Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law!, KSBSI Beberkan Kerugian Buruh

Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law!, KSBSI Beberkan Kerugian Buruh

KSBSI Gelar rapat koordinasi dengan Federasi afiliasi bahas RUU Kesehatan Omnibus law di kantor KSBSI Cipinang Muara, Jum

RUU Kesehatan ini merupakan sebuah undang-undang yang berdampak luas bagi masyarakat khususnya buruh. Sudah seharusnya dalam menentukan kebijakan juga harus melibatkan partisipan publik. Kami menolak RUU Kesehatan Omnibus Law karena akan merugikan buruh.

Baca juga:  Tolak UU Cipta Kerja, Aliansi Sejuta Buruh Demo di Gedung DPR RI,

KSBSI.ORG, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law adalah RUU inisiatif DPR RI.  RUU Kesehatan yang menggunakan metode Omnibus Law ini ditolak oleh Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI).

"RUU Kesehatan ini merupakan sebuah undang-undang yang berdampak luas bagi masyarakat khususnya buruh. Sudah seharusnya dalam menentukan kebijakan juga harus melibatkan partisipan publik. Kami menolak RUU Kesehatan Omnibus Law karena akan merugikan buruh." kata Elly Rosita Silaban Presiden KSBSI usai rapat koordinasi dengan Federasi afiliasi di kantor KSBSI Cipinang Muara, Jum'at (17/02/2023). 

"Usulan yang ada di RUU kesehatan menjelaskan bahwa, tentang pengaturan kelas rawat inap standar (KRIS) diatur oleh Kementerian Kesehatan, hal ini kurang tepat karena perumusan kebijakan mengenai KRIS perlu melibatkan seluruh stakeholder." jelasnya. 

Mengenai kelembagaan, dari sisi tata kelola dalam rangka fungsi kontrol atau memenuhi unsur check and balances dan mencegah terjadinya abuse of power atau penyalahgunaan wewenang.

"Peran regulator dalam hal ini pemerintah harus dipisahkan dengan peran operator (BPJS). Hal ini mengacu pada prinsip tata kelola Jaminan Sosial yang baik, sehingga akuntabilitas dan independensi tercapai. Peran DJSN pun juga harusnya diperkuat." ungkapnya. 

Salah satu isu penting lainnya, dan yang perlu dikuatkan dalam tataran RUU ini yakni, tentang supremasi penegakan hukum di bidang jaminan sosial yang perlu mempertimbangkan penegakan hukum, diantaranya oleh pengawas ketenagakerjaan, kepolisian, kejaksaan, kehakiman dan advokat. 

Selain itu, Elly juga menyampaikan bahwa RUU Kesehatan seharusnya lebih focus pada usulan pengaturan mengenai pelayanan kesehatan.

"Usulan idealnya fokus saja ke pelayanan kesehatan saja, dan tidak perlu mengatur mengenai kelembagaan BPJS, apalagi terkait dengan kelembagaan BPJS Ketenagakerjaan, bisa bahaya itu." beber Elly. 

Lebih lanjut, Elly juga mengatakan tentang usulan RUU Kesehatan yang mengatur komposisi Dewan Pengawas (Dewas) BPJS. 

"Komposisi anggota Dewas yang terdiri dari 7 orang, yaitu 4 unsur Pemerintah, 1 unsur Pemberi Kerja, 1 Pekerja/buruh  dan 1 tokoh masyarakat. Hal itu tidak memenuhi unsur keterwakilan pemangku kepentingan yang majemuk dan merugikan buruh dan pengusaha. Pasalanya, dibandingkan dengan komposisi saat ini yang sudah berjalan yakni, 2 orang unsur pemerintah, 2 orang unsur serikat buruh, 2 orang unsur pengusaha dan 1 orang tokoh masyarakat. Saya kira komposisi yang existing sudah ideal dari sisi pemenuhan keterwakilan." tutupnya. (RED/HTS/MKJ)





Komentar