Sekjen DPP FPE KSBSI Sikapi Kritis Terkait Perpres Percepatan Penutupan Tambang Batu Bara

Sekjen DPP FPE KSBSI Sikapi Kritis Terkait Perpres Percepatan Penutupan Tambang Batu Bara

Nikasi Ginting Sekjen DPP FPE KSBSI

KSBSI.org,JAKARTA-Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Peraturan Presiden atau Perpres Nomor 112 Thun 2022 Tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Listrik. Dalam isi Perpres tersebut, Jokowi ingin mempercepat penutupan Pembangkit Listrik Tenaga Upa (PLTU) di sektor tambang batu bara. Lalu digantikan industi energi terbarukan.

Baca juga:  KSBSI: Pentingnya Ratifikasi Konvensi ILO 189 bagi Pekerja Rumah Tangga,

Berdasarkan data Kementerian ESDM jumlah tenaga kerja di sektor tambang batu bara pad 2019 mencapai 150 ribu orang dengan komposisi tenaga kerja asing sebanyak 0,1 persen. Nah, menjadi pertanyaan, jika seluruh perusahaan tambang batu bara ditutup, bagaimana nasib keberlangsungan buruh yang bekerja? Tentunya masalah ini menjadi dilema dan harus ada solusinya.

Nikasi Ginting Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pengurus Pusat Federasi Pertambangan dan Energi afiliasi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DPP FPE KSBSI) menilai kebijakan Perpres 112 Tahun 2022 sebuah dilematis. Karena  bakal menjadi ancaman bagi buruh yang bekerja di sektor tambang batu bara. Serta lebih dari 100 ribu buruh berpotensi kehilangan pekerjaan.

“DPP FPE KSBSI mendesak pemerintah jangan hanya sekadar membuat Perpres saja untuk menutup tambang batu bara. Tapi harus bisa membuat skenario menyelamatkan buruh agar tetap bekerja kalau perusahaan mereka ditutup,” ucapnya, saat diwawancarai di Cipinang Muara Jakarta Timur, Selasa (11/10/2022).

Dia menyarankan, sebelum Indonesia memasuki era industri energi terbarukan, pemerintah mulai saat ini sudah memberikan pelatihan kepada buruh tambang batu bara. Dimana pendidikan yang diberikan ini untuk meningkat keahlian. Agar nantinya bisa beradaptasi dan bekerja di sektor industri terbarukan.

“Berhubung program ini adalah program negara, maka pemerintah juga harus melibatkan perwakilan serikat buruh. Jadi mari kita duduk berunding bersama, saling memberi saran dan solusinya,” kata Nikasi.

Nikasi memahami terbitnya Perpres Nomor 112 Tahun 2022 ini merupakan komitmen pemerintah dalam menurunkan gas emisi dunia dibawah 2 derajat. Hal ini memang sudah sesuai dengan kesepakatan Indonesia dalam Paris Agreement pada 2015 lalu. Sebab, jika pemerintah tidak menjalankannya, maka akan menjadi persoalan. Dan investor akan banyak yang keluar dari Indonesia, lalu memilih ke negara lain, seperti Kamboja dan Vietnam.

Menurutnya, proses penutupan tambang batu bara di Indonesia mungkin secara bertahap. Karena, banyak perusahaan tambang batu bara tahun ini sudah melakukan perpanjangan kontrak. Baik jangka pendek maupun janga panjang. Dan DPP FPE KSBSI pun sudah rutin melakukan kajian diskusi dengan lintas serikat buruh/serikat pekerja, NGO, perwakilan pemerintah dalam menyikapi penutupan tambang batu bara.

“Suka tidak suka soal kebijakan pemerintah ingin menutup tambang batu bara memang dilematis. Kami akan mendesak pemerintah tidak boleh lepas tanggung jawab dengan keberlangsungan pekerjaan buruh jika perusahaan mereka ditutup,” tegasnya.

Contohnya, ketika pemerintah membuat kebijakan Ibukota Nusantara (IKN) di wilayah Paser dan Penajam Kalimantan Timur, banyak perusahaan tambang batu bara terpaksa tutup. Apalagi, ketika Perpres Nomor 112 Tahun 2022 pada waktunya diterapkan, maka ratusan perusahaan tambang batu bara akan tutup. Akhirnya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara besar-besaran.

Karena itu, dia meminta pemerintah harus belajar dari pengalaman seperti peralihan perusahaan Chevron Pacific Indonesia (CFI) yang ada di Riau ke Pertamina. Dimana, saat proses transisi selama 1 tahun yang berakhir pada Agustus 2021, FPE KSBSI meminta kepada Pertamina agar tidak memberhentikan buruh yang sudah lama bekerja di CFI

Artinya, pemerintah memang sudah waktunya memasuki era industri terbarukan. Karena negara-negara maju juga sudah menerapkannya. Dan pada agenda G20 di Bali tahun ini, tema perubahan iklim serta transisi berkeadilan juga menjadi salah satu pembahasan utamanya.

“Seluruh pemimpin dunia juga sudah tahu, salah satu program Presiden Jokowi memang ingin menjalankan komitmenn Paris Agreement. Makanya, tahun ini dia menerbitkan Perpres Nomor 112 Tahun 2022 untuk mewujudkan penurunan gas emisi dunia,” terangnya.

Intinya, Nikasi berharap, ketika pada waktunya pemerintah menutup semua tambang batu bara, pemerintah harus memberikan jaminan buat seluruh buruh tambang batu bara tetap bekerja. Serta memberikan jaminan mereka bekerja bisa bekerja di sektor energi terbarukan.

“Termasuk mereka mendapat upah dan kesejahteraan yang lebih layak,” tandasnya. (A1)     

Komentar