KSBSI.ORG, JAKARTA - Tujuh Federasi Serikat Buruh dari beberapa konfederasi besar di Indonesia bersama Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Prov. DKI Jakarta merilis pernyataan sikap tegas merespon terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor.21 tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Baca juga: Laporan dari ILC 112Th, Omnibus Law Cipta Kerja Terus Dipantau ILO,
Dalam pernyataan sikapnya, Ketujuh Serikat Buruh Pekerja dan Apindo DKI Jakarta sepakat menolak dan meminta pemerintah membatalkan aturan yang tertuang dalam program Tapera tersebut.
Penolakan tersebut ditandai dengan penandatanganan pernyataan bersama oleh perwakilan DPP Apindo dengan Tujuh Organisasi Buruh, yakni Federasi Serikat Pekerja (FSP) Logam Elektronik dan Mesin (LEM/SPSI), FSP Kebangkitan Buruh Indonesia (FKUI KSBSI), FSP Serikat Pekerja Nasional (SPN/KSPI), FSP Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia), FSB Kimia Industri Umum, Farmasi, Kesehatan (KIKES KSBSI), dan FSP Kimia Energi Pertambangan (KEP).
Pernyataan sikap bersama organisasi Buruh/Pekerja dan Apindo DKI ini dirilis hari ini, Senin, 10 Juni 2024, di kantor Apindo DKI Jakarta, Cikini, Jakarta Pusat.
Melansir Media Jejaring PARADE.ID, Pernyataan Sikap bersama tersebut adalah sebagai berikut:
PERNYATAAN BERSAMA
Jakarta, 10 Juni 2024. Menyikapi polemik atas terbitnya PP. No.21/2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (“TAPERA”) pada tanggal 20 Mei 2024, yang bertandatangan di bawah ini, pada hari ini menyampaikan Pernyataan Bersama sebagai berikut:
1. Menghargai kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja, termasuk kebijakan untuk menyediakan perumahan.
2. Sosialisasi program TAPERA sejak tahun 2016, DPP APINDO dan Serikat Pekerja DK Jakarta sudah menyatakan keberatan bahkan penolakan, sehingga terbitnya PP 21 tahun 2024 tentang TAPERA, pada tanggal 20 Mei 2024 mengejutkan pengusaha dan pekerja swasta.
3. Pungutan tambahan sebesar 2,5 persen dari upah pekerja memberatkan pekerja, dan mengurangi daya beli pekerja. Pungutan sebesar 0,5 persen kepada pengusaha juga menjadi beban tambahan, pengusaha yang saat ini sudah mencapai 18,24-19,74 persen.
4. Program TAPERA merupakan duplikasi program perumahan dari Manfaat Layanan Tambahan (MLT) dalam program Jaminan Hari Tua di BPJS Ketenagakerjaan, yang belum dimanfaatkan secara maksimal.
5. Program perumahan pada MLT merupakan opsi bagi pekerja yang belum memiliki rumah, sedangkan dalam TAPERA, pekerja (termasuk pekerja mandiri) meski telah memiliki rumah tetap wajib mendaftar. Iuran TAPERA seharusnya bersifat sukarela.
6. Buruh/pekerja swasta memiliki potensi PHK yang tinggi (seperti buruh kontrak, outsouring dan buruh informal), sehingga kesinambungan bekerjanya terbatas, maka mekanisme pencairan dana atau keberlanjutannya menjadi sulit. Berbeda dengan PNS, TNI/Polri yang masa kerjanya lebih stabil dan berjangka panjang.
7. Pengelolaan TAPERA dilakukan oleh Komite yang tidak melibatkan unsur Pemberi Kerja dan Pekerja. Sedangkan pengelolaan BPJS Ketenagakerjaan, melibatkan unsur Pemberi Kerja dan Pekerja sebagai anggota Dewan Pengawas dan Pengawasan Internal oleh DJSN.
Dengan pertimbangan di atas, kami bersepakat untuk meminta pemerintah membatalkan implementasi TAPERA kepada perusahaan dan pekerja swasta sebagai suatu kewajiban.
Pernyataan di atas dibacakan Ketua APINDO DK Jakarta, Solihin. Dibacakan poin per poin.
Adapun organisasi buruh Jakarta yang ikut menyatakan bersama tolak dan minta TAPERA dibatalkan adalah:
FSP Logam Elektronik dan Mesin (LEM/SPSI) DKI Jakarta, FSB Kebangkitan Buruh Indonesia (FKUI/KSBSI) DKI Jakarta, FSP Serikat Pekerja Nasional (SPN/KSPI) DKI Jakarta, Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) DKI Jakarta, FSB Kimia Industri Umum, Farmasi, Kesehatan (KIKES/KSBSI) DKI Jakarta, FSP Kimia Energi Pertambangan (KEP) DKI Jakarta, dan FSP Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) DKI Jakarta—yang dihadiri langsung ketua dan atau perwakilannya.
[*/RHW/REDKBB]