KSBSI.org, JAKARTA-M. Hory Koordinator Wilayah (Korwil) Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) DKI Jakarta mendesak upah minimum buruh di Ibukota Jakarta pada 2023 harus naik. Alasannya, karena harga sembako dan biaya transportasi telah naik. Ditambah lagi, pasca kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM), dinilainya semakin membuat kondisi ekonomi buruh semakin sulit.
Baca juga: Buruh Tak Mau Kenaikan Upah Minumum 2023 Diberi Murah,
“Rencananya,
bulan November ini, pemerintah akan mengumumkan penetapan Upah Minimum Provinsi
(UMP). Kami mendesak pemerintah harus menaikan upah buat buruh. Baik di Kota
Jakarta maupun daerah lainnya secara signifikan,” ucapnya, di Cipinang Muara
Jakarta Timur, Selasa (18/10/2022).
Sekarang ini
memang sudah ada dari serikat pekerja yang mewacanakan kenaikan upah minimum
2023 sebesar 13 persen. Menurutnya, tuntutan sebesar itu sah-sah saja dan
pemerintah harus menampung saran tersebut. Bahkan, Kamar Dagang Indonesia
(KADIN) juga menyampaikan keberatan terhadap wacana kenaikan upah minimum sebesar
itu. Karena tidak sesuai pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Kata Hory,
wajar pengusaha merasa keberatan. Sebab, setiap tahun pengusaha memang selalu
tak setuju jika serikat buruh mendesak penetapan kenaikan upah. Dan sebenarnya
persoalan penetapan upah itu bisa diselesaikan dengan cara dialog. Pemerintah,
perwakilan pengusaha dan serikat buruh duduk bersama untuk merumuskan upah
minimum 2023 secara layak.
“Ya kalau pengusaha
keberatan dengan wacana upah minimum 2023 sebesar 13 persen, kan bisa diambil
solusi jalan tengahnya, sebesar 8 sampai 10 persen. Sebab, pada kuartal kedua
pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah cukup baik, sebesar 5,4 persen,” ungkapnya.
Sejauh ini Dewan
Eksekutif Nasional (DEN) KSBSI memang belum ada memberikan pernyataan resmi
mengenai berapa persen kenaikan upah minimum 2023. Namun, dalam waktu dekat ini
KSBSI akan melakukan aksi demo secara nasional. Salah satu tuntutannya mencabut
klaster ketenagakerjaan dari Undang-Undang Cipta Kerja dan kenaikan upah
minimum 2023.
Selain itu,
Hory menegaskan sejak disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja sangat nyata
mendegradasi hak buruh, melalui terbitnya Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 36
Tahun 2021 Tentang Pengupahan. Dan sampai hari ini, KSBSI tegas menolak beberapa pasal dari
undang-undang tersebut, karena telah terbukti merugikan hak buruh.
“Pemerintah pun
kami nilai sampai sekarang masih terkesan lebih membela kepentingan pengusaha.
Sementara nasib jutaan buruh di Indonesia masih jauh dari kesejahteraan dan
upah yang layak,” ungkapnya.
Karena itu,
Hory berharap agar semua elemen serikat buruh/serikat pekerja harus lebih solid
untuk memperjuangkan upah minimum 2023 agar lebih layak. Dia juga mendesak Heru
Budi Hartono Pj Gubernur DKI Jakarta untuk mendengar aspirasi buruh kota
Jakarta yang menuntut kenaikan upah minimum 2023.
Pasalnya,
berdasarkan keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1517 tentang Penetapan Upah
Minimum Provinsi (UMP) yang berisi penetapan upah sebesar Rp 4.641.854
dinyatakan batal demi hukum oleh Pengadilan Tata USaha Negara (PTUN). Dan menetapkan UMP DKI Jakarta sebesar Rp
4.573.845, sehingga tidak ada kenaikan UMP sekitar Rp 225.000.
“Kalau tahun depan upah
minimum tidak ada kenaikan yang signifikan saya khawatir kondisi ekonomi buruh
lebih terpuruk. Daya beli buruh pun semakin menurun. Sangat tidak manusia jika
upah buruh tahun depan jika tidak naik secara layak,” tutupnya. (A1)