Buruh Hukatan KSBSI Keluhkan Dampak Pencemaran Tambang di Sebakis Nunukan

Buruh Hukatan KSBSI Keluhkan Dampak Pencemaran Tambang di Sebakis Nunukan

.

KSBSI.org, Belasan buruh sawit PT SIL-SIP yang tergabung dalam Serikat F-Hukatan KSBSI keluhkan dampak dari aktivitas tambang batu batara PT Hardaya Mining Energy (HME) di Sebakis, Kecamatan Sebuku, Kabupaten Nunukan, pada Senin (20/03/2023).

Baca juga:  Presiden KSBSI: Permenaker No. 5 tahun 2023 harus ditolak!,

Kedatangan serikat buruh pagi tadi ke Disnakertrans Kabupaten Nunukan meminta untuk dilakukan audiensi dengan manajemen PT HME. Namun sayangnya, tak ada satupun perwakilan manajemen PT HME yang hadir, setelah sebelumnya dilayangkan surat pemanggilan oleh Disnakertrans Nunukan

Pengurus DPC F-Hukatan, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) di Nunukan, Sahir Tamrin mengatakan aktivitas tambang batu bara yang dilakukan PT HME selama satu tahun dua bulan sama sekali tidak peduli dengan dampak kesehatan yang dialami karyawan PT SIL-SIP.

"Bayangkan saja kami hirup debu jalanan dan debu timbunan batu bara dari aktivitas tambang selama 24 jam. Berangkat dan pulang kerja hirup debu. Begitu juga saat di tempat kerja," kata Sahir Tamrin kepada TribunKaltara.com, Senin (20/03/2023), pukul 13.00 Wita.

Tak hanya itu, kata Sahir serbuk batu bara yang berada pada mesin konveyor yang berjarak sekira 100 meter dengan perumahan karyawan PT SIL-SIP (divisi pangkalan), membuat mereka jadi terganggu. "Dengan jarak yang sangat dekat dengan perumahan karyawan, di rumah hirup debu batu bara juga. Ditambah lagi kebisingan konveyor dan aktivitas alat berat di sekitar lokasi tersebut," ucapnya.

Lanjut Sahir,"Padahal sesuai aturan, jarak lokasi tambang batu bara dengan permukiman warga minimal 500 meter. Kenapa bisa keluar izinnya kalau jaraknya tidak sesuai aturan," tambahnya.

Hal tersebut bila dibiarkan beber Sahir, akan berpotensi menyebabkan gangguan ISPA (infeksi saluran pernapasan) jangka panjang. "Menganggu juga jam istirahat karyawan di perumahan. Terlebih lagi siswa-siswi ketika ke sekolah yang melewati jalur hauling," ujar Sahir.

Selain itu, serikat buruh juga mempersoalkan limbah dapur perusahaan PT HME yang berada di selokan dan terhubung dengan sungai. Sementara itu sungai yang dimaksud bermuara di kolam penampungan dan airnya dikonsumsi oleh karyawan PT SIL-SIP.

"Meskipun air dari kolam itu disuling lagi sebelum kami konsumsi, tapi bau tidak sedap masih tercium," tuturnya.

Sahir mengaku, serikat buruh PT SIL-SIP telah beritikad baik ingin melakukan audiensi bersama manajemen PT HME. Namun tak ada tanggapan dari manajemen PT HME terhadap permohonan audiensi yang sudah dilayangkan dua kali oleh serikat buruh PT SIL-SIP.

 

"Kami sudah bersurat juga ke Bupati Nunukan dan Disnakertrans, alasan manajemen PT HME tidak pernah menerima surat. Ini metode basi untuk mengelak. Buktinya audiensi hari ini di Kantor Disnakertrans mereka tidak hadir," ungkapnya.

Tuntutan Serikat Buruh F-Hukatan KSBSI

Sahir menyebutkan sejumlah tuntutan mereka kepada manajemen PT HME diantaranya:

1. Pemeriksaan kesehatan terhadap karyawan, masyarakat, termasuk siswa-siswi rutin 3 bulan sekali;

2. Pembagian masker pada karyawan dan masyarakat sekitar setiap bulan;

3. Relokasi tempat tinggal karyawan (divisi pangkalan);

4. Penyiraman jalan setiap 1 jam;

6. Membuat alternatif jalan;

7. Uang kompensasi debu setiap bulannya.

"Sebenarnya PT HME dan PT SIL-SIP itu satu grup. PT HME melakukan penambangan di lahan PT SIL-SIP. Seharusnya mereka buka jalan loading sendri, tanpa ganggu jalan perkebunan," imbuhnya. (sumber: kaltara.tribunnews.com)

 

Komentar