KSBSI Riau Soroti Kematian Beruntun Karyawan PT Pertamina Hulu Rokan Provinsi Riau

KSBSI Riau Soroti Kematian Beruntun Karyawan PT Pertamina Hulu Rokan Provinsi Riau

Juandy Hutauruk, Korwil KSBSI Prov. Riau. (Foto: Istimewa).

"Sejak awal transisi alih kelola blok rokan, tidak pernah sekalipun menteri yang membidangi ketenagakerjaan turut andil dan berperan. Yang terlihat hanya menteri yang membidangi BUMN, DLHK dan ESDM, sementara aspek Ketenagakerjaan terabaikan dan tidak berperan untuk menegaskan dan memastikan hal-hal normative buruh/pekerja agar tidak terabaikan."

Baca juga:  Ada Oknum Tertentu Membuat Fitnah ‘Pelecehan’ Terhadap tim Organiser FSB GARTEKS KSBSI di Cirebon,

KSBSI.ORG, PEKANBARU - Koordinator Wilayah Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (Korwil KSBSI) Provinsi Riau, Juandy Hutauruk menyoroti banyaknya kematian yang menimpa Karyawan PT. PHR pada wilayah kerja Blok Rokan.

Sejarah mencatat, wilayah yang memiliki sumber daya meneral merupakan wilayah yang maju, seperti Blok Rokan, saat ini berada di bawah pengelolaan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR).

Pasca transisi dari PT. Chevron Pacific Indonesia pada 9 Agustus 2021 PT. Pertamina Hulu Rokan mengelola wilayah kerja dengan luasan sekitar 6.453 km2 dengan 10 Lapangan utama yaitu Minas, Duri, Bangko, Bekasap, Balam South, Kotabatak, Petani, Pematang, Petapahan, Pager.

Blok Rokan membentang di 5 (lima) Kabupaten Provinsi Riau yakni Kebupaten Bengkalis, Siak, Kampar, Rokan Hulu dan Rokan Hilir. Blok minyak strategis ini, merupakan terbesar kedua di Indonesia dengan target produksi minyak tahun 2021 sekitar 165.000 barel per hari atau sekitar 24% dari produksi nasional.

Namun tragisnya, Juandy mengungkap adanya kematian beruntun yang dialami Karyawan PT. PHR yang menjadi sorotan tajam KSBSI Riau.

"Kematian 3 org buruh/pekerja secara beruntun, merupakan peristiwa luar biasa dan keteledoran sebuah corporate (Perusahaan) raksasa sekelas PT. PHR dalam menjalankan serta mengkelola manpower " terang Juandy Hutauruk dalam keterangan pers-nya kepada Wartawan, Kamis (30/11/2022).

Ia mengungkapkan, berdasarkan data, ada 5 kasus kematian buruh/pekerja dalam periode Juli-November tahun ini. Menurutnya, kematian karyawan ini membuktikan kelemahan PT. PHR dalam mengantisipasi dan atau diteksi dini potensi terhadap kematian akibat kerja, yang secara rinci dapat disebutkan antara lain seorang pekerja drilling dari PT Asrindo Citraseni Satria (ACS) berusia 53 tahun yang meninggal pada 17 November lalu.

"Driller disebut merasa lemas di acces control pada saat dirinya tiba di RIG pada areal kerjanya." kata Juandy Hutauruk.

Pada tanggal 20 November 2022, terjadi 2 kasus kematian pekerja yang menimpa seorang operator dozer dari PT Asia Petrocom Services (APS). Pekerja tersebut ditemukan tidak sadarkan diri berada di dekat unit dozer alat kerjanya. Hari bersamaan driver ambulans PT Andalan Permata Buana (APB) juga meninggal dunia. Lokasi peristiwa itu berada di Minas, Kabupaten Siak yang merupakan areal kerja blok rokan.

Sebelumnya, pada 27 Juli 2022 lalu, seorang pekerja PT Elnusa Fabrikasi Konstruksi juga tewas. Pekerja bertugas sebagai PMCoW ini disebut mengalami hilang keseimbangan saat sedang istirahat. Berlanjut 30 Juli 2022, seorang operator PT. PHR juga meninggal dunia yang sebelumnya disebut mengalami nyeri dada saat akan menaiki tangga.

