Solusi Aktivis Serikat Buruh Terkait Polemik Urbanisasi dan Lapangan Kerja

Solusi Aktivis Serikat Buruh Terkait Polemik Urbanisasi dan Lapangan Kerja

Carlos Rajagukguk Ketua Umum Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Federasi Serikat Buruh Niaga, Informatika, Keuangan, Perbankan dan aneka Industri (DPP FSB NIKEUBA)

KSBSI.org,JAKARTA-Biasanya, setelah hari raya keagamaan seperti Idul Fitri, kota-kota besar besar seperti DKI Jakarta akan menghadapi masalah baru, diantaranya masalah urbanisasi. Mereka dari berbagai daerah datang ke kota metropolitan ini untuk merubah nasibnya.

Baca juga:  Dalam Agenda EWG Presidensi G20, KSBSI Suarakan Hak Jaminan Perlindungan Sosial Pekerja UKM,

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak membatasi semua masyarakat datang ke Jakarta. Tapi kami berharap bagi warga pendatang agar memiliki tujuan jelas. Dan memastikan segera mendapatkan pekerjaan dan tempat tinggal yang pasti,” kata Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, Rabu kemarin (11/5/2022).

Pemprov DKI Jakarta tidak menggelar operasi yustisi atau penjaringan terhadap pendatang baru di Ibu Kota selepas Lebaran 2022. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI menegaskan siapa pun bisa tinggal di Jakarta. Dan warga yang hanya ingin menetap di Jakarta tak sampai 1 tahun. Pemprov DKI akan memberikan surat keterangan penduduk nonpermanen kepada warga tersebut.

Carlos Rajagukguk Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Federasi Serikat Buruh Niaga, Informatika, Keuangan, Perbankan dan aneka Industri afiliasi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DPP FSB NIKEUBA KSBSI) mengatakan urbanisasi menjadi persoalan klasik yang terjadi tiap tahun. Seperti pasca hari raya keagamaan. Ia menyarankan bagi mereka yang datang ke kota besar, diantaranya DKI Jakarta untuk mencari kerja, ada baiknya sudah menyiapkan bakat ketrampilan kerjanya.

“Supaya ketika mereka tiba di Jakarta memang siap bersaing. Apalagi kemajuan teknologi di Kota Jakarta semakin berubah drastis, jadi sangat dibutuhkan calon-calon pekerja yang memiliki ketrampilan kerja diatas rata-rata,” kata Carlos, saat diwawancarai di Cipinang Muara, Jakarta Timur, Kamis (12/5/2022).

Kemudian, kondisi DKI Jakarta saat ini dalam proses pemulihan ekonomi. Pasalnya 2 tahun pandemi Covid-19, hampir semua sektor bisnis terpuruk. Sehingga banyak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Walau kondisi pandemi Covid-19 semakin surut, namun lapangan kerja belum begitu terlalu banyak dibuka.

“Sehingga, para calon pekerja dari daerah yang datang berbondong-bondong ingin merubah nasibnya mencari kerja bakal kesulitan. Karena jumlah lowongan pekerjaan kemungkinan besar tidak terlalu banyak tahun ini,” ungkapnya.

Bagi mereka yang bisa diterima, tentunya selama bekerja akan menghadapi dampak dari Undang-Undang Cipta Kerja. Dimana, kondisi lapangan kerja hari ini, perusahaan memang sangat gampang merekut tenaga kerja baru. Tapi status pekerjaannya akan sangat jarang sekali dijadikan status permanen. Hanya sebatas tenaga kerja kontrak berulang-ulang. Sehingga masa depan buruh akan semakin tidak jelas.

“Persaingan kerja di Jakarta untuk sekarang ini memang semakin ketat. Kalau ada yang datang tanpa bekal ketrampilan kerja memadai kemungkinan mereka akan tersisih,” ungkapnya.

Oleh sebab itu, negara harus berperan lebih kongkrit untuk meningkatkan kwalitas keahlian, khususnya kepada generasi muda. Terutama dalam peningkatan program pelatihan kerja (vokasi) yang berbasiskan teknologi industri 4.0. Masalah lainnya, pemerintah juga hanya menyediakan program pelatihan kerja, namun yang diutamakan uang tunai buat buruh yang terdampak pandemi selama 2 tahun ini.

“Sementara program jaminan kehilangan pekerjaan maupun informasi lowongan kerja belum begitu efektif dijalankan pemerintah,” ucapnya. 

Ia juga menceritakan banyak pengusaha mengeluh karena hasil lulusan peserta program vokasi belum sesuai kebutuhan lapangan kerja. Dan sosialisasi program ini juga belum begitu populer ditengah masyarakat. Intinya, urbanisasi memang masih menjadi budaya masyarakat Indonesia. Dimana orang daerah ingin datang ke kota besar, seperti Kota Jakarta untuk mencari pekerjaan lebih layak.

Ia menyampaikan bahwa sebagian besar perusahaan padat industri seperti sektor garmen, tekstil dan industri lainnya sudah banyak relokasi ke daerah Jawa Tengah. Seperti di Kabupaten Jepara, Semarang, Boyolali dan beberapa kabupaten lainnya.

“Saran saya warga daerah sebaiknya mengurangi urbanisasi seperti ke Kota Jakarta. Kalau pun ingin mencari lapangan kerja ada baiknya di daerah industri baru. Karena  didukung biaya hidup yang tidak mahal,” jelasnya.

Carlos menyarankan agar didaerah industri baru tersebut pemerintah pusat dan daerah harus mampu bekerja sama untuk membuka program vokasi untuk warganya dan sesuai kebutuhan pasar kerja. Supaya sejalan dengan keinginan perusahaan. Termasuk akses informasi lapangan kerja harus dibuka seluas-luasnya.

“Pemerintah juga harus berani membuka ruang dialog sosial dengan perwakilan serikat buruh untuk mengatasi masalah urbanisasi dan solusi lapangan kerja,” tandasnya. (A1)  

Komentar