Alasan Kritis DPP FSB GARTEKS KSBSI Menolak Kenaikan BBM dan Program BSU

Alasan Kritis DPP FSB GARTEKS KSBSI Menolak Kenaikan BBM dan Program BSU

.

KSBSI.org, Trisnur Priyanto Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pengurus Pusat Federasi Serikat Buruh Garmen, Kerajinan, Tekstil, Kulit dan Sentra Industri-Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DPP FSB GARTEKS KSBSI) mengatakan kebijakan pemerintah menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak memihak pada buruh. Apalagi, kondisi Indonesia saat ini sedang masa pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19.

Baca juga:  Ketum DPP FSB NIKEUBA: Kenaikan BBM Membuat Ekonomi Buruh Terpuruk , Terkait Kenaikan BBM, Aktivis Serikat Buruh Jepara Sampaikan Sikap Kritis Kepada PJ. Bupati Jepara,

“Sebelum harga BBM naik harga-harga sembako saja sudah naik, apalagi sekarang sudah dinaikan, maka otomatis semua biaya kebutuhan dan transportasi semakin naik. Sementara upah buruh sampai hari ini sangat memprihatinkan,” ucapnya, saat diwawancarai melalui seluler, di Cipinang Muara Jakarta Timur, Senin (12/9//2022).

Trisnur juga mengkritik keras terkait kebijakan pemerintah terkait Permenaker Nomor 10 Tahun 2022 Tentang Bantuan Subsidi Upah (BSU). Karena dalam kebijakan BSU ini hanya mengatur memberikan bantuan upah buruh yang gajinya Rp.3,5 juta yang diberikan kepada buruh diwilayah daerah. Padahal, kenaikan BBM ini dampaknya juga sampai ke masyarakat yang tinggal wilayah perkotaan.

“Walau upah buruh yang tinggal diwilayah perkotaan seperti DKI Jakarta, Tangerang Bogor, Bekasi terbilang tinggi, tapi pemerintah harus paham, kenaikan BBM sangat berdampak pada  perekonomian mereka. Artinya, kebijakan menaikan BBM dengan bantalan program BSU ini hanya melahirkan diskriminasi baru,” tegasnya.

Selain itu, Trisnur menambahkan terbitnya PP Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Upah turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja, telah membuat upah buruh jauh dari kesejahteraan. Walau pun tahun depan pemerintah membuat kebijakan upah UMP, dia menilai terhadap buruh. Karena, kenaikan BBM tahun ini dampaknya sangat membebani buruh.

“Walau situasi sedang memprihatinkan, DPP FSB GARTEKS KSBSI tidak akan menyerah memperjuangkan upah buruh untuk tahun depan,” kata Trisnur.

Ia juga menjelaskan FSB GARTEKS KSBSI akan membuat strategi endorong perusahaan agar menerapkan Struktur Skala Upah (SUSU). Sebab, dalam PP Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Upah, telah memerintahkan setiap pengusaha wajib menjalankannya di perusahaan. Nah, berhubung, kebijakan SUSU merupakan peluang yang baik, FSB GARTEKS KSBSI sudah mendorong setiap pengurus komisariatnya untuk mendesak perusahaan segera merumuskan kebijakan SUSU.

“Selama ini, pengusaha memang masih jarang menerapkan SUSU, padahal jika diterapkan sangat menguntungkan buruh. Dan saya juga menyesalkan, pemerintah juga selama ini setengah hati memberikan sosialisasi SUSU ke perusahaan dan perwakilan serikat buruh,”ungkapnya.

Intinya, dampak kenaikan BBM tahun ini bakal membawa gelombang perlawanan buruh semakin meningkat. DPP FSB GARTEKS KSBSI pun menegaskan menolak kenaikan harga BBM dan program BSU serta menolak upah murah.

“DPP FSB GARTEKS mendesak pemerintah mencabut kebijakan kenaikan harga BBM. Lalu kembalikan kebijakan upah pada PP 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan tidak lagi mengacu pada  PP Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Upah,” tegasnya.

Terakhir, Trisnur menegaskan agar pemerintah segera mencabut program BSU. Sebab, program ini bukan hanya sering tidak tepat pada sasaran yang akan dibantu. Namun juga tidak menjawab beban ekonomi buruh. Sebab, bantuan yang diberikan kepada buruh hanya 6 bulan. Sementara kenaikan harga BBM sampai selamannya.

“Bagi kami kebijakan BSU itu hanya pencitraan pemerintah saja,”tandasnya. (A1)

Komentar