Tolak Keras Perppu Cipta Kerja jadi UU, 3 Konfederasi Siapkan Aksi Besar dan Gugatan Hukum

Tolak Keras Perppu Cipta Kerja jadi UU, 3 Konfederasi Siapkan Aksi Besar dan Gugatan Hukum

Konferensi Pers Bersama KSBSI, KSPSI dan KSPI menolak tegas Perppu Cipta Kerja. Tampak dari kanan ke kiri, Presiden KSPI Said Iqbal, Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea, Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban dan Direktur ITUC Asia Pasifik Patuan Samosir. (Foto: RedHuge/Media KSBSI)

"Karena itu kami meminta kepada pemerintah untuk benar-benar dan juga MK mendengarkan nurani rakyat, mendengarkan suara rakyat bahwa Perppu ini jelas-jelas sudah mencederai demokrasi di bangsa ini,"

Baca juga:  Sidang Perppu Cipta Kerja, Hakim MK Pertanyakan Mobil Rusak Tidak Diperbaiki, Malah Diganti Baru ,

KSBSI.ORG, JAKARTA - Tiga Konfederasi besar di Indonesia menggelar pernyataan sikap resmi menolak berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang dikabarkan bakal disetujui oleh DPR RI menjadi Undang-undang (UU) dalam rapat kerja bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR pekan depan.

Ketiga Konfederasi ini adalah Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Andi Gani Nena Wea (KSPSI AGN).

Konferensi pers tiga Konfederasi besar Indonesia ini bertajuk "Perppu Cipta Kerja Mengancam Demokrasi, Pertumbuhan Ekonomi dan Hak Dasar Buruh" mengupas ketegasan yang menjadi dasar penolakan berlakunya perppu cipta kerja. 

"Hari ini adalah pernyataan sikap mengenai Perppu Cipta Kerja yang menurut kami mengancam demokrasi, pertumbuhan ekonomi dan hak dasar buruh, dan dari tiga Konfederasi Serikat Buruh terbesar, yaitu KSBSI, KSPSI dan KSPI bersikap tegas bahwa kami menolak keras [Perppu Cipta Kerja] karena itu sangat mengancam demokrasi dan hak dasar buruh," kata Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea saat membuka konferensi pers bersama yang digelar di Hotel Atlet Century Park Senayan, Jakarta Hari ini, Kamis (9/3/2023).

Abai Konsultasi Publik

Andi Gani kemudian mempersilahkan Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban untuk mengawali pernyataan sikap bersama ini. Elly mengatakan, sebenarnya persoalan Perppu Cipta Kerja sudah mengemuka beberapa bulan terakhir setelah diterbitkan pada tanggal 30 Desember 2022 lalu.

"Perppu Ini, memang pernah dituntut oleh Konfederasi ini ya [Kepada Pemerintah, untuk] mengeluarkan Perppu pada saat sebelum MK (Mahkamah Konstitusi) memutuskan Omnibus Law itu inkonstitusional. Kita meminta Perppu untuk mengisi kekosongan undang undang yang ada pada saat itu," kata Elly.

Namun satu tahun berjalan pasca putusan MK yang meminta agar Perppu diperbaiki dalam jangka waktu dua tahun, dan jika tidak diperbaiki maka menjadi cacat permanen dan Omnibus Law UU Cipta Kerja tidak bisa digunakan, lalu, kata Elly muncul-lah Perppu ini.

"Awalnya memang kita sempat mengapresiasi ya, karena kita belum membaca 'isinya'. Ternyata isinya itu tidak jauh beda dengan apa yang ada di Omnibus Law UU Cipta Kerja. Hanya 'Copy Paste'. Lalu kenapa kita menolak dari dulu sampai sekarang? karena memang kita lihat mendegradasi hak-hak buruh, apakah tentang pengupahan, outsourching, kontrak kerja dan ada beberapa hal lainnya." terangnya.

Menurut Elly, ada hal-hal yang sering dilakukan oleh pemerintah, yaitu abai tentang konsultasi publik dan tidak melibatkan serikat Buruh.

"Serikat Buruh juga tau bahwa semua yang dituntut buruh itu tidak harus dipenuhi oleh pemerintah seratus persen, karena mereka juga punya kepentingan. Tapi setidaknya, jangan selalu membuat kesalahan yang sama untuk melakukan hal-hal yang berbeda tapi akibatnya juga selalu sama yaitu membuat kemarahan-kemarahan dan ketidakterimaan di kalangan serikat buruh," urainya.

Elly menegaskan, atas kesepakatan tiga Konfederasi besar ini, intinya adalah menolak Perppu Cipta Kerja.

