JAKARTA- Meningkatnya harga minyak goreng hingga 50 persen sejak tahun 2021 perlu disikapi dengan kebijakan yang berpusat pada rakyat, khususnya kelas pekerja. Kebijakan untuk rakyat dan pekerja memerlukan pelibatan aktif serta masukan dari rakyat dan pekerja. Sepuluh Federasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh, yang terafiliasi dengan 4 Konfederasi, yang memiliki pekerja di rantai pasok sawit Indonesia mendesak Pemerintah meninjau dengan seksama kebijakan larangan ekspor. Pemerintah harus segera menurunkan harga minyak goreng dan menjalankan tata kelola industri minyak sawit yang berpusat pada kesejahteraan rakyat, bukan sekedar demi investasi semata. Pemerintah harus meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum pada semua lini produksi sawit, menjaga keterpaduan program pemanfaatan minyak sawit untuk energi dan pangan agar tidak tumpang tindih.
Baca juga: Ini Sikap KSBSI Pada Pemerintah Peringatan May Day 2022 ,
Kami memohon dengan hormat kepada Presiden beserta seluruh jajarannya meninjau dengan cermat kebijakan larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng yang telah diberlakukan sejak tanggal 28 April 2022. Upaya pemerintah untuk segera mengatur tata Kelola ekspor maupun memastikan kecukupan pasokan dalam negeri disambut dengan baik oleh berbagai elemen serikat pekerja/buruh dan anggota dengan harapan dapat menurunkan harga minyak goreng. Namun keputusan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, diharapkan bukan manajemen “pemadam kebakaran” sebagai kebijakan reaksional terhadap kegaduhan yang sudah berlarut sejak beberapa bulan terakhir. Pemangku kepentingan terkait perlu dilibatkan dalam mengurangi permasalahan ini maupun dalam mencari langkah intervensi sistemik untuk mencegah berkuasanya oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan celah-celah perundang-undangan yang berlaku.
Perbaikan tata kelola produksi yang memastikan penghormatan hak-hak pekerja, perbaikan serta pengawasan penyaluran logistik bahan baku minyak goreng dan minyak goreng menjadi pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan segera. Gunakan proses dialog dengan berbagai pihak untuk menyelesaikan polemik ini segera. Artinya Pemerintah sebagai regulator perumus kebijakan harus menyerap aspirasi baik pengusaha dan buruh sawit serta para stakeholder terlebih dahulu. Dengan begitu, harapannya pemerintah mendapatkan masukan dan bisa menganalisa lebih lanjut, sehingga dalam mengambil kebijakan akan memperhatikan potensi dampak buruk dari kebijakan yang diambil tersebut. Dalam konteks ini, sudah saatnya pemerintah mempunyai wadah dialog sectoral yang melibatkan perwakilan kelas pekerja/buruh di sector sawit untuk memastikan transparansi, memberikan masukan terhadap kebijakan serta memastikan sinkronnya berbagai implementasi peraturan perundang-undangan.
Kami mendesak pemerintah untuk segera menurunkan harga bahan pokok khususnya minyak goreng dan memastikan ketersediaannya demi kesejahteraan masyarakat Indonesia, khususnya para kelas pekerja. Seperti pepatah, tikus mati di lumbung padi, dengan berbagai kenaikan bahan pokok khususnya minyak goreng merupakan ironi di sebuah negara pemilik lahan kebun sawit serta produsen minyak sawit terbesar di dunia. Semoga pemerintah tidak lalai menjalankan amanat rakyat.
Kami mendesak dan mendukung pemerintah untuk meningkatkan penegakan hukum terhadap oknum-oknum yang menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, dan abai terhadap peraturan hukum yang berlaku di Indonesia. Pemerintah beserta jajaran tidak boleh tunduk terhadap kapitalis, pemodal, investor dan berbagai aktor yang bermain untuk memanfaatkan kesenjangan hukum dan peraturan yang ada. Isu minyak goreng telah membuktikan bahwa aset termasuk tanah dan ijin usaha pengelolaan sawit tidak boleh dikuasai oleh segelintir orang, melainkan harus dikelola secara adil untuk kepentingan rakyat termasuk oleh petani sawit, BUMN dan pekerja.
