Status dan Regulasi Pekerja Digital Platform Menjadi Perhatian di Side Event L20 Summit Indonesia 2022

Status dan Regulasi Pekerja Digital Platform Menjadi Perhatian di Side Event L20 Summit Indonesia 2022

Workshop tentang hak buruh terkait memperluas perlindungan tenaga kerja dan jaminan sosial bagi para pekerja di platform digital. Agenda side event ini dilakukan pada pagi harinya sebelum dimulai agenda opening L20 Summit di Bali, Minggu (13/11/2022)

Bahwa ada catatan penting yakni tentang status, regulasi dan upaya peran global dan nasional terkait isu pekerja digital platform.

Baca juga:  KSBSI Mewakili L20 Hadiri G20 Entrepreneurship Roundtable 2022,

KSBSI.ORG, BALI - Side event L20 Summit Indonesia 2022 resmi dibuka dengan menggelar Workshop tentang hak buruh terkait memperluas perlindungan tenaga kerja dan jaminan sosial bagi para pekerja di platform digital. Agenda side event ini dilakukan pada pagi harinya sebelum dimulai agenda opening L20 Summit di Bali, Minggu (13/11/2022).

Acara dibuka dengan sesi sambutan oleh Presiden KSBSI sekaligus Chair L20 Elly Rosita Silaban dan oleh Sharan Burrow Sekjen International Trade Union Confederation (ITUC)

Ada dua sesi pembahasan dalam agenda side event kali ini, yang pertama, tentang pencapaain  pekerjaan yang layak untuk pekerja platform digital yang dimoderatori oleh Maria Emeninta atas nama ACV-CSC Belgium sekaligus Koordinaotr program regional asia pasifik dan ada 4 pembicara yakni Veronica Nilsson General Secretary, Trade Union Advisory Committee to the OECD, TUAC. Rekson Silaban Head, National Advisor, KSBSI. Koen Detavernier Word SOcial Movement/Confederation of Chistian Trade Unions (ACV-CSC Belgium). Ruwan Subasinghe, Legal Director, International Transport Workers' Federation, ITF. 

Dalam kesempatan tersebut Veronica Nilson Sekjen Trade Union Advisory Committee to the OECD, TUAC menguraikan bagaiamana pembahasan terhadap isu ini sudah ada dalam perhatian TUAC ataupun di negara-negara anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) sebelumnya. OECD sendiri merupakan sebuah organisasi internasional dengan tiga puluh negara yang menerima prinsip demokrasi perwakilan dan ekonomi pasar bebas. Berawal tahun 1948 dengan nama Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi Eropa. 

"Isu ini juga telah dibahas ILO serta melibatkan perusahan raksasa, soal platform ini. Akan tetapi memang diakui pekerjaan layak di sektor ini sudah defisit dan kemudian ini dikuatkan dengan mandat OECD terkait dengan kebijakan pasar kerja." kata Veronika

Veronika juga mengatakan, ada beberaa hal yang penting tentang profit sharing yang inklusif serta keterlibatan persoalan pajak. Soal ketidakseimbangan inkam antara pengusaha dan buruh platform. 

"Lalu revenue negara sekitar 3/4 perpajakan global dari sektor ini. Ada gap regulasi yang masih sangat minim mengakomodir tentang perindungan buruh platform. Dan juga bagaimana perpajakan untuk buruh sektor platform harusnya bisa mencakup semua jenis pekerjaan." 

Ia mengatakan, kemudian lebih 100 negara terkesan ada penghindaran pajak dari usaha ini, transparansi perpajakan menjadi masalah serius bagi OECD. 

"Sudah ada beberapa rekomensai dari OECD dan TUAC yang sudah dikeluarkan, tetapi dari mulai tahun 2018, melalui kebijakan Toronto yang sebetulnya sudah mempromosikan pekerja layak di sektor platform akan tetapi sudah sekian tahun ini belum ada proses menuju kesana." jelasnya 

Lebih anjut, Veronika juga mengatakan ada yag menarik dari uraian OECD, namanya OECD Employment Outlook.

"Dimana sangat kuat sekali dalam menyoroti tentang hak-hak pekerja dan hak berunding yang tidak memungkinkan dan tidak akan terjadi untuk buruh platform, jadi pekerjaan platform menjadi suatu hal yang sulit." ungkapnya.

 Dalam kesempatan yang sama, Rekson Silaban selaku MPO KSBSI menguraikan tentang seberapa besar persoalan yang dihadapi negara untuk bisa menerobos tantangan di era teknologi, terutama soal celah regulasi yang rentang menimbulkan kekosongan peran negara untuk bisa melindungi perlindungan yang layak untuk pekerja palatform. 

