Dialog sosial harus selalu kita kedepankan baik melalui mekanisme Bbipartit, Tripartit maupun di tingkat paling rendah dalam berdialog sosial, namanya Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit di tingkat perusahaan. Yang terdiri dari unsur serikat dan manajemen di tingkat perusahaan.
Baca juga: DPC FKUI KSBSI Jakarta Barat Turun ke Lapangan, Fokus Mengorganisir Pekerja Digital ,
KSBSI.ORG, RIAU - Belum lama ini, Dewan Pengurus Pusat Federasi Kebangkitan Buruh Indonesia (DPP F KUI) afiliasi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menggelar Pelatihan bagi anggota FKUI di Sektor Kelapa Sawit di kota Riau pada Selasa, 23 Mei 2023 sampai Rabu, 24 Mei 2023.
Kegiatan pelatihan FKUI di Riau ini bertema "Penguatan Dialog Sosial dan Persiapan Perundingan Perjanjian Kerja Bersama (PKB)" bekerja sama dengan International Labour Organization (ILO) Jakarta dan ACVCSC International-KSBSI. Peserta yang hadir dalam pelatihan ini total ada 26 orang diantaranya, 1 orang dari DPC FKUI Pelalawan, 2 orang dari DPC FKUI Pekanbaru, 10 orang dari DPC FKUI Siak dan 13 orang dari DPC FKUI Kampar. Pengurus DPC FKUI yang hadir pada kegiatan tersebut, Ketua DPC Kampar Wanto Sinaga, Sekretaris DPC Kampar Sarbaini, dan Charles Jhon Pieter Siagian sebagai Ketua DPC Siak. Serta Perwakilan dari pengurus DPP FKUI.
Juandy Hutauruk, Koordinator Wilayah KSBSI Riau dalam sesinya menyoroti dialog sosial dalam mengadvokasi pekerja. Ia mendefinisikan Dialog Sosial sebagai diskusi sehari-hari yang kita lakukan untuk meloloskan kepentingan kita.
"Dialog sosial harus selalu kita kedepankan melalui mekanisme seperti bipartit dan tripartit. Di tingkat paling rendah dalam berdialog sosial itu ada namanya LKS Bipartit (di tingkat perusahaan). Yang terdiri dari unsur serikat dan manajemen di tingkat perusahaan." kata Juandy saat menjadi pemateri pada sesinya.
Juandy menekankan bahwa tidak hanya berbicara persoalan yg sedang terjadi, tapi juga deteksi dini terhadap persoalan yg dikhawatirkan dapat terjadi. Melalui dialog sosial, kita berdiskusi dan berdialog dimana kita merasakan masalah-masalah terkait hubungan industrial di tempat kerja kita.
Sebuah perusahaan bisa dikategorikan sebagai perusahaan yang sudah mumpuni apabila sudah terbentuk PKB. Di dalam PKB itulah dirumuskan dan dituangkan, dan ini menjadi acuan bagaimana kedua belah pihak yaitu pemberi kerja dan penerima kerja tidak lagi berseteru/bingung terhadap sebuah peristiwa mekanisme kerja karena sudah diatur dalam PKB tersebut.
"Dengan adanya PKB, muara sebuah perusahaan akan terlihat baik di mata pemerintah dan internasional. Sementara kalau PP lebih identik dengan egosentrik manajemen karena secara parsial dia menyusun sendiri. Padahal di UU, setiap pekerja di perusahaan tsb harus mengetahui regulasinya (PP)." jelas Juandy.
Sementara itu, Marihot Nainggolan, Ketua Umum F KUI KSBSI dalam pelatihan tersebut lebih menyoroti tentang review PKB yang sudah disusun oleh PK PT Agro Abadi I.
"Sebelum bicara tatib, kita buat tim perunding terlebih dahulu. Lalu buat tatib, nanti disitu dikunci agar argument-argumen itu tidak lari kemana-mana, dan tim perunding harus dibagi tugas. Misal, 5 orang tim perundingnya, harus ada yang menjadi notulen, juru bicara dan sebagainya." ujar Marihot.
Setelah tahap persiapan internal terbentuk, barulah tim perunding membuat surat ke perusahaan. Pertama dirundingkan adalah tata tertib, lalu pertukaran draft dari serikat dan dari manajemen.
"Di dalam tatib harus dikunci semua, contoh masa perundingan itu harus berapa lama selesainya. Apabila dibuat 3 bulan, harus selesai 3 bulan. Dan apabila 3 bulan tidak selesai, harus dikemanakan? Dan bahasa/kalimat yang digunakan dalam PKB jangan multitafsir. PKB adalah salah 1 tujuan kita dalam berorganisasi dan PKB harus berproses melalui dialog sosial. Kenapa kita dorong PKB ini? Karena regulasi sekarang ini tidak memihak kepada kita." bebernya.
Lebih lanjut, dalam sesi lainnya Marihot Nainggolan juga membawakan sesi tentang K3 yaitu Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Ia menegaskan bahwa pentingnya sistem K3 agar diterapkan dalam lingkungan kerja serta dimasukkan dalam perundingan PKB.
"Jadi motto K3 itu, pergi selamat pulang selamat. K3 itu penting digunakan ketika kita bekerja. Misal, sedang memanen lalu tidak memakai helm, kemudian buahnya tertimpa dan jatuh kena kepala. Apa yang akan terjadi? Tertancap ke kepala, lalu yang rugi siapa? Keluarga kita, karena nyawa itu tidak bisa dinilai dengan materi." ungkapnya.
Marihot menekankan akan pentingnya K3 untuk dimasukkan di PKB. Kenapa K3 perlu dimasukan dalam PKB? Supaya aturan yang normatif itu diatur dalam PKB. Misal, sepatu model apa yang harus dipakai untuk yang bekerja di perkebunan itu, merknya apa, kualitasnya yang seperti apa, harus jelas semuanya agar tidak saling menyalahkan antar pekerja dengan manajemen.
"Helm pun juga begitu, banyak merk helm dan seperti apa kualitasnya. Begitupun dengan sarung tangan, pakaian, dsbnya, teman-teman yang tau kebutuhan di lapangan atau di bagian lainnya seperti apa. Teman-teman tau kenapa ILO (International Labor Organization) selalu mengedepankan dialog sosial? Karena regulasi sekarang tidak memihak kepada kita (buruh)." bebernya.
Ia memberikan contoh kondisi perburuhan saat ini dengan lahirnya Omnibus law yang sudah diundangkan. Karena sejelek itu regulasi yang telah diundangkan sekarang, yang tadinya belum benar malah semakin jelek sekarang, dengan praktek yang suka-suka. UU ini semakin merugikan buruh, contohnya sekarang sudah bisa kontrak seumur hidup. Terkait dengan pengupahan, status, uang pesangon, semua hak pokoknya, bisa diefisiensi dengan aturan yang sekarang.
(RED/Handi)