Dari perspektif pekerja/buruh yang ada di sector sawit, ke empat tuntutan merupakan sikap dari kebijakan yang sementara diambil oleh pemerintah. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tentang pelarangan ekspor ini dapat berdampak pada pekerja/buruh serta kelangsungan usaha di sektor sawit. “Pelarangan ekspor membuat pabrik-pabrik berhenti berproduksi atau mengurangi produktifitasnya, karena tangki minyak penuh, pabrik akan membatasi penerimaan Tandan Buah Segar (TBS), belum lagi armada angkut terancam berhenti bekerja karena sepinya aktifitas sawit.” kata Nursanna Marpaung, Sekretaris Eksekutif JAPBUSI usai rapat koordinasi pada, Selasa (26/04/2022).
“Ketakutan kami sangat beralasan, aktifitas pekerja di rantai pasok minyak sawit akan melambat atau bahkan berhenti, para pekerja berpotensi kehilangan pekerjaannya atau kesejahteraannya akan menurun, terlebih 70% produksi sawit nasional adalah pasar ekspor, artinya konsumsi dalam negeri (biofuel, minyak goreng, dll) hanya 30% saja. Menurut kami saat ini pasar ekspor itu sebuah keharusan, mengingat kelangkaan minyak goreng bukan dikarenakan kekurangan bahan baku. Dengan demikian sebaiknya penegakan peraturan hukum harus ditingkatkan menyasar oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab merupakan hal yang utama, kemudian tata Kelola rantai pasok perlu dibenahi agar tidak berisiko menggangu kelangsungan usaha dari pekerja maupun pengusaha sembari upaya-upaya menurunkan harga tetap dilakukan” ungkapnya.
Nursanna, selaku Sekretaris Eksekutif JAPBUSI dan juga Ketua Umum F-HUKATAN, mengatakan ada hampir 5 juta pekerja di sektor hulu sawit, diantaranya 2 juta lebih petani dengan total keseluruhan pekerja sampai rantai pasok, itu mencapai 16,2 juta pekerja. Jika penurunan produksi akibat larangan ekspor minyak goreng ini terjadi, bisa jadi kita akan mengalami skenario terburuk, yaitu penurunan kesejahteraan pekerja dan petani sawit.
“Tentu saja, kami, seluruh federasi serikat pekerja yang tergabung dalam jejaring ini, berharap skenario terburuk itu tidak akan terjadi, kita percaya bukan itu tujuan dari pelarangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng ini. Kami mendukung Presiden untuk menyelesaikan masalah dengan tuntas tanpa menimbulkan permasalahan baru. Kementerian Perdagangan, kementrian perindustrian serta kementrian yang terkait harus tegas megambil Tindakan dan tidak berubah-berubah agar mengurangi ketidakpastian di kalangan produsen yang pada akirnya dapat berpengaruh kepada kesejahteraan buruh” jelasnya.
JAPBUSI sebagai wadah Kerjasama lintas serikat pekerja/serikat buruh sawit Indonesia mengucapkan selamat hari buruh atau May day 2022, dengan semangat pulih bersama, berdialog bersama, dan maju bersama, khusunya bagi pekerja/buruh setidaknya dapat mempertahankan atau bahkan dapat meningkatkan kesejahteraannya. Pada saat ini, JAPBUSI beranggotakan 10 federasi SP/SB yang terafiliasi dengan 4 konfederasi serikat pekerja/serikat buruh Indonesia yakni: FSB-HUKATAN, FSB-KAMIPARHO, FSB-NIKEUBA, FP4K-SARBUMUSI, F-KUI, F-LOMENIK, F-SPPP KSPSI CAITU, FSPPP-SPSI, F-NIBA dan F-TA.