"Ini adalah sikap kita, tidak ada sikap berbeda dari Bung Andi, Bung Iqbal dan saya sendiri.. Intinya kita menolak Perppu ini. Kita menolak dengan keras dan mudah-mudahan pemerintah dan parlemen tidak akan pernah mengesahkan perppu ini. Karena itulah yang kita upayakan saat ini," tandasnya.

Aksi Demonstrasi Besar Bersama

Senada dengan Elly, Andi Gani menambahkan, selain menolak dengan tegas, tidak tertutup kemungkinan ketiga Konfederasi Serikat Buruh terbesar di Indonesia akan menggelar aksi demonstrasi bersama untuk menolak Perppu Cipta Kerja.

"Karena apa? Tidak ada partisipasi publik disini. Tidak ada komunikasi publik sama sekali. Kalau pun ada hanya komunikasi sekilas menurut Saya, tidak sangat-sangat berkompeten untuk itu. Karena itu kami meminta kepada pemerintah untuk benar-benar dan juga MK mendengarkan nurani rakyat, mendengarkan suara rakyat bahwa Perppu ini jelas-jelas sudah mencederai demokrasi di bangsa ini," tegasnya.

Jika Disetujui DPR

Sementara itu, Presiden KSPI Said Iqbal mengupas jika Rapat Panitia Kerja (Panja) Baleg DPR RI sudah menyetujui untuk membawa Perppu Cipta Kerja dalam sidang paripurna.

"Dari Sembilan Fraksi, hanya Dua Fraksi yang menolak. Dengan demikian Perppu No 2 tahun 2022 yang akan disahkan menjadi undang undang dalam sidang paripurna tanggal 14 Maret 2023, kemungkinan besar.. sah menjadi undang-undang," terang Iqbal.

Menyikapi perkembangan di DPR RI tersebut, Iqbal menegaskan maka sikap pertama KSBSI, KSPSI AGN dan KSPI menolak Omnibus Law Cipta Kerja saat diundangkan.

"Yang Kedua, ada Sembilan poin yang kami pelajari yang tidak berbeda jauh dengan isi dari UU Cipta Kerja yang terdahulu yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi inskontitusional bersyarat," terangnya.

9 poin yang ditolak KSBSI, KSPSI AGN dan KSPI adalah:

1. Tentang Upah Minimum.

Iqbal menerangkan, dalam Upah minimum ini terdapat kata-kata 'invest tertentu' untuk menaikkan upah minimum yang tidak lazim dikenal di dunia Internasional.

"Itu tidak lazim dikenal di Internasional. Cukup inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Kemudian ada formula yang bisa berubah dalam kenaikan upah minimum dalam keadaan tertentu dalam satu batang tubuh. Hak antar pasal untuk saling meniadakan itu tidak dikenal dalam sistem hukum di Indonesia, maupun hukum internasional. Yang menjadi catatan, kenaikan upah minimumnya menjadi masalah. Seharusnya inflasi plus pertumbuhan ekonomi saja." urainya.

2. Ousourching

Iqbal mengatakan, di dalam UU yang disahkan dalam Perppu ini lebih menempatkan negara sebagai "agen outsourching". "Itu outsourching seumur hidup." katanya.

Dan yang menentukan mana jenis pekerjaan yang boleh outsourching, mana jenis pekerjaan yang tidak boleh outsourching, kata Iqbal itu adalah ketentuan negara dalam hal ini pemerintah. Sehingga pemerintah "menempatkan dirinya sebagai agen".

"Ini lebih berbahaya," tegasnya. Iqbal mengungkap, di kalangan internasional, sistem kerja outsourching itu lebih dikenal dengan 'modern slavery' artinya 'perbudakan'.

"Dia slavery yang bersifat modern. Ini disahkan, dilegalkan oleh negara, dan outsourching ini berlaku seumur hidup karena tidak ada batasan jenis pekerjaan, dan semua jenis pekerjaan bisa di outsourching. Tergantung pemerintah yang menentukan nanti." tandasnya.

Sementara, yang diinginkan serikat pekerja serikat buruh, kata Iqbal, outsourching itu dibatasi 5 sampai 10 [jenis pekerjaan]. "Sebenarnya sudah ada pembicaraan dengan Tim Kadin, 5 sampai 10 jenis pekerjaan yang dibatasi." tandasnya.

