KSBSI.org, JAKARTA-Buruh Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) kembali melakukan unjuk rasa. Aksi demo ini bertitik pusat disekitar Patung Kuda, Jakarta Pusat. Dalam aksi demo ini, mereka menolak putusan formil uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Cipta Kerja. Keputusan Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) ini dianggap tidak memihak pada keadilan buruh.
Baca juga: Aktivis FSB NIKEUBA: Buruh Semakin Ditindas Lewat Upah Murah, Hanya Satu Kata Lawan! ,
Satu sisi, putusan
ini menyatakan bahwa pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945.
Namun anehnya, undang-undang ini tetap berlaku serta dinyatakan
inkonstitusional bersyarat. Dan Hakim MKRI juga memerintahkan pemerintah dan
DPR untuk melakukan perbaikan selama 2 tahun. Artinya, pembuatan UU Cipta Kerja
memang bermasalah, namun dipaksa tetap berlaku.
Kemudian, pada satu
sisi amar putusan lainnya menyatakan pemerintah harus menangguhkan segala
tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Serta tidak
dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU
Cipta Kerja. Bagi KSBSI, putusan MKRI tidak memberikan solusi bagi buruh dan
rakyat Indonesia.
Namun hanya
menciptakan masalah baru antara pengusaha dan pemerintah. Oleh sebab itu, dalam
pernyataan sikap resmi yang dikeluarkan Elly Rosita Silaban, Dedi Hardianto, Presiden
dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) KSBSI menyatakan sikap tegas atas putusan
Hakim MKRI, diantaranya:
1. Menolak kenaikan
Upah Minimum Provinsi (UMP dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang
ditetapkan pemerintah berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan.
2. Menolak upah
murah.
3. Menolak perluasan
alih daya/outsourching.
4. Menolak UU Cipta
Kerja dan peraturan turunannya.
5. Mendesak presiden
untuk menerbitkan PERPPU dan menyatakan klaster Ketenagakerjaan UU Cipta Kerjam
dan semua peraturan turunannya ditangguhkan pelaksanaannya sampai selesai
perbaikan UU Cipta Kerja.
KSBSI juga mendesak
Presiden Joko Widodo segera mendengarkan tuntutan buruh. Aktivis buruh menilai,
kebijakan Jokowi lebih dalam ketenagakerjaan lebih mengutamakan kepentingan
investor. Kalau tidak didengarkan, maka buruh akan tetap melakukan perlawanan.
(A1)