Namun demikian, bagaimanapun ini juga diliat dari sisi aspek positifnya, karena ada 4,8 milyar pekerja platform di dunia ini. Beberapa hambatan yang disampaikan diantaranya keberadaan pekerja yang berdasarkan kemitraan sistemnya, di banyak negara terutama di Indonesia. 

"Pekerja digital platform sulit diakses oleh serikat buruh karena mereka tidak termasuk kelas pekerja, kemudian minim jaminan sosial, hanya sekian persen misalnya di Indonesia dari 4,5 juta yang terakomodir jamainan sosialnya, terutama di sektor transportasi. Dimana mereka bekerja 10-14 jam dan sangat rentang dengan kecelakaan, kalau dihitung bisa 3 - 4 tiap harinya angka kecelakaan tersebut." kata Rekson.

Selain itu, Rekson juga mengatakan Political Will sebagai kendalanya. Artinya kemauan politik yang lamban, seperti ada kesengajaan penguasa, yang kemudian berdampak pada cara penciptaan pekerjaan, perijinan dan sebagainya.

Lebih lanjut, tentang Multi Aplikasi, hal itu akan menjadi sulit untuk mengalamatkan tanggung jawab perlindungannya. Dan tentu saja fakta gap celah perbedaan inkam fee, antara pekerja dan aplikator, termasuk antara negara, dan Indonesia termasuk yang tertinggi di Asia.

Rekson mengusulkan bahwa, mendorong isu pekerja platform bisa dimulai dengan merubah nama, dengan nama yang berbeda, revormasi jaminan sosial sesuai dengan realita pasar tenaga kerja saat ini, regulasi khusus sesuai dengan realita yang ada di negara itu, karena beberapa negara tidak menginginkan regulasi terpisah dan cukup dengan reglasi yang sudah ada. Kemudiaan semua dialog sosial sangat penting sesuai prigsip-pringsip fundamental ILO dan TUAC.

Sementara itu, Koen Detavernier perwakilan dari ACV-CSC Belgium lebih banyak menyoroti tentang seberapa jauh peluang tentang jaminan sosial yang bisa diberikan untuk buruh paltform.

"Bagaimana menjadikan mereka jadi pekerja formal, sudah 15 tahun ini disuarakan, akan tetapi ini tidak terjadi. Untuk itu perlunya kontribusi dan dukungan lembaga internasioanl untuk mengambil upaya organising yang kuat, mendorong dialog sosial, menyesuaikan sistem, menyederhanakan administrasi, serta Political Will itu sendiri." tuturnya.

"Di Belgia ada sebuah pekerja kolaborasi, ini hanya menjadi soal definisi bahasa saja, kami sudah ada proses rencana regulasi yang sedang dilakukan, tapi belum berhasil, namun demikian langkah ini juga menjadi progres yang baik kedepannya." bebernya.

Ruwan Subasinghe Legal Director, International Transport Workers' Federation (ITF) mengatakan bahwa Rekomendasi ILO 198 begitu sentral, karena jadi itu akan menjadi argumen kepada pemerintah untuk menyikapi status pekerja yang memang kesannya disamarkan.   

Ruwan juga menginformasikan bahwa, isu pekerja platform ini akan menjadi pembahasan ILO di tahun 2025, dan itu akan menjadi sebuah pembahasan General Discussion. 


Maria Emeninta selaku Moderator dalam kesempatan tersebut menyimpulkan bahwa ada catatan penting yakni tentang status, regulasi dan upaya peran global dan nasional terkait isu pekerja digital platform.

"Status pekerja platform memang disamarkan di berbagai negara. Dan dimunculkan dengan berbagai definisi bahasa, baik itu disebutnya Kemitraan, Kolaborasi, Pekerja Independen dan masih banyak lagi yang pada akhirnya tidak terakomodir dari sistem yang ada dan hanya bermuara pada fleksibilitas tenaga kerja." tutur Maria. 

Lebih lanjut, Maria menjabarkan tentang celah regulasi yang sangat lebar soal status pekerja platform ini. Status mereka yang tidak jelas sebagai sebagi buruh, dengan status kontrak misalnya, ini menjadikan perlindungan dan jaminan sosialnya minim.

Lalu apa upaya global dan nasional saat ini terkait persoalan pekerja patform ini?. 

"Menunggu pembahasan di forum ILO tahun 2025, sebetulnya perlu menyiapkan diri dari sekarang, dan sepertinya menunggu 2025 itu terlalu lama, mengingat banyak sekali korban, terutama di sektor transportasi dengan 3 korban kecelakaan per hari. Dan yang bisa dilakukan saat ini antara lain bisa dengan upaya membangun aliansi, dialog sosial, lalu bagaimana membuat dinamika yang lebih menarik untuk memperkuat gerakan buruh kedepannya." tutup Maria (RED/HTS/MKJ)


Komentar