"Peristiwa tersebut di atas merupakan catatan sejarah yang sangat buruk atas kinerja PT. PHR pasca alih 9 Agustus 2021. Dalam hitungan waktu belum genap 2 tahun terkuak kebobrokan PT. PHR dalam mengkelola keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Bahwa kematian para buruh/pekerja tersebut diduga dampak menghirup uap H2S yang keluar dari proses pengolahan oil & gas pada areal kerja yang berresiko tinggi (high risk) terangnya.

Ia membeberkan, PT. PHR lebih cenderung mempoles proses bisnis semata, menggunakan sistem gross split (penunjukan langsung) dalam proses busines to busines terhadap pemenang project (pemenang tender) dengan nilai harga terendah, hal ini berdampak buruk bagi upah, biaya perawatan kesehatan serta jaminan keberlangsungan bekerja bahi buruh/pekerja.

"Sejak awal transisi alih kelola blok rokan, tidak pernah sekalipun menteri yang membidangi ketenagakerjaan turut andil dan berperan. Yang terlihat hanya menteri yang membidangi BUMN, DLHK dan ESDM, sementara aspek Ketenagakerjaan terabaikan dan tidak berperan untuk menegaskan dan memastikan hal-hal normative buruh/pekerja agar tidak terabaikan." kata Juandy Hutauruk.

Menurutnya, proses gross split itu sangat berdampak buruk bagi hubungan industrial, maka yang termarjinalkan adalah buruh/pekerja satu-satunya kaum yang tak berdaya dari rantai pasok tersebut. Baik upah, jaminan keberlangsungan kerja termasuk jaminan kesehatan dan keselamatan kerja.

"Jika sekelas PT. PHR yang memiliki jargon yang sangat bombastis saya fikir itu hanya lips servis dan hanya aspek bisnislah menjadi faktor jargon tsb, namun aspek kemaslahatan buruh/pekerja yang merupakan aspek utama sebagai pelaku langsung dalam pencapaian tersebut mendapatkan beban kerja, minimnya jaminan keberlangsungan kerja, upah minim, jaminan dan kepastian kesehatan dan keselamatan pekerja kurang mendapat perhatian serius, makan KSBSI berharap peran aktif dan tindakan serius melalui kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah, dinas yang membidangi ketenagakerjaan pada jenjang Kab/Kota, Provinsi hingga pusat." tandasnya.

DPRD Riau Tunggu Hasil Investigasi kematian

Mengutip sejumlah pemberitaan, diketahui, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Riau telah menurunkan tim investigasi mengungkap penyebab tewasnya lima pekerja secara beruntun di lingkungan Blok Migas Rokan, baru-baru ini. Adapun objek yang jadi sasaran investigasi itu adalah tiga perusahaan sub kontraktor PT Pertamina Hulu Rokan (PHR).

Terkait hal itu, anggota Komisi V DPRD Riau Sugianto mengatakan pihaknya menunggu laporan hasil investigasi tersebut. Untuk itu, pihaknya akan memanggil Disnakertrans Riau guna meminta keterangan terkait insiden tersebut.

"Nanti Disnakertrans Riau memberikan tembusan laporan investigasi kepada kami. Kami akan minta penjelasan apakah kejadian ini disebabkan kelalaian dari pihak manajemen perusahaan atau sebab lain," kata Sugianto, Rabu (30/11/2022).

Ia juga menyayangkan sikap pihak PT PHR yang tidak melaporkan insiden pekerja meninggal tersebut ke Disnakertrans Riau. "Kalau memang ditutup-tutupi berarti mereka tidak profesional," tegas Sugianto.

Lebih lanjut dia mengatakan, apabila hasil investigasi membuktikan penyebab kematian para pekerja akibat kecelakaan kerja, maka jajaran direksi PHR perlu dievaluasi atau diganti. "Artinya, kalau mereka tidak sanggup, ya harus diganti. Intinya, bagaimana keselamatan pekerja diperhatikan oleh para petinggi di PHR," kata Sugianto.

Disnakertrans Riau sendiri menjadwalkan pemanggilan pimpinan PT PHR hari ini, Rabu (30/11/2022). Pemanggilan itu terkait pihak PHR yang tidak melaporkan ada pekerja meninggal dunia.

Belum ada penjelasan resmi Manajemen

Hingga berita dirilis belum diperoleh penjelasan dari manajemen PT PHR terkait dengan kematian beruntun Karyawan mereka yang bekerja di Blok Rokan.

[Sumber: Kantorberitaburuh.com/Media Jejaring KSBSI]

Komentar