KSBSI.org, JAKARTA - Setiap 1 Mei, diperingati Hari Buruh Internasional atau ‘May Day’. Termasuk Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) ikut merayakannya. Namun mengingat May Day 2022 berdekatan Hari Raya Keagamaan Idul Fitri 1443 H untuk Umat Muslim , maka KSBSI memutuskan tidak melakukan perayaan seperti biasanya. Tapi melakukan refleksi serta santunan kepada anak yatim piatu.
Baca juga: Binson: Genap 30 Tahun, KSBSI Tetap jadi Rumah Aspirasi Buruh dan Masyarakat,
Elly Rosita Silaban Presiden KSBSI menyampaikan pada
peringatan May Day 2022, KSBSI memiliki catatan kepada pemerintah dalam
memperbaiki kesejahteraan buruh. Diantaranya, bersikap kritis terhadap revisi
Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dan revisi pembentukan Peraturan
Perundangan-Undangan (PPP) yang memasukan metode Omnibus law sebagai
konsekuensi putusan dari Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI).
KSBSI menilai revisi UU PPP sarat kepentingan ekonomi
politik oligarkhi. Padahal MKRI sudah memerintahkan agar pemerintah dan DPR RI
merevisi UU Cipta Kerja. Namun secara bersamaan DPR RI juga memasukkan agenda
revisi UU PPP sehingga menimbulkan kecurigaan politik bagi buruh.
“Selama proses revisi, DPR RI terkesan memaksakan 2
undang-undang ini harus segera rampung. Tapi yang membuat kecewa, sangat minim
melibatkan partisipasi publik dengan serikat buruh untuk dialog dalam
memberikan saran dan masukan,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Rabu
(27/4/2021).
KSBSI menegaskan kepada pemerintah tidak menolak
keseluruhan UU Cipta Kerja bersama 4 turunan Peraturan Pemerintah (PP) yang
telah dibuat pemerintah. Diantaranya PP No.34 Tahun 2021 tentang Tenaga Kerja
Asing (PP TKA), PP No.35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu,
Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP
PKWT-PHK), PP No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, dan PP No.37 Tahun 2021
tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan (PP JKP).
“Tapi yang ditolak adalah terdapat beberapa pasal dari
kluster ketenagakerjaan, yang mendegradasi hak buruh di dunia kerja. Hilangnya
jaminan masa depan kerja dan melahirkan kebijakan upah rendah buruh ditingkat
provinsi sampai kabupaten/kota,” tegasnya.
Dua tahun sejak terjadi pandemi COVID-19 masih tetap
mengancam buruh di Indonesia. Sebagian dari jutaan buruh yang terkena Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) masih belum bekerja. Berdasarkan data Kementerian
Ketenagakerjaan (Kemnaker) pada Maret 2021, terdapat 29,4 juta orang terdampak.
Termasuk yang ter-PHK, dirumahkan tanpa upah hingga pengurangan jam kerja dan
upah.
Karena itu, KSBSI mendesak pemerintah lebih serius
membuka lapangan kerja seluasnya untuk menurunkan jumlah pengangguran. Lalu
mendorong Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) lebih banyak membuka program
pelatihan ketenagakerjaan (vokasi) sampai tingkat daerah yang berbasiskan
keahlian digital platform.
“Termasuk semua kementerian yang ditugaskan Presiden
Joko Widodo (Jokowi) untuk mengatasi buruh ter-PHK dimasa pandemi tidak lagi
bersifat ‘ego sektoral’, tapi harus saling bersinergi,” ujarnya.
Dalam program pemulihan ekonomi dimasa pandemi, KSBSI
mendorong pemerintah agar lebih membuka ruang sosial dialog dengan perwakilan
pengusaha dan serikat buruh. Sehingga kebijakan yang diputuskan tidak menjadi
polemik dan menimbulkan kegaduhan politik.
“Karena gerakan KSBSI sekarang ini lebih
memprioritaskan sosial dialog untuk menciptakan hubungan industrial yang
harmonis. Kalau pun KSBSI melakukan aksi demo, sikap ini hanya opsi terakhir
saja,” kata Elly.
Hal senada juga disampaikan Dedi Hardianto Sekretaris
Jenderal (Sekjen) KSBSI. Dia mendesak Kemnaker tidak boleh lepas tanggung jawab
terkait masih banyaknya kasus pemberangusan serikat buruh (union busting)
maupun PHK sepihak terhadap pengurus serikat buruh diperusahaan. Bahkan, dimasa
pandemi semakin marak terjadi.
“Karena kebebasan berserikat telah dijamin dalam UU
No.21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Termasuk mendorong
pemerintah untuk segera melakukan Ratifikasi Konvensi ILO Tentang Penghapusan
Pelecehan dan Kekerasan di Dunia Kerja.
KSBSI mendukung Pemerintah Indonesia menjadi
presidensi (tuan rumah) penyelenggaraan pertemuan Pemimpin Negara-Negara G20.
Dimana, pemerintah juga telah memercayakan KSBSI sebagai chair (ketua)
pertemuan Labour 20 atau L20. Forum internasional L20 merupakan adalah
perwakilan serikat buruh/serikat pekerja negara industri maju.
“Dimana nantinya melakukan dialog pada agenda ‘Labour
Summit’ di Bali pada September 2022 untuk membahas isu perburuhan secara
global. Hasil diskusi tersebut akan disampaikan dalam forum pertemuan G20,”
jelasnya.
Ada 3 isu global yang akan disuarakan KSBSI pada
pertemuan forum L20. Pertama perubahan iklim (climate change) di dunia kerja
dan transisi yang adil (just transition). Kedua perlindungan dan kesejahteraan
kepada pekerja digital platform. Ketiga
jaminan kerja layak dan hak jaminan sosial untuk semua pekerja. Dimana tanpa
melihat status fisik, hubungan kerja dalam memperoleh jaminan pekerjaan,
kesehatan dan kesehatan yang layak dan memberikan perhatian khusus kepada
pekerja disabilitas.
“Semoga perayaan May Day 2022 membawa perubahan dan
kesejahteraan kepada buruh di Indonesia. Segenap keluarga besar KSBSI juga
mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1443 H, Mohon Maaf Lahir dan Bathin,”
tutupnya. (A1)