KSBSI.org,JAKARTA-Pemerintah bakal memberikan Program Bantuan Subsidi Upah (BSU) kepada 16 juta pekerja/buruh dengan gaji dibawah Rp3,5 juta per bulan. Namun subsidi tersebut bersamaan dengan rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), khususnya pertalite dan solar. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, bantuan yang akan digelontorkan sebesar Rp24,17 triliun. Sebagai tambahan bantalan sosial atas rencana pengalihan subsidi BBM.
Baca juga: Wasnaker Banten Dianggap Kurang Profesional Menangani Masalah Ketenagakerjaan 11 Pekerja,
Menteri
Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, melalui Biro Humasnya menyatakan pihaknya terus
menyiapkan berbagai langkah percepatan penyaluran bantuan pemerintah berupa
subsidi upah (BSU) pada 2022. Persiapan terus dimatangkan untuk menjamin BSU
tersalurkan secara cepat dan akuntabel.
“Kemnaker terus
menyiapkan segala hal teknis untuk proses penyaluran BSU. Kami terus berupaya
agar BSU ini dapat tersalurkan pada September 2022 ini,” kata Menaker Ida
melalui siaran pers, Rabu (31/8/2022).
Elly Rosita
Silaban Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) tidak
setuju program Bantuan Subsidi Umum (BSU) sebagai bantalan kenaikan harga BBM.
Selain itu, program BSU yang digelontorkan sebelumnya tidak efektif. Karena
tidak tepat sasaran dan kurang sosialisasi. Sehingga banyak buruh yang tidak
mendapatkannya.
“BSU yang akan
diberikan pemerintah dibawah sebesar Rp3,5 juta ini saya nilai tidak menjawab
persoalan. Apalagi subsidi ini hanya diberikan untuk buruh di pedesaan.
Sementara buruh di perkotaan selama ini yang lebih banyak menggunakan kendaraan
bermotor,” ucapnya, saat diwawancarai di Kantor KSBSI, Cipinang Muara Jakarta
Timur, Kamis (1/9/2022).
Ia menerangkan
kesadaran masyarakat memang masih minim terkait sosialisasi subsidi BBM. Karena
subsidi BBM ini sebenarnya untuk masyarakat kelas menengah ke bawah. Tapi
faktanya, yang memakai pertalite dan solar banyak dari kelas menengah ke atas.
Padahal, mereka dilarang dan tidak boleh mengambil hak masyarakat kecil.
“Saya
khawatir, kalau kebijakan BBM dinaikan bakal terjadi kenaikan inflasi.
Sementara upah buruh tidak ada kenaikan, akhirnya daya beli ditengah masyarakat
menurun,” ungkapnya.
Elly juga
menyampaikan, soal kebijakan BSU pemerintah telah melakukan kesalahan yang
berulang-ulang. Serta tidak pernah dilakukan evaluasi. Bahkan, setiap membuat
keputusan BSU tidak pernah melibatkan publik. Seperti mengajak dialog
perwakilan serikat buruh/serikat pekerja.
“Seharusnya
pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tidak perlu alergi
dengan aktivis serikat buruh. Karena selama ini kami juga banyak memberikan
saran dan kontribusi untuk memperbaiki kesejahteraan buruh dalam bentuk dialog,”
pungkasnya.
Intinya Elly
sebagai Presiden KSBSI menegaskan menolak rencana kenaikan BBM, karena bukan
solusi. Apalagi tahun ini adalah tahun pemulihan ekonomi. Pengusaha sedang
berjuang membangkitkan usahanya. Upah buruh juga masih banyak tidak mengalami
kenaikan. Dan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat pandemi masih
banyak yang belum bekerja.
“Mitra kami pengusaha dari APINDO juga menyampaikan rasa keberatan terhadap wacana kenaikan BBM,” tutupnya. (A1/Handi)