Pengembangan Keterampilan dan Perilaku Bisnis yang Bertanggung Jawab Dapat Mencegah Defisit Pekerjaan yang Layak.

Pengembangan Keterampilan dan Perilaku Bisnis yang Bertanggung Jawab Dapat Mencegah Defisit Pekerjaan yang Layak.

National Industry Dialogue on Responsible and Sustainable Electronics Supply Chains" atau Dialog Industri Nasional tentang Rantai Pasokan Elektronika yang Bertanggung Jawab dan Berkelanjutan pada Kamis, (28/11/2024) di Jakarta.

Elly menekankan Kembali bahwa, pengembangan keterampilan dan Perilaku Bisnis yang Bertanggung Jawab adalah cara yang tepat untuk mencegah defisit pekerjaan yang layak. "Kita harus terus membangun pabrik-pabrik di seluruh negeri, tempat para pekerja merasa aman, memperoleh upah yang layak, dapat memperoleh keterampilan baru, memiliki waktu istirahat yang cukup, dan mampu membentuk dan bergabung dengan serikat pekerja untuk mewakili kepentingan mereka."

Baca juga:  Laporan dari ILC 112Th, Omnibus Law Cipta Kerja Terus Dipantau ILO,

KSBSI.ORG, Jakarta - Industri elektronik merupakan penggerak utama ekonomi nasional Indonesia serta memainkan peran yang sangat penting dalam pengembangan industri nasional. Sebagai bagian dari upaya untuk mempromosikan praktik-praktik bisnis yang bertanggung jawab, International Labour Organization (ILO) menyelenggarakan "National Industry Dialogue on Responsible and Sustainable Electronics Supply Chains" atau Dialog Industri Nasional tentang Rantai Pasokan Elektronika yang Bertanggung Jawab dan Berkelanjutan pada Kamis, (28/11/2024) di Jakarta.

Presiden KSBSI, Elly Rosita Silaban  dalam sambutannya mengucapkan terima kasih kepada ILO yang telah menyelenggarakan acara penting ini dimana topik ini sangat penting di tengah transisi teknologi dan energi.

"Orang-orang di pabrik saat ini sedang dalam keadaan gelisah karena PHK besar-besaran, dan masalah berapa lama mereka dapat bekerja untuk perusahaan sebelum diberhentikan." kata Elly.

Sementara itu, mereka yang di-PHK tidak memiliki cukup keterampilan untuk berganti pekerjaan. Satu-satunya skenario untuk pekerjaan selanjutnya setelah di-PHK adalah menjadi pekerja informal.

Oleh karena itu saya sangat antusias dengan ide pertemuan ini, yang akan membahas tentang pengembangan keterampilan sebagai salah satu tanggung jawab perusahaan.


Lebih lanjut, Dirinya menjelaskan ahwa perilaku bisnis yang bertanggung jawab di banyak perusahaan belum menjadi keharusan. Sebagian besar masih disibukkan dengan pemikiran konvensional, bahwa satu-satunya tanggung jawab perusahaan adalah kepada pemegang saham (pemilik). Itulah sebabnya biaya untuk pengembangan keterampilan sangat minim dalam alokasi anggaran perusahaan. Kecuali untuk beberapa perusahaan multinasional, masalah ini tidak lagi terjadi. Namun, sangat berbeda dengan perusahaan dalam rantai pasokan. Hampir tidak ada dana untuk pengembangan keterampilan. Sementara pelaku bisnis terbesar di Indonesia adalah UKM (usaha kecil menengah).

"Pentingnya perilaku bisnis yang bertanggung jawab semakin diakui, terbukti dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan Hak Asasi Manusia. Peraturan ini menjadi pedoman bagi kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk merencanakan, melaksanakan, dan memantau praktik bisnis dan hak asasi manusia." jelas Elly.

Instrumen baru ini akan melengkapi instrumen sebelumnya, seperti pedoman ?LO, Uji Tuntas Hak Asasi Manusia dari beberapa negara Eropa, dan perjanjian kerja kerangka kerja internasional di perusahaan multinasional.

Memastikan pekerjaan layak dan keadilan lingkungan di setiap tahap rantai pasokan global tetap menjadi tantangan, mengikuti sifat rantai pasokan yang tersebar luas dan berada di luar jangkauan pengawas ketenagakerjaan serta sulit dan mahal untuk diaudit.

Namun demikian, pilihan untuk mengembangkan keterampilan untuk dunia kerja yang berubah cepat adalah suatu keharusan. Pemimpin bisnis yang bertanggung jawab berarti mereka yang lebih banyak berinvestasi dalam pelatihan yang berfokus pada keterampilan yang dibutuhkan untuk pabrik masa depan.

"Kami menyerukan agar pengusaha tidak hanya fokus berinvestasi pada investasi teknologi tinggi yang akan mengurangi lapangan pekerjaan, tetapi juga harus berinvestasi dalam pengembangan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan pekerja. Agar pekerja tetap bertahan di pabrik." ungkap Elly.

Begitu pula, serikat buruh menuntut pemerintah dalam mendukung dan mempersiapkan para pekerja menghadapi perubahan besar yang akan terjadi di masa mendatang, sembari mengadopsi teknologi baru, harus memastikan bahwa teknologi yang dipilih adalah jenis teknologi yang menyediakan industri padat karya.

Elly menekankan Kembali bahwa, pengembangan keterampilan dan Perilaku Bisnis yang Bertanggung Jawab adalah cara yang tepat untuk mencegah defisit pekerjaan yang layak. 

"Kita harus terus membangun pabrik-pabrik di seluruh negeri, tempat para pekerja merasa aman, memperoleh upah yang layak, dapat memperoleh keterampilan baru, memiliki waktu istirahat yang cukup, dan mampu membentuk dan bergabung dengan serikat pekerja untuk mewakili kepentingan mereka." tutupnya. 


(RED/Handi)

Komentar