Sidang Pertama JR UU Cipta Kerja di MK, KSBSI Sampaikan Pokok Permohonan dan Petitum

Sidang Pertama JR UU Cipta Kerja di MK, KSBSI Sampaikan Pokok Permohonan dan Petitum

Kuasa Hukum KSBSI dalam perkara Nomor 41/PUU-XXI/2023 usai melakukan sidang JR UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi, Rabu (10/05/2023)

Sidang Pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 41/PUU-XXI/2023. Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang digelar di ruang sidang MK.

Baca juga:  Buruh Kecewa, di Sidang MK, DPR Bilang Pengujian Perppu Cipta Kerja Hilang Objek,

KSBSI.ORG, JAKARTA - Harris Manalu Ketua LBH KSBSI sekaligus Kuasa Hukum KSBSI dalam perkara Nomor 41/PUU-XXI/2023 mengatakan bahwa perjalanan sidang perdana Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemeriksaan pendahuluan, hari ini berjalan lancar dari pembacaan pokok-pokok permohonan serta ada beberapa nasehat dari Yang Mulia Majelis Hakim dimana itu akan kamipertimbangkan dalam perbaikan.   

"Kami tadi menyampaiakan pokok-pokok permohonan dan juga membacakan petitum. Dan terkait sidang lanjutannya, kami akan membuat perbaikan dulu, baru akan kami masukkan dan akan dijadwalkan sidang selanjutnya. Berkas perbaikan harus disampaikan sebelum tanggal 23 Mei ini." kata Harris Manalu usai jalannya sidang, Rabu, (10/05/2023).

Tim kuasa hukum KSBSI menganggap dari 7 alasan dalam permohonna ini bahwa UU 6 tahun 2023 rohnya ada di Perppu No 2 tahun 2022.

"Oleh karenanya itu alasan kami, bahwasannya kita masukkan saja alasan ketidak absahan dari pada penetapan Perrpu Cipta Kerja tersebut." 

Namun demikian, Majelis Hakim memberikan nasehat bahwa pengujian formil UU No 6 tahun 2023 sudah berbeda tata cara pembentukan UU nya dengan tata cara Perppu. 

"Maka baiknya harus disisiri disitu, apa yang menjadi persoalan terkait tentang pembentukan UU NO 6 tahun 2023, bukan terkait Perppu lagi. Jadi itu yang bisa menjadi penambahan penguatan dalilnya." jelas Yang Mulia Majelis Hakim, Enny Nurbaningsih.      

Seperti diketahui, Sidang Pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 41/PUU-XXI/2023. Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang digelar di ruang sidang MK.

Petitum dalam Perkara Nomor 41/PUU-XXI/2023, Pemohon memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berkenan memberikan putusan sebagai berikut:

1. Mengabulkan permohonan pengujian formil Pemohon tersebut;

2. Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856) tidak memenuhi ketentuan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

3. Menyatakan berlaku kembali seluruh pasal-pasal dari seluruh Undang-Undang yang diubah dan dihapus oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856) terhitung sejak putusan ini diucapkan;

atau setidak-tidaknya:

Menyatakan berlaku kembali seluruh pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4279) yang diubah dan dihapus oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856) terhitung sejak putusan ini diucapkan;

4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;

Atau,

Apabila Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain mohon putusan

yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

(RED/Handi)



Komentar