KSBSI.org, JAKARTA-Elly Rosita Silaban Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) mengatakan soal upah layak menjadi dilematis bagi buruh saat ini. Pasalnya, sejak disahkannya Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, beserta turunannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan, dinilai telah merubah regulasi lama ke regulasi baru. Sehingga, upah yang diterima buruh mengalami penurunan.
Baca juga: M Hory: Dialog Sosial Kunci Terciptanya Hubungan Yang Harmonis Antara Buruh dan Pengusaha ,
“Sampai hari
ini KSBSI masih menolak beberapa pasal dari kluster UU Cipta Kerja yang sangat
mendegradasi hak buruh,” ucapnya, di Kawasan Patung Kuda Monas Jakarta Pusat
beberapa waktu lalu saat melakukan aksi demo.
Lanjutnya, dia
menjelaskan hasil putusan dari judical review oleh Mahkamah Konstitusi (MK),
menegaskan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Dan harus di revisi
DPR RI selama 2 tahun. Karena itu, Elly menyampaikan KSBSI mendesak pemerintah
agar kebijakan upah minimum tahun 2023 tidak mengacu pada PP Nomor 36 Tahun
2021 Tentang Pengupahan.
“Kalau
pemerintah masih mengacu kebijakan upah pada PP Nomor 36 Tahun 2021 Tentang
Pengupahan, peraturan ini kan sekarang ini sedang bermasalah. Makanya, KSBSI
tidak setuju dan kami mendesak kebijakan Upah Minimum 2023 sebaiknya mengacu
pada PP Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Upah,” jelasnya.
KSBSI
merekomendasikan idealnya kenaikan upah minimum 2023 adalah sebesar 10 sampai 11%
yang berdasarkan hasil survei kebutuhan hidup layak (KHL). Sebab hasil
pertumbuhan ekonomi Indonesia
pada kuartal II-2022 terlihat baik. Berada di atas 5% dibandingkan dengan
periode yang sama tahun lalu (yoy). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat,
perekonomian Indonesia di periode April - Juni 2022 tumbuh 5,44% yoy.
“Nah, kalau upah
minimum 2023 nanti pemerintah masih mengacu PP Nomor 36 Tahun 2021 Tentang
Pengupahan, kemungkinan hanya naik 3-5%,” terangnya.
Menurutnya,
kalau pemerintah tidak menaikan upah minimum 2023 yang tidak signifikan, maka daya
beli buruh semakin merosot dan berdampak pada ekonomi engara. Apalagi, pasca
kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) semua harga sembako, transportasi dan
pendidikan naik. Sementara, kenaikan upah minimum sejak 3 tahun ini terakhir
ini tak sesuai harapan buruh.
“Saya berharap
pemerintah harus mendengarkan tuntutan buruh soal upah yang layak. Serta mau
membuka ruang dialog dengan perwakilan serikat buruh. Jangan hanya kepentingan
pengusaha saja yang harus diakomodir,” jelasnya.
Sementara itu,
Ida Fauziyah Menteri Tenaga Kerja (Menaker) menyampaikan pemerintah memberikan
sinyal menaikan upah minimum 2023. Namun, terkait berapa persen yang bakal
dinaikan, dia mengatakan masih dirahasiakan.
“Pemerintah
berencana menaikan upah minimum 2023, namun sekarang ini belum bisa
mempublikasikannya,” kata Menaker dalam acara Festival Pelatihan Vokasi,
Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Minggu (30/10).
Selain itu,
kata Ida pemerintah sudah menampung aspirasi serikat buruh terkait tuntutan
upah buruh pada 2023 nanti. Karena, sejak naik usai tak mengalami kenaikan
hingga tiga tahun terakhir.
Ida mengatakan
Kemenaker tengah mempertimbangkan aspirasi para buruh yang menuntut agar upah
buruh 2023 naik. Termasuk, ia telah menugaskan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan
Industrial dan Jaminan Sosial (PHI dan Jamsos) dalam menjalin komunikasi dengan
perwakilan serikat buruh untuk memutuskan kenaikan upah minimum 2023. (A1)