Saat ini, KSBSI lebih memprioritaskan ‘sosial dialog’ dalam menyelesaikan persoalan  ketenagakerjaan.

“Dulu lawan utama KSBSI memang rezim orde baru (Orba) yang terbukti membungkam hak bersuara dan memberangus serikat buruh. Nah setelah terjadi Reformasi 98, lawan serikat buruh menjadi dua. Penguasa bersama kapitalisme,” ucapnya.

Dua kekuatan ini kerap berkoalisi dan sering membuat regulasi dan undang-undang terselubung dalam melemahkan kekuatan serikat buruh. Semuanya dilakukan pemerintah memang untuk mengamankan kepentingan bisnis para kaum pemilik modal.

“Namun keadaan justru sudah berbalik. Pengusaha dan serikat buruh sekarang ini memiliki persoalan sama. Dunia sedang mengalami transisi iklim dan teknologi. Jadi mau tidak mau pengusaha dan serikat buruh harus duduk bersama untuk mencari solusi jalan tengahnya. Melalui cara sosial dialog yang dicetuskan International Labour Organization (ILO),” katanya.

Artinya, kalau serikat buruh masih menggunakan pola gerakan ‘penekan’  kemungkinan akan tetap kalah. Menurutnya, keunggulan sosial dialog itu sudah sangat efektif untuk membuat perubahan pada kepentingan buruh. Dengan cara menggunakan kemampuan intelektual diplomasi dalam mempengaruhi pemerintah dan pengusaha.

“Saya berharap pengurus federasi serikat buruh yang berafiliasi dengan KSBSI terus meningkatkan kemampuan dalam ilmu komunikasi,” imbuhnya.

Perkuat SDM  

Kemudian KSBSI juga tidak lagi menganggap pengusaha itu sebagai musuh buruh. Melainkan menjadi mitra untuk memajukan perusahaan ditempat buruh bekerja. Karena, kalau serikat buruh masih menganggap pengusaha itu lawan, maka jumlah anggotanya semakin terkikis habis. Sehingga kekuatannya pasti menurun. Jadi, aktivis buruh tidak perlu lagi tabu melakukan tukar pikiran dan dialog dengan pemerintah dan pengusaha.

“Perlu saya pertegas sosial dialog itu bukan membuat kita tunduk menjadi penjilat. Tapi tujuan gerakan intelektual ini adalah untuk mempengaruhi kebijakan dengan cara solusi jalan tengah. Buktinya perusahaan interneasional sekelas Nike, Adidas juga sudah mau bekerja sama sekarang ini dengan KSBSI,” pungkasnya.

Ia juga berharap KSBSI kedepannya terus memperkuat Sumber Daya Manusia (SDM) bagi pengurus dan anggotanya. Baik kader dari tingkat pusat sampai daerah. Kekuatan utama serikat buruh itu memang dilihat dari kuantitas. Tapi kalau kepemimpinan dan manajemen organisasinya lemah, hmaka posisi tawarnya tidak memiliki nilai.

“Intinya KSBSI adalah organisasi pergerakan. Jadi kuantitas dan kwalitas harus diperkuat agar tetap diperhitungkan. Tidak ada gunanya juga kalau pengurusnya cerdas, tapi anggotanya sedikit,” ucapnya.

Terakhir, Rekson menyampaikan bahwa 30 tahun perjalanan KSBSI, gerakannya sangat dinamis. Proses pengkaderan juga berjalan dengan baik. Bahkan, kader-kadernya sudah banyak yang tampil dikancah internasional sebagai utusan dan pembicara pertemuan serikat buruh lintas negara.

KSBSI ini organisasi juga bagian dari pengkaderan. Tongkat estafet kepemimpinan akan terus berganti Dan yang senior pada waktunya pasti akan digantikan oleh generasi-generasi yang baru. Karena itulah, dia berpesan agar kader-kader muda KSBSI harus banyak belajar, diskusi dan mengambil peran untuk memikul beban organisasi.

“Saya berharap, setelah yang senior tidak lagi aktif dan digantikan yang muda mengurus KSBSI bisa lebih besar dan membuat sejarah baru. Saya takut, kalau KSBSI kedepannya mengalami kemunduran, maka saya termasuk orang yang gagal membangun gerakan ini,” tandasnya. (A1)

Komentar