3. Karyawan Kontra

"Menaker sudah bilang tidak ada perubahan peraturan pemerintah. Artinya karyawan kontrak tetap dibatasi 5 tahun tapi periodenya tidak ada. Dengan demikian akan terjadi, seorang buruh di kontrak berulang-ulang tanpa batas. Misalnya, 2 minggu di kontrak, dipecat. Dipanggil lagi sebulan, dipecat, dipanggil lagi 6 bulan dikontrak. Ini yang kami definisikan seumur hidup. Karena berulang-ulang itu bisa diartikan melampui 5 tahun. Kalau yang dimaksud 5 tahun kan terus menerus," kata Iqbal. 

4. Pesangon.

"Pesangon dengan Perppu itu nilainya, kalau dia [Perussahaan] merger, tutup dan lain sebagainya, [jumlah pesangon] 0,5 kali [gaji]. Sedangkan dalam UU yang lama bisa 2 kali. Pesangon [yang diatur di Perppu] murah dan rendah harganya." terang Iqbal. 

5. PHK

"Dalam Perppu atau UU Omnibus Law yang mau disahkan ini, istilah Menko Perekonomian, 'easy hiring easy firing' atau 'gampang merekrut gampang memecat'. Kita nggak setuju. Yang kita mau PHK itu terjadi setelah dibawa ke dinas tenaga kerja, dalam bentuk perantara mediasi, konsiliasi atau arbitrasi. Baru kalau tidak ada titik temu, dibawa ke pengadilan hubungan industrial atau PHI. Sebelum PHI mengeluarkan putusan, PHK tidak boleh dilakukan. Upah harus tetap dibayar. Nah, di dalam Perppu dan Omnibus law ini, dihapus semua mekanisme tersebut." terangnya.

6. Pengaturan Cuti

Iqbal menerangkan, dalam perppu Cipta Kerja, cuti panjang dihapus dan setelah 6 bulan bekerja, 2 bulan cuti dihapus. "Nah, kita minta dikembalikan. Karena orang itu bekerja 6 tahun butuh rehat panjang," terangnya. Demikian juga dengan cuti tahunan yang terkait dengan jam kerja yang dihapus. Buruh juga meminta itu dikembalikan.

Kemudian juga pengaturan cuti melahirkan dan cuti haid, menurut Iqbal, aturan itu tidak jelas kepastian mendapatkan upahnya. "Jadi tidak ada kepastian mendapatkan upah bagi pekerja perempuan yang cuti haid atau cuti melahirkan. Kalau dalam UU yang lama itu ada kepastian upahnya. " tandasnya.

7. Pengaturan jam kerja

"Disitu [Perppu Cipta Kerja] ada lembur sampai ditambah sehari bisa 4 jam. Itu tingkat kelelahan bisa lebih tinggi. [Padahal UU lama] lembur itu hanya boleh 3 jam, sekarang 4 jam boleh.. itu perlu diwaspadai," kupas Iqbal.

8. Tenaga Kerja Asing

"Kalau aturan yang lama, harus dapat izin dari Menaker dulu secara tertulis, baru boleh kerja. Kalau yang sekarang, kerja dulu baru urus izin. Itu berbahaya, itulah yang terjadi, di beberapa perusahaan, terutama investasi china ada buruh kasar. Kita nggak mau, [itu harus] izin dulu dari Menaker baru bisa kerja. "Nah di perppu itu dihapus, diganti, kerja dulu sambil ngurus izin," urai Iqbal.

9. Sanksi Pidana

Iqbal mengungkap, sanksi pidana sudah dihapuskan di dalam perppu Cipta Kerja. "9 Poin itulah yang kita harapkan DPR pada tanggal 14 Maret 2023 menolak hasil panja balegnya untuk dibahas ulang terhadap 9 poin tersebut." terangnya.

Judicial Review

"Terakhir, tentu langkah-langkah yang akan diambil ketiga Konfederasi ini, yang pertama tadi bung Andi sudah sampaikan.. aksi besar akan dilakukan. nanti kita bertiga akan menentukan kapan aksi besar akan kita lakukan. Dan aksi besar ini di seluruh Indonesia dan akan diikuti ratusan ribu buruh." kata Iqbal.

Langkah kedua, jika Perppu sudah menjadi undang undang, Iqbal menegaskan akan mengambil langkah gugatan hukum judicial review ke MK.

"Kemudian langkah lainnya selain judicial review adalah melakukan pendekatan kepada Presiden Joko Widodo agar mempertimbangkan ulang terhadap klaster ketenagakerjaan, apakah bisa dikeluarkan atau dilakukan pembahasan ulang terhadap khusus klaster ketenagakerjaan dan lain sebagainya," tandasnya.

[REDHUGE/KBB]


Komentar