Ini Pandangan KSBSI Tentang Pelaksanaan UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan Di Forum Kementerian Bappenas

Ini Pandangan KSBSI Tentang Pelaksanaan UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan Di Forum Kementerian Bappenas

Markus S Sidauruk saat menyampaikan pemaparannya di depan forum Kementerian Bappenas

ksbsi.org-Jakarta- Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menghadiri undangan diskusi kegiatan pemantauan pelaksanaan Undang-Undang Cipta Kerja Bidang Ketenagakerjaan di Kementerian PPN/Bappenar Jakarta Selatan pada, Selasa (20/09/2022).

Baca juga:  Perayaan DCWP, INSP!R Indonesia: Pemerintah Mengkhianati Agenda SDGs Dengan Mengeluarkan UU Ciker ,

Dalam rangka melaksanakan kegiatan pemantauan pelaksanaan Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK) Bidang Ketenagakerjaan, hari ini Bappenas melakukan diskusi bersama pemangku kepentingan terkait untuk melihat perkembangan implementasi UU CK bidang Ketenagakerjaan beserta aturan turunannya. Agenda ini terkait tentang bagaimana Pandangan Umum dan Masukan/Rekomendasi oleh Serikat Pekerja/Serikat Buruh terhadap UU Cipta Kerja bidang Ketenagakerjaan.

Markus S Sidauruk Deputi Presiden Bidang Program (KSBSI) dalam pemaparannya mengatakan bahwa, "Sebenarnya di dalam Undang-Undang Cipat Kerja ini maish ada kekurangan dan ada juga kelebihannya, sesuai dengan visi Indonesia maju dan skema kebijakan, bahwa tujuan pembangunan nasional Indonesia ini adalah mewujudakan masyarakat adil, makmur dan sejahtera." katanya

Isu pembangunan masa depan Indonesia seperti yang dikatakan Presiden Jokowi yakni, Pembangunan infrastruktur, SDM, investasi, revormasi birokrasi, dan penggunaan APBN. Atas dasar visi itulah saat ini lahir, UU Cipta Kerja, UU Perpajakan, UU IKN yang dikemas secara Omnibuslaw.

UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan telah mengeluarkan 4 PP turunannya, dimana dari persepsi buruh utamanya KSBSI lebih menyoroti tentang PP 35,36 dan 37 tahun 2021.

Lebih lanjut, Markus menjelaskan bahwa isu besar dalam UU Ciker dan turunannya yang antara lain, tenaga kerja asing, PHK dan pesangon, hubungan kerja dan outshourcing, buruh formal, dan jaminan sosial serta sistem pengupahan.

"Jika dibandingkan dengan UU sebelumnya yani UU 13, nilai pesangon yang diamanahkan UU Ciker nilainya turun rata-rata sebesar 42%." jelasnya.


Tentang hubungan kerja dan outshourcing juga dirasa banyak kekurangan. Pasalnya akan mudah rekrut dan mudah PHK, "Akan ada trend sistem kerja dengan PKWT Kontrak 1-3 Bulan, lalu PKH 21 hari lalu ke BHL dan juga borongan. Hal ini akan berpengaruh ke kondisi buruh formal, dimana jumlah buruh formal akan tergerus dan berpindah ke buruh informal." ungkapnya

"Belum lagi sistem pengupahan Ciker ini akan mendegradasi upah sebesar 8,9 %. Pasalnya formualsi upah minimum ada 3 formula, UMPSP/UMSK dihapus, Upah menjadi berbasis satuan waktu dan hasil, trus ditambah ada kesepakatan upah untuk usaha kecil dan mikro, yang tadinya standar perhitungannya UMk/UMP saat ini kita coba dialihkan kearah standar garis kemiskinan." bebernya.

Lebih dalam, Markus S Sidauruk menyajikan pemaparannya dengan data-data statistik, dan Ia berpendapat bahwa, Klaster Ketenagakerjaan ini masih banyak kekurangannya, Ia mengatakan, karena ujung-ujungnya akan tidak baik bagi negara tercinta Indonesia.

"Diawali dengan visi program pembangunan negara Indonesia,  lalu kelauarlah UU Omnibuslaw dan turunannya, lalu timbullah penurunan kelayakan kerja, upah, jaminan sosial, lalu akan berpotensi menimbulkan kemiskinan, dan terakhir negara akan nombok juga dengan program subsidi dan BLTnya." pungkasnya. (RED/HTS/MBJ) 